RADARINDONESIANEWS.COM, JAKSRTA – Bahasa tidak hanya sekedar alat komunikasi untuk menyampaikan kebutuhan dan keinginan. Bahasa dapat melembutkan jiwa, membentuk karakter, mengembangkan kemampuan berfikir.
Apa yang ada dalam pikiran seseorang tercermin dari bahasanya. Kualitas bahasa yang digunakan akan mencerminkan tentang siapa dirinya.
Jika bahasanya baik maka baiklah yang ada dalam dirinya, demikian juga sebaliknya
Bahasa memiliki kekuatan luar biasa. Bahasa mampu menentukan kehidupan dan masa depan seorang anak. Ingat dengan kisah Michael Jackson? Laki laki yang tak pernah puas dan mengoperasi beberapa bagian tubuhnya.
Semua berawal dari julukan oleh ayahnya ,”Big Nose!” dan kekerasan verbal lainnya.
Dari sinilah bermula kegelisahan seorang Michael yang hingga dewasa masih sibuk menemukan jati dirinya.
Jika kita menyadari kekuatan sebuah bahasa, kita tidak akan lagi memandang penguasaan bahasa dengan sebelah mata. Orang tua bertekad kuat membekali anak-anaknya dengan bahasa sebagai salah satu senjata untuk meningkatkan kemampuan berpikir dan mewujudkan sebuah peradaban.
Patut direnungkan saat Rasulullah dititipkan pada Halimah dari bani Sa’ad. Alasannya adalah agar dapat hidup di alam yang segar sehingga badannya tumbuh sehat dan kuat. Juga mempelajari bahasa Arab yang baku.
Bani Sa’ad adalah suku yang terkenal masih berbahasa arab asli.
Artinya, saat itu sudah diyakini bahwa bahasa memiliki dampak jangka panjang. Bahasa mempengaruhi keterampilan bernalar, mengasah kesantunan serta kepekaan.
Dalam buku tulisan Ellen Galinsky berjudul Mind in the Making: The Seven Essential Skills Every Child Needs, dijelaskan bahwa cara terbaik bagi seorang anak untuk belajar berbahasa adalah dengan menyelupkannya dalam lautan bahasa.
Jika bahasanya bermutu, celupan itulah yang akan mewarnai cara berpikir dan hidupnya, demikian juga sebaliknya.
Dan yang luar biasanya, bahasa adalah suatu kemampuan khusus yang Allah letakkan pada otak manusia. Seorang bayi sejak lahir sudah bisa membedakan mana bunyi yang bermakna (bahasa) dan yang bukan.
Ada ratusan bahkan ribuan bunyi yang terdengar oleh bayi setiap hari.
Namun secara alami ia bisa membedakan suara mobil, bunyi tilphon, rintik hujan bukan sebagai kata atau bahasa. Tetapi ia akan memperhatikan dengan seksama tatkala mendengar seseorang berbicara.
Karena itulah ucapan Rasulullah memiliki tingkat bahasa yang tinggi. Dari segi pemilihan dan susunan kata menunjukkan bahasa yang begitu indah.
Suatu ketika beliau mengajak Ibnu Abbas menaiki seekor baghal. Setelah beberapa lama berjalan, beliau menoleh kepada Ibnu Abbas dan berkata ,”Nak, aku ajarkan kepadamu beberapa untai kalimat: Jagalah Allah, niscaya Dia akan menjagamu. Jagalah Allah, niscaya kau dapati Dia di hadapanmu. Jika engkau hendak meminta, mintalah kepada Allah, dan jika engkau hendak memohon pertolongan, mohonlah kepada Allah.
Ketahuilah, seandainya seluruh umat bersatu untuk memberimu suatu keuntungan, maka hal itu tidak akan kamu peroleh selain dari apa yang telah Allah tetapkan untukmu.
Andaipun mereka bersatu untuk melakukan sesuatu yang membahayakanmu, maka hal itu tidak akan membahayakanmu kecuali apa yang telah Allah tetapkan untuk dirimu. Pena telah diangkat dan lembaran-lembaran telah kering.
Untaian kalimat dengan kedalaman makna tentang iman pada Allah dan takdir yang menggugah jiwa dan akal.
Seorang anak kecil bernama Sahl berusia 3 tahun berkata kepada pamannya, “Bagaimana agar aku mengingat Allah?” Bukan nasehat beruntai, melainkan 3 kalimat saja yang harus ia ulang setiap sebelum tidur,”Allah bersamaku, Allah menyaksikanku, Allah melihatku.” Kemudian Sahl diminta terus mengulangi dengan frekwensi yang lebih banyak pada setiap malamnya.
Saat dewasa, Sahl menjadi seorang ulama besar di Madinah.
Mengikuti jejak Rasulullah, Ibu dari Imam Syafi’i mengirim Syafi’i yang berusia anak-anak ke perkampungan Bani Hudzail.
Tujuannya adalah agar Imam Syafi’i terbangun keterampilan dan kepekaannya di dalam berbahasa. Sebagaimana ditulis di dalam sejarah etnografi bangsa Arab, Bani Hudzail dikenal sebagai suku yang paling tinggi cita rasa bahasanya.
Karena itu, tidaklah mengherankan salah satu yang menyebabkan kemunduran umat Islam adalah jauhnya umat dari bahasa arab. Hal ini diuraikan dalam kitab-kitab yang ditulis Syeikh Taqiyuddin An-Nabhani.
Dengan meninggalkan bahasa Arab maka umat tidak memahami bahasa Arab sebagaimana para sahabat dan beberapa zaman selepasnya memahaminya.
Dengan jauhnya umat islam dari bahasa arab, maka akan menjauhkan umat dari memahami tsaqofah islam (Al Quran dan As Sunnah). Kaum muslimin terhalang dari potensi memahami dan menafsirkan Al Quran. Sehingga yang terjadi umat islam kian jauh dari kehidupan yang Allah ridloi.
Ketika umat islam sudah kehilangan bahasa arab sama artinya kehilangan rasa, budaya dan pemikiran Islam.
Allah berfirman dalam Surat az-Zuhruf: 1-3 yang berbunyi:
حم (1) وَالْكِتَابِ الْمُبِينِ (2) إِنَّا جَعَلْنَاهُ قُرْآنًا عَرَبِيًّا لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ (3
Artinya: “Haa Miim. Demi Kitab (Al Quran) yang menerangkan. Sesungguhnya Kami menjadikan Al Quran dalam bahasa Arab supaya kamu memahami(nya).”
Ada ribuan bahasa di dunia ini tapi mengapa Allah memilih bahasa arab sebagai bahasa Al Quran, sebagai hamba, hanya bisa menerima. Allah dalam firman-Nya:
وَرَبُّكَ يَخْلُقُ مَا يَشَاءُ وَيَخْتَارُ مَا كَانَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ
“Tuhanmu menciptakan apa saja yang Dia kehendaki dan Dia memilih (sesuai yang Dia kehendaki). Mereka tidak bisa menentukan pilihan.” (QS. al-Qashas: 68)
Allah menyebutkan bahasa arab sebagai bahasa penjelas.
بِلِسَانٍ عَرَبِيٍّ مُبِينٍ
“Al-Quran itu turun dengan bahasa arab yang mubin.” (QS. as-Syu’ara: 195).
Bahasa arab sangat tua dan terjaga. Dan semakin tua sebuah bahasa, akan semakin kaya dengan kosakata, semakin sempurna gramatikalnya dan banyak simbol-simbol makna.
Karena itulah salah kunci bagi umat islam sekarang untuk meraih kebangkitannya, menyatu dengan bahasa Al Quran. Dengan menguasai bahasa arab berpotensi menggali khazanah pemikiran islam yang demikian kaya.
Oleh karenanya, penting bagi generasi saat ini untuk mulai membuat kurikulum terkait bahasa. Dalam keseharian orang tua berpikir memilih kata kata yang diucapkan.
Ada 2 indra diantaranya yang digunakan untuk belajar bahasa yaitu telinga dan mata. Anak menangkap untaian bahasa dengan telinga, dan makna melalui mata. Pastikan apa yang anak dengar terjelaskan lewat yang kita lakukan. Kosa kata anak semakin kaya dengan pemahaman makna yang tepat.
Lalu kenalkan anak dengan bahasa Al Quran agar ia paham saat membaca ayat demi ayat dan benar-benar menjadi hudan bagi hidupnya.
Saat anak anak tumbuh dalam lingkungan bahasa berkualitas yang menyampaikan muatan keyakinan, kita sedang menyiapkan mereka menuju era kemartabatan yang menjaga nilai nilai kebenaran sejati.
Sungguh akan luar biasa, menyaksikan anak anak calon pengisi peradaban mengingatkan dan mengajak kebaikan dengan kalimat santun, berhujah tentang kebenaran, dan selaras dengan perbuatan.[]
*Pengelola TK Anak Sholeh Makassar dan Bekasi. Mudirah Sekolah Tahfizh Iqro Bekasi.
Comment