RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — Akhir akhir ini jagat pertelevisian Indonesia dihebohkan dengan viralnya penayangan sinetron yang sudah ditayangkan sejak 29 Juni 2020 lalu ini yaitu “Dari Jendela SMP”. Pasalnya, sinetron ini menayangkan kisah sepasang siswa-siswi SMP yang hamil di luar nikah.
Hal inilah yang menuai banyak kontroversi, dan yang masyarakat herankan mengapa sinetron ini bisa lulus sensor?.
Sinetron yang diadaptasi dari novel karya Mira Widjaja itu menceritakan tentang kisah percintaan sepasang remaja yang baru mengenal cinta, namun dalam adegannya justru sama sekali tidak menggambarkan kehidupan anak sekolah yang patut ditiru apalagi menggambarkan kehidupan muslim.
Sejak penayangan hari ke-5 sinetron yang disiarkan oleh SCTV itu, Nuning Rodiah selaku Komisioner dari Komisi Penayangan Indonesia (KPI) menyampaikan bahwa sudah ada 100 lebih pengaduan teguran yang diterima oleh KPI namun saat itu belum ada tindak cepat dari KPI untuk sesegera mungkin memberi sanksi pada pihak SCTV. Baru pada tanggal 8 Juli 2020 KPI secara resmi memberi teguran tertulis yang sudah ditandatangani oleh ketua KPI yakni Agus Suprio.
Berdasarkan hal itu KPI Pusat menyatakan program ini memuat visualisasi yang tidak sesuai dengan psikologi remaja.
“Ceritanya memberikan contoh yang tidak baik terkait pacaran di sekolahan, perbincangan kehamilan di usia yang sangat muda tanpa ada klarifikasi-klarifikasi yang menegaskan tentang kehamilan tersebut,” ucap Agung dikutip dari Instagram KPI, Kamis (9/7/2020).
Pernyataan dari KPI tersebut nyatanya tidak menghentikan tayangan sinetron tersebut. Hingga kini sinetron itu masih tayang, meskipun akhirnya ada klarifikasi bahwa tokoh dalam cerita tersebut ternyata tidak jadi hamil.
Tetapi penayangannya sudah banyak dikonsumsi masyarakat yang masih anak-anak dan belum cukup umur.
Bahkan di Youtube, cuplikan adegan-sinetron ini sempat menjadi trending 10 besar dan ini menjadi masalah serius karena secara tidak langsung dapat merusak moral dan perilaku remaja masa kini.
Sinetron merupakan tayangan audio visual yang mudah dicerna para penontonnya. Tak jarang karakter dan sinopsis dari cerita terbawa oleh penontonnya.
Maka, sangatlah berbahaya manakala tayangan yang mempertontonkan adegan tidak senonoh dilakukan di usia belia seperti yang sedang tayang saat ini.
Adapun negara tidak memiliki filter atas tayangan unfaedah ini sehingga memunculkan kekhawatiran di benak para orangtua jika anak-anak mereka dibiarkan melihat tayangan tersebut.
Sungguh menyedihkan tayangan yang minim edukasi terus menghiasi di rumah-rumah dan ditonton oleh anak-anak mereka.
Dalam sistem kapitalis, sinetron dianggap sebagai sesuatu yang bernilai jual, terlebih yang diangkatnya tema percintaan remaja dengan penikmat dari kalangan remaja dan orangtua.
Itulah landasan kapitalisme dalam industri persinetronan, meraih rating yang tinggi demi meraup keuntungan materi sebesar- besarnya. Ama mengerikan, sinetron menjadi ajang bisnis semata.
Islam yang diturunkan Allah SWT kepada Nabi Muhammad saw sebagai aturan yang sempurna dan paripurna. tidak hanya mengatur masalah ibadah ritual namun juga mengatur masalah lain yang berhubungan dengan manusia. termasuk masalah media massa dan pergaulan remaja.
Islam memposisikan media komunikasi hanya dan untuk menyampaikan (dakwah) agar masyarakat yang menikmati tontonan itu dapat terus menambah ketaqwaannya kepada Allah swt.
Tentu hal ini dapat menghasilkan remaja-remaja yang berkualitas dan berpikir kritis yang bukan hanya tahu tentang dunia percintaan dan mengabdikan dirinya hanya untuk dunia hiburan yang bebas dan tidak terbatas ini.
Di dalam islam, negara mempunyai peran utama sebagai filter bagi sinetron- sinetron yang akan ditayangkan ke tengah-tengah masyarakat.
Bukan berorientasi untung tapi senantiasa memberi perhatian kepada industri persinetronan karena ini merupakan tanggungjawab pemimpin. Wallahu’alam.[]
*Mahasiswi Upi Bandung
Comment