Ray Rangkuti dan Fadli Ramadhani saat diskusi.[Nicholas/radarindonesianews.com] |
MK lanjutnya, mengeluarkan putusan berdasar kedua ketentuan, baik itu memperhatikan syarat tenggang waktu dan kedudukan hukum yang ditelaah menurut ketentuan pemohon sebagai pasangan calon peserta Pilkada dan pemantau pemilu yang terdaftar (bagi daerah calon tunggal). Dan mengenai ambang batas selisih suara.
Menurut hasil pencatatan Kode Inisiatif dan Perludem bahwa berdasar ragam amar putusan MK hasil pemeriksaan pendahuluan di mana sebanyak 25 wilayah tidak memenuhi ambang batas, dan sebanyak 11 tidak memenuhi syarat waktu pengajuan permohonan. Beberapa daerah yang diperiksa dalam pembuktian, seperti Kabupaten Talakar (Sulsel) selisih 1,16%, kabupaten Gayo Lues (Aceh) selisih 1,43%, Kota Salatiga (Jateng) selisih 0,94%, Kabupaten Bombana (Sulawesi Tenggara) selisih 1,56%, kota Jogyakarta (DIJ) selisih 0,59%, Kabupaten Maybrat (Papua Barat) selisih 0,33%, Provinsi Sulawesi Barat selisih 0,74%.
Di ketiga daerah tersebut tidak memenuhi ambang batas selisih suara namun diputuskan oleh MK berbeda dengan 40 perkara lainnya, yakni diputus untuk dilakukan Pemungutan Suara Ulang (PSU) yakni untuk Kabupaten Tolikara dan Kabupaten Puncak Jaya, serta diputus naik melakukan Rekapitulasi Lanjutan yakni perkara Kabupaten Intan Jaya.
“Meski terdapat selisih yang signifikan, MK justru memutuskan sebaliknya dengan mengabulkan permohonan. Hal inilah yang dianggap menjadi anomali dalam putusan MK untuk mengejar keadilan substansial,” ungkapnya.
Maka itu menurut Ray Rangkuti, putusan daerah itu menunjukkan adanya inkonsistensi MK dalam menerapkan ketentuan ambang batas selisih suara pasal 158 UU Pilkada.
“Kalau kemenangan hanya mementingkan suara terbanyak jadi ndak perlu saja jurdil .,” ungkap Ray seraya mempertanyakan.
Namun lanjutnya, di Indonesia diperlukan proses jurdil itu. Diharapkan kedepan MK beralih kembali selaku garda di mana MK menjadi lembaga yang membuat terobosan hukum soal TSM di mana semua dapat memperoleh dengan baik di mana prosesnya tidak benar akan memperoleh angka itu. Bukan menanggalkan pasal 158 itu, namun mengembangkan.” Imbuhnya.[Nicholas]
Comment