Penulis: Mutiara Putri Wardana, S.Ak | Pemerhati Sosial
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Beberapa hari terakhir tak sedikit masyarakat khususnya para Ibu Rumah Tangga (IRT) mengeluhkan sulitnya mendapat gas elpiji, jika ada pun harganya yang biasa hanya Rp32 ribu menjadi Rp40 ribu untuk setiap satu tabung gas 3 kilo.
Merespons hal ini Wakil Ketua Komisi II, Wendie Lie Jaya, seperti ditulis prokal.co mengatakan bahwa kondisi ini disebabkan adanya oknum-oknum yang melakukan penyelewengan atau melakukan penyalahgunaan barang bersubsidi tersebut.
Gas langka dan mahal terjadi tidak hanya di Berau tapi juga PPU dan beberapa daerah Kaltim lainnya. Penimbunan menjadi alasan kelangkaan dan mahalnya gas, termasuk keterlambatan pengantaran distribusi. Padahal kalau dikritisi lebih tajam karena regulasi dari pemerintah dan pengurangan kuota untuk mengurangi subsidi. Gas merupakan hajat hidup primer yang seharusnya wajib disediakan oleh negara tanpa terkecuali.
Kenaikan gas di pasaran adalah dampak dari pengelolaan migas oleh swasta. Rakyat sebagai pengguna gas tidak mampu mendapatkan harga yang murah meskipun negeri ini berlimpah gas. Sangat jelas bahwa liberasi migas oleh swasta tak membawa kesejahteraan bagi rakyat. Perusahaan swastalah yang paling banyak diuntungkan dari pengelolaan migas tersebut.
Pengelolaan migas bukan hanya diserahkan ke perusahaan swasta tapi perusahaan asing pun turut berperan. Sehingga hasil produksi migas banyak dilarikan ke pasar ekspor luar negeri. Sedangkan untuk pasar dalam negeri harga migas terus mengalami kenaikan sepanjang tahun. Sehingga rakyat harus menelan pil pahit imbas dari liberasi migas oleh swasta.
Hal ini tentu tidak akan terjadi jika sebuah negara diatur dengan sistem Islam. Islam adalah sebuah ideologi yang mengatur segala aspek kehidupan termasuk masalah energi atau sumber daya alam lainnya.
Ketika Syariah dan konsep Islam diterapkan oleh negara maka segala bentuk energi akan dikelola sesuai dengan syariah untuk kesejahteraan rakyat.
Berikut politik energi dalam Islam dan solusi atas langka dan mahalnya gas:
Pertama, dalam pandangan Islam, energi seperti migas, batubara, panas bumi, dan sebagainya adalah termasuk kepemilikam umum yang wajib diatur oleh negara. Dari sisi sumber energi, jika di suatu negeri muslim berbagai sumber energi tersedia dalam jumlah yang melimpah, maka ladang-ladang energi tersebut harus dikelola oleh negara sesuai syariah.
Negara boleh saja mengontrakkan pengelolaannya kepada swasta, namun dalam akad kontrak kerja (ajir-musta’jir) bukan dalam konsesi bagi hasil.
Kedua, negara wajib mengurus energi sebaik-baiknya dalam kerangka mengurusi pemenuhan kebutuhan rakyat sehingga tak ada satupun warga yang kesulitan mendapatkan energi seperti gas LPG.
Jika dalam negeri tidak ada sumber energi yang melimpah, pemerintah wajib mendatangkan energi secara efisien agar tidak ada warga negara yang tidak sanggup menjalankan syariahnya karena kelangkaan dan mahalnya energi.
Ketiga, perusahaan-perusahaan energi baik gas, minyak, batubara, panas bumi atau yang lain seperti air, angin, nuklir, dan biofuel untuk dijadikan listrik atau bahan bakar, semua itu harus didorong oleh negara agar tumbuh dan kreatif serta beroperasi sesuai dengan syariah Islam.
Keempat, menyatukan kekuatan energi dan SDA dari negeri-negeri muslim seluruh dunia.
Pemenuhan gas dalam Islam kewajiban negara. Negara wajib memenuhinya dan mencegah kelangkaan gas. Pengelolaan SDAE khususnya gas dalam Islam sehingga bisa dinikmati secara gratis dan merata tanpa terkecuali.
Oleh karena itu sudah sewajarnya kaum muslimin memperjuangkan penerapan konsep Islam di seluruh lini kehidupan karena hanya dengannya segala problematika penerapan sistem sekuler akan sirna. Wallahu ’alam.[]
Comment