Irma Setyawati , S.Pd*: Mengapa KDRT Meningkat Saat Pandemi?

Opini1023 Views

 

RADARINDONESIANEWS.COM,  JAKARTA — Dengan diberlakukannya karantina wilayah dan juga stay at home (tetap berada di rumah) idealnya akan semakin mempererat ikatan dan kebersamaan dalam sebuah keluarga. Namun, realitas menunjukkan hal yang berbeda pada keluarga hari ini. Semenjak stay at home justru memunculkan keretakan dan konflik di dalam keluarga.

Menurut hasil survei daring Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) terhadap lebih dari 20.000 keluarga, 95% keluarga dilaporkan stres akibat pandemi dan pembatasan sosial. Hal itu terjadi pada April-Mei 2020.

Data Komnas Perempuan selama wabah hingga 17 April, pengaduan kekerasan pada perempuan via surat elektronik sebanyak 204 kasus. Ada pula 268 pengaduan via telepon dan 62 via surat.

Selain KDRT, keharusan menjalankan karantina juga meninggikan kecenderungan terjadinya perceraian. Pemberlakuan karantina wilayah dan pembatasan kehidupan sosial selama berminggu-minggu bahkan berbulan-bulan dalam kondisi tertentu memang dapat menghadirkan ketidakpastian, pemisahan, dan ketakutan bagi banyak individu, pasangan, dan keluarga. Sehingga tekanan dan depresi bisa muncul.

Sudahlah tidak bekerja, di tambah lagi tuntutan harus di rumah saja. Otomatis pemasukan berkurang bahkan nyaris tidak ada sama sekali. Tentu ini menjadi pemicu strees suami maupun istri dan memunculkan problem tersendiri bagi keluarga hari ini.

Di luar angka infeksi dan kematian yang kian melonjak, stres dan kecemasan juga menerpa sebagai dampak tidak langsung.

Sayangnya , mengatasi dampak langsung akibat pandemi saja pemerintah kapitalis sekuler kurang serius, apalagi jika harus menangani dampak tak langsung yang menerpa individu dan keluarga akibat pandemi.
Pemerintah seharusnya hadir mengatasi dampak langsung maupun tidak langsung akibat pandemi, sebagai bentuk tanggung jawabnya terhadap kesejahteraan lahir batin, fisik dan mental warga negaranya.

Peran negara mengatasi dampak langsung akibat pandemi adalah dengan hadir secara nyata menjamin kebutuhan rakyat.

Saat terjadi isolasi, tentunya masyarakat tidak bisa mencari nafkah, dan pada giliriannya dapat berdampak pada problem ekonomi di masyarakat termasuk problem ekonomi keluarga.
Islam menggariskan bahwa negara adalah pelaksana pengaturan urusan rakyat dan pelindung mereka dari berbagai keburukan.

Oleh karena itu, saat negara melakukan isolasi atau karantina, semua kebutuhan rakyat mulai dari kalangan bawah hingga atas harusnya ditanggung oleh negara karena semua terdampak atas wabah. Dan negara tidak boleh berlepas tangan darinya.

Hadirnya negara mengatasi dampak tak langsung akibat wabah adalah dengan memberikan edukasi yang gencar di tengah-tengah masyarakat untuk menyampaikan pesan takwa dalam situasi pandemi. Karena di situasi seperti ini pasti akan terjadi kemerosotan iman dan takwa.

Sehingga masyarakat perlu di pahamkan bahwa berbagai macam musibah termasuk wabah adalah qadha dari Allah SWT, sehingga mereka menerima musibah dan akibat dari yang di timbulkannya dengan ridha, sabar, tidak panik, apalagi putus asa.

Rasul saw. bersabda, “Alangkah mengagumkan keadaan orang yang beriman. Semua keadaannya (membawa) kebaikan (untuk dirinya) dan ini hanya ada pada seorang mukmin. Jika dia mendapatkan kesenangan, dia bersyukur. Itu adalah kebaikan bagi dirinya.Jika dia ditimpa kesusahan, dia bersabar. Itu adalah kebaikan bagi dirinya.” (HR al-Muslim).

Karena iman dan takwalah yang menjadi jaminan pasti bagi kehidupan keluarga yang lurus, harmoni dan kokoh karena di bangun atas pergaulan yang baik diantara suami istri.

Selain menyampaikan pesan takwa, negara juga harus hadir untuk mencabut pemahaman sekuler kapitalis yang menjadi penggerus pemahaman tentang takwa dan menjauhkan takwa dari standar aktivitas masyarakat termasuk keluarga hari ini, sehingga menyimpang jauh dari visi misi berkeluarga.

Paham sekuler kapitalis telah menjadikan keluarga hari ini hanya mengukur kebahagiaannya dengan perolehan materi, bukan di landasi oleh takwa. Sehingga ketika ekonomi keluarga tergoncang, bangunan keluargapun akan ikut tergoncang.[]

Comment