Irna Yulianti: Dispensasi, Antara Mencegah Nikah Dini Dan Legalisasi Seks Bebas 

Opini725 Views

 

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — Angka pernikahan dini di Indonesia melonjak selama masa pandemi Covid-19.

Jawa Barat merupakan salah satu provinsi penyumbang angka perkawinan bawah umur tertinggi di Indonesia berdasarkan data Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional tahun 2020.

Dosen Departemen Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran Susilowati Suparto mengatakan, peningkatan angka pernikahan dini di masa pandemi Covid-19 salah satunya ditengarai akibat masalah ekonomi.

Kehilangan mata pencaharian berdampak pada sulitnya kondisi ekonomi keluarga.

“Para pekerja yang juga orang tua tersebut sering kali mengambil alternatif jalan pintas dengan menikahkan anaknya pada usia dini karena dianggap dapat meringankan beban keluarga,” papar Susilowati dalam Webinar “Dispensasi Nikah pada Masa Pandemi Covid-19: Tantangan Terhadap Upaya Meminimalisir Perkawinan Anak di Indonesia” yang digelar FH Unpad, Jumat (3/7/2020), seperti dilansir dari laman Unpad. (Kompas.com, 08/07/20).

Kemudian disusul dengan ratusan pemohon dispensasi nikah yang terjadi di Jepara Jawa Tengah.

Dilansir dari Jawapos.com, (26/07/20), Pengadilan Agama Jepara, Jawa Tengah, menjelaskan, sebanyak 240 permohonan dispensasi nikah tidak semuanya karena hamil terlebih dahulu. Melainkan, ada yang karena faktor usia belum genap 19 tahun sesuai aturan terbaru.

Data ratusan remaja mengajukan dispensasi nikah di berbagai daerah menegaskan ada dua problema yang lahir dari kebijakan dispensasi ini.

Pertama, dijalankan bersamaan dengan pendewasaan usia perkawinan dengan harapan menurunkan angka pernikahan dini.

Kedua,  menjadi jalan keluar untuk memaklumi fenomena seks bebas di kalangan remaja.

Dispensasi nikah karena seks bebas tidak hanya berdampak pada individual saja tetapi berpotensi melahirkan keluarga tanpa ketahanan dan generasi lemah.

Sehingga yang dibutuhkan bukanlah larangan pernikahan dini dan dispensasi nikah. Karena sejatinya siapapun yang sudah baligh, dan memiliki keinginan untuk menikah, maka sah secara agama. Namun, fakta yang terjadi kebanyakan anak-anak usia dini menikah sebatas menikah saja, tanpa adanya kesiapan secara individu untuk memasuki fase pernikahan terlebih pernikahan yang terjadi pun tanpa sebuah perencanaan yang matang.

Padahal tujuan dari pernikahan yang ingin dibangun bukanlah hanya untuk melegalkan urusan syahwat atau status sosial saja. Lebih dari itu, tujuan pernikahan mesti dibangun semata-mata hanya untuk beribadah. Dan juga mempersiapkan lahirnya generasi yang akan membangun sebuah peradaban.

Tujuan mulia di atas akan sangat sulit jika dilakukan dalam sistem sekular saat ini. Bangsa ini membutuhkan penerapan Sistem Pergaulan Islam agar generasi siap memasuki gerbang keluarga dan mencegah seks bebas di kalangan remaja.

Islam menetapkan sifat ‘iffah (menjaga kehormatan) sebagai suatu kewajiban. Islam pun menetapkan setiap metode, cara, maupun sarana yang dapat menjaga kemuliaan dan akhlak terpuji sebagai sesuatu yang juga wajib dilaksanakan. Sebagaimana kaidah ushul mengatakan:

“Suatu kewajiban yang tidak akan sempurna kecuali dengan adanya sesuatu yang lain, maka sesuatu itu pun hukumnya wajib pula.”_

Lebih dari itu, Islam telah menetapkan hukum-hukum tertentu yang berkenaan dengan hal ini, di antaranya sebagai berikut:

Pertama, Islam telah memerintahkan kepada manusia, baik pria maupun wanita, untuk menundukkan pandangan. [QS. An-Nur: 30-31]

Kedua, Islam memerintahkan kepada kaum wanita untuk mengenakan pakaian secara sempurna, yakni pakaian yang menutupi seluruh tubuhnya, kecuali wajah dan kedua telapak tangannya. Perintah untuk memakai khimar [QS. An-Nur:31] dan perintah untuk memakai jilbab [QS. Al-Ahzab:59].

Ketiga, Islam melarang seorang wanita melakukan safar (perjalanan) dari suatu tempat ke tempat lain selama perjalanan sehari semalan, kecuali jika disertai dengan mahram-nya. Rasulullah Saw bersabda:

“Tidak halal seorang wanita yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir melakukan perjalanan selama sehari semalam, kecuali jika disertai mahram-nya.”(HR. Muslim)_

Keempat, Islam melarang pria dan wanita untuk berkhalwat (berdua-duaan), kecuali jika wanita itu disertai mahram-nya. Rasulullah Saw bersabda:
_”Janganlah sekali-kali seorang pria dan wanita berkhalwat, kecuali jika wanita itu disertai mahram-nya.”(HR. Bukhari)_

Kelima, Islam melarang wanita untuk keluar dari rumahnya kecuali seizin suaminya, karena suami memiliki hak atas istrinya. Jika seorang istri keluar tanpa seizin suaminya, maka perbuatannya termasuk ke dalam kemaksiatan dan dia dianggap telah berbuat nusyuz (pembangkangan) sehingga tidak berhak mendapat nafkah dari suaminya.

Keenam, Islam sangat menjaga agar dalam kehidupan khusus komunitas wanita terpisah dari komunitas pria. Karena pada hakikatnya hubungan antara pria dam wanita adalah terpisah. Kecuali dalam bidang pendidikan, kesehatan dan muamalah.

Ketujuh, Islam sangat menjaga agar hubungan kerjasama antara pria dan wanita hendaknya bersifat umum dalam urusan-urusan muamalat; bukan hubungan yang bersifat khusus seperti saling mengunjungi antara pria dengan wanita yang bukan mahram, atau keluar bersama untuk berdarmawisata.

Dengan hukum-hukum ini, Islam dapat menjaga interaksi pria dan wanita, sehingga tidak menjadi interaksi yang mengarah pada hubungan lawan jenis atau hubungan yang bersifat seksual semata.

Negara pun akan berperan penting dalam menyediakan kondisi yang kondusif bagi masyarakat. Karena kematangan individu sebelum menikah tak bisa dilakukan dengan instan, butuh proses yang panjang.

Pendidikan utama di keluarga, faktor lingkungan serta aturan yang diberlakukan oleh negara sangat mempengaruhi proses pembentukan kepribadian seseorang. Dan semua itu hanya bisa dilakukan oleh sistem yang shahih. Yakni sistem Islam. Wallahu A’lam Bishawab.[]

Comment