RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menyampaikan alasan pihaknya meminta kenaikan upah minimum tahun 2022 sebesar 7-10 persen.
“Berdasarkan hasil survei yang dilakukan KSPI di 10 provinsi, di mana di tiap provinsi dilakukan survei di 5 pasar tradisional dengan menggunakan parameter 60 item Kebutuhan Hidup Layak (KHL) sesuai UU No 13 Tahun 2003, didapatlah rata-rata kenaikan UMK/UMP adalah 7%-10%,” kata Said Iqbal.
Alasan KSPI menggunakan UU No 13 Tahun 2003, karena saat ini buruh sedang menggugat UU Cipta Kerja di Mahkamah Konstitusi. “Karena judicial review UU Cipta Kerja belum incrah, maka Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah yang lama masih berlaku,” kata Said Iqbal.
“Bahkan jika menggunakan PP No 78 Tahun 2015, maka kenaikan upah minimum adalah berkisar 6 persen. Hampir sama angka kenaikannya dengan mengacu pada KHL,” lanjutnya.
KSPI berpendapat, post covid 19 maka daya beli atau purchasing power masyarakat dan buruh harus dikembalikan seperti awal, dengan dinaikkan upah minimumnya minimal 7%. Hal ini dilakukan agar konsumsi naik, sehingga otomatis pertumbuhan ekonomi ikut naik.
Iqbal berpendapat, bagi perusahaan yang terdampak krisis ekonomi dan Covid 19, maka tidak perlu menaikkan UMP atau UMK 2022 yang dibuktikan dengan audit laporan keuangan perusahaan yang mengalami kerugian dalam 2 tahun terakhir yang diserahkan ke Disnaker dan diumumkan ke buruh.
“Bila pemerintah dan pengusaha tidak mempertimbangkan usulan buruh ini, maka akan ada aksi yang lebih luas dan lebih besar secara terus menerus,” tegas Said Iqbal
Disampaikan Said Iqbal, hari ini tanggal 10 November terkonfirmasi ribuan buruh melakukam aksi di 20 provinsi dan melibatkan 1000 pabrik. Adapun tuntutannya adalah naikan UMK 2022 sebesar 7%–10%, berlakukan UMSK 2022, cabut omnibus law, dan PKB tanpa omnibus law.[]
Comment