Ironi Negeri Agraris: Harga Beras Tinggi, Pendapatan Petani Rendah

Opini45 Views

 

 

Penulis: Isnani, S.I.Kom | Aktivis Muslimah

 

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Tingginya harga beras di Indonesia menjadi ironi karena indonesia dikenal sebagai negeri agraris, yang berlimpah sumberdaya pertanian. Bahkan Bank Dunia mencatat harga beras di Indonesia tergolong mahal jika dibandingkan dengan negara lain di Asia Tenggara.

Country Director for Indonesia and Timor Leste World Bank, Carolyn Turk menyatakan, harga beras di Tanah Air terbilang mahal, ketimbang negara lain. Untuk mendapatkan beras di Indonesia, masyarakat harus merogoh kocek 20 persen lebih mahal ketimbang masyarakat dari negara lain (asumsi.co).

Naiknya harga beras yang begitu tinggi ini disebabkan oleh pembatasan impor beras dan adanya keputusan pemerintah untuk menaikkan harga jual beras di Tanah Air, yang menyebabkan melemahnya daya saing pertanian.

Tingginya harga beras, tidak diiringi dengan peningkatan kesejahteraan petani padi. Ironisnya, pendapatan petani justru semakin rendah. Berdasarkan data BPS pendapatan petani di Indonesia sangat kecil. Fakta mengungkapkan setiap tahun petani Indonesia hanya mendapatkan penghasilan 5 juta rupiah. Sementara penghasilan petani sehari hari hanya sekitar Rp 15rb (asumsi.co).

Nasib Petani dalam sistem Kapitalis

Kemiskinan petani di Indonesia memang sudah berlangsung sejak lama. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, penghasilan bersih rata rata petani Indonesia hanya Rp 1,59 JT perbulan. Beberapa faktor yang menyebabkan rendahnya produktivitas petani di antaranya, yakni minimnya sarana produksi dan kurangnya insentif pemerintah.

Berkuasanya para oligarki dari hulu ke hilir pertanian Indonesia juga mempengaruho lemahnya pertanian dan pendapatan petani Indonesia. Biaya produksi yang tinggi membuat beras semakin mahal, sementara petani harus mandiri dan tidak diberi bantuan oleh pemerintah.

Di sisi lain, banyak ritel ritel bisnis beras yang seringkali memainkan harga sehingga menyebabkan terbukanya peluang impor beras kembali terbuka. Hal ini hanya akan menguntungkan oligarki dan menyengsarakan petani.

Inilah dampak sistem ekonomi kapitalis yang memposisikan negara hanya sebagai regulator dan fasilitator. Mirisnya lagi, regulasi dan kebijakan  berpihak kepada para oligarki. Seharusnya negara menyediakan lahan untuk ketahanan pangan, pupuk yang terjangkau, dan pengadaan alat alat pertanian yang canggih serta bibit yang unggul sehingga dapat meningkatkan kemampuan dan keahlian para petani.

Kesejahteraan Petani dalam Islam

Sungguh, fakta di atas sangat berbeda jauh dengan kesejahteraan pertanian dan petani dalam Islam. Dalam sistem Islam ketahanan dan kedaulatan pangan ditempatkan sebagai basis pertahanan ekonomi negara dan basis menyejahterakan rakyat.

Tentunya, negara berusaha dan terus berupaya untuk mewujudkan kesejahteraan pangan tersebut sesuai dengan sistem ekonomi Islam. Karena ketahanan pangan merupakan salah satu tujuan syariat dalam Islam, yaitu menjaga jiwa (hifz al-nafs).

Negara mendorong para petani dengan segala bentuk fasilitas yang  memudahkan para petani  mengembangkan lahan pertaniannya. Alhasil kualitas pertanian bagus dan para petaninya juga sejahtera.

Dengan demikian, kesejahteraan pangan dan para petani hanya akan terwujud dengan penerapan sistem ekonomi Islam. Wallhu a’alam bisshawab.[]

Comment