RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — Akhirnya Pemda DKI Jakarta menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar atau PSBB untuk memutus mata rantai Covid 19 mulai senin 14 September 2020. PSBB ini merupakan tindak lanjut dari wacana Pemerintah Daerah DKI Jakarta yang telah didengungkan sebelumnya untuk meniadakan isolasi mandiri dan akan mengarantina semua warga positif Covid 19 di tempat pemerintah.
Meski awalnya rencana Pemerintah Daerah DKI ini dianggap sebagai opsi buruk karena menabrak realita kegagalan pemerintah menyiapkan tenaga medis, anggaran, dan fasilitas kesehatan namun Anies Baswedan selaku Gubernur tetap mengambil kebijakan PSBB dengan pertimbangan jumlah kasus Covid 19 yang semakin meningkat di Jakarta juga ditemukannya klaster baru yaitu klaster perumahan yang banyak muncul karena ketidak disiplinan dalam isolasi mandiri juga pengetahuan yang minim tentang protokol kesehatan.
Wagub DKI sendiri kontra akan keputusan gubernur, dengan alasan akan menambah beban fasilitas kesehatan, namun di sisi lain dua Epidemiolog Universitas Indonesia, Tri Yunis Mikowahyu dan Pandu Riono justru menyebutkan jumlah pasien Covid 19 bisa makin membludak jika isolasi mandiri masih diterapkan.
Seperti diketahui hingga tanggal 13 September 2020, DKI Jakarta masih menduduki posisi pertama dalam jumlah penambahan kasus positif Covid 19 secara nasional. Berdasarkan data dari Kementrian Kesehatan RI 13 September 2020 sampai dengan pukul 12.00 WIB total jumlah penambahan kasus positif di DKI berjumlah 1.380 orang hingga akumulasi kasus positif di DKI sebanyak 54.220 kasus.
PSBB DKI Jakarta diatur melalui Pergub DKI Jakarta nomor 88 tahun 2020 tentang perubahan atas Pergub nomor 33 tahun 2020 tentang pelaksanaan PSBB.
Pelaksanaan PSBB akan membatasi aktivitas secara ketat. Pemda DKI akan menutup semua perkantoran dan tempat hiburan, sementara itu pembatasan aktivitas sektoral ditentukan dengan kapasitas tidak melebihi 50 ℅ dan harus mengikuti protokol kesehatan ketat. PSBB sendiri akan berlangsung hingga dua pekan kedepan dan akan diperpanjang bila dirasa perlu. Penerapan PSBB ini diharapkan dapat menekan angka penyebaran virus dan jika ada pasien positif yang menolak untuk melakukan karantina maka akan dijemput oleh petugas dan aparat penegak hukum.
Langkah yang diambil pemerintah daerah DKI adalah salah satu sikap yang sudah selayaknya dilakukan sejak awal, meski masih ada kemungkinan muncul masalah baru dikarenakan PSBB ini tidak menghentikan secara total segala bentuk aktivitas dilihat dari masih diijinkan nya beberapa tempat untuk beroperasional dan juga meski mengurangi kapasitas serta melakukan protokol kesehatan dengan ketat namun tetap saja persentase tertularnya virus masih ada.
Pembatasan Sosial Berskala Besar sejatinya akan menimbulkan berbagai dampak seperti ekonomi yang harusnya menjadi perhatian pemerintah. Membatasi aktivitas warga dengan stay at home dan menerapkan karantina membuat warga akan mengalami kendala dalam pemenuhan kebutuhan hidup sehari hari. Inilah hal yang dikhawatirkan masyarakat.
Idealnya, karantina yang dilakukan harus diimbangi dengan kebijakan pemerintah dalam memenuhi kebutuhan masyarakat selama karantina karena mengurus rakyat selama pandemi terkait karantina, pengobatan dan pemenuhan kebutuhan sehari hari merupakan kewajiban negara.
Ketidakdisiplinan masyarakat dalam memberikan kontribusi mencegah tersebarnya virus dengan cepat juga didorong oleh ketiadaan langkah konkret pemerintah dalam menjamin kebutuhan mereka selama karantina juga menjamin pelayanan kesehatan yang layak untuk masyarakat, kebutuhan perut membuat mereka terpaksa mengambil resiko tertular karena banyak berinteraksi diluar rumah.
Fakta di lapangan mengatakan bahwa kebijakan yang diambil terkadang timpang, Ingin menekan laju pertumbuhan virus namun tak memperhatikan sisi lain dan mengantisipasi dampak dari kebijakan itu sendiri.
Jumlah kasus yang tinggi di Indonesia hingga berdampak pada penolakan 59 negara untuk menerima warga Indonesia bepergian menandakan kita memang tidak baik baik saja.
Di saat penyebaran virus melambat di negara lain, di sini justru melaju dengan cepat, karena sejak awal kita memang telah memandang remeh Covid 19, tidak cepat merespon serta minim kedisiplinan akan tindakan pencegahan. Kebijakan new normal yang kemudian diterapkan berbagai negara termasuk Indonesia pun nyatanya tak bisa menekan laju penyebaran virus.
Langkah pemerintah daerah Jakarta untuk mengkarantina seluruh pasien positif merupakan langkah yang harus diapresiasi dan didukung oleh negara bahkan semestinya karantina yang dilakukan bukan hanya di Jakarta tapi karantina total atau lockdown secara nasional guna mengatasi virus Covid 19.
Solusi Islam dalam menghadapi pandemi dengan menerapkan lockdown adalah solusi yang tepat. Terbukti dalam sejarah di masa kekhalifahan Umar bin Khattab , wabah tha’un bisa teratasi dalam waktu singkat. Sejak awal kebijakan lockdown yang disarankan banyak pihak tak pernah jadi opsi dalam mengatasi pandemi, kepentingan politik dan ekonomi selalu menjadi alasan kenapa tak menerapkan lockdown.
Sistem kapitalisme yang menguasai negeri ini membuat penguasa tak berdaya membuat kebijakan dalam usaha menyelamatkan nyawa anak bangsa, kerugian dan kepentingan kapitalis menjadi acuan utama dalam setiap kebijakan ekonomi dimasa normal terlebih dimasa pandemi.
Sudah selayaknya kita tinggalkan kapitalisme dan beralih pada aturan Ilahi yang memang diturunkan untuk kepentingan manusia di bumi untuk menghadapi berbagai problematika hidup termasuk pandemi.
Cukuplah sudah berbagai langkah seperti PSBB, social distancing, New Normal dan lain lain begitu terlatih atasi pandemi dan menjadi bukti betapa aturan manusia tak bisa menandingi aturan Ilahi Rabbi. Wallahu alam bis shawab.[]
Comment