Indonesia Darurat Bullying, Butuh Solusi Konfrehensif

Opini329 Views

 

 

Penulis: Hermiati Kablan S.Pd | Aktivis Muslimah

 

 

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Kasus Bullying atau perundungan di indonesia ternyata tidak sesederhana yang kita bayangkan bahkan sudah sampai taraf yang mengkhawatirkan. (Kemendikbudristek seperti dikutip laman republika (20/10/2023) menyatakan,  berdasarkan hasil Asesmen Nasional pada 2022, terdapat 36,31% atau satu dari tiga peserta didik (siswa) di Indonesia berpotensi mengalami Bullying atau perundungan.

Masih segar di pemberitaan media massa dan elektronik sejumlah kasus perundungan, mulai dari mengucilkan seseorang secara sosial, berujung kekerasan, tindak pidana hingga menghilangnya nyawa. Mirisnya kebanyakan kasus perundungan justru dilakukan oleh teman sebaya dan masih dalam lingkup Pendidikan.

Di Gresik, Jawa Timur – seorang siswi kelas 2 SD mengalami buta permanen pada mata kanannya akibat diduga ditusuk oleh kakak kelasnya. Hingga saat ini kasus tersebut terus berlanjut dan belum menemukan titik terang yang pasti, bahkan pelakupun masih dirahasiakan kepada publik, satu hal yang pasti dalam kasus ini, dari sisi korban tentunya meninggalkan luka yang traumatik dan masa depannya terenggut kerena satu mata nya tidak lagi berfungsi.

Masih di bulan yang sama September 2023 media sosial Kembali di kejutkan dengan viral nya video perundungan yang menyita perhatian nasional. Video berdurasi 4 menit 14 detik memperlihatkan aksi perundungan dan penganiayaan siswa SMP dengan seragam yang sama, Motifnya karena korban mengaku menjadi anggota kelompok Barisan Siswa (Basis).

Padahal dia bukan sebagai anggota kelompok ini. Ironinya menurut kepala sekolah pelaku MK dinilai merupakan siswa berprestasi, bahkan pelaku pernah menjuarai lomba pencak silat dan tilawah.

Dua contoh kasus di atas rupanya hanya Sebagian kecil kasus perundungan yang muncul kepermukaan, kasus bullying di Indonesia bagaikan fenomena gunung es, yang tidak terekspos oleh media atau tidak di laporkannya kepada orang tua ataupun pihak sekolah jika terjadi di lingkup Pendidikan bisa jadi lebih banyak kasus serupa.

Langkah preventif yang dilakukan pihak sekolah melalui bimbingan karakter dan juga pemerintah dengan berbagai penyuluhan dan menggandeng pihak kepolisian, nyatanya tidak memberikan perubahan signifikan. Perundungan seolah tetap menjadi masalah yang tidak bisa dipisahkan dalam lingkup pendidikan Indonesia pada hari ini.

Sejatinya perundungan ataupun Bulliying bukanlah masalah sederhana yang dengan mudah diselesaikan secara parsial – jauh lebih mendalam perundungan merupakan masalah yang timbul karena adanya masalah pokok yang dihasilkan oleh sebuah sistem. Kapitalisme menjadi biang keladi terbentuknya jiwa jiwa yang mementingkan kepuasan individu dan menjadikan agama hanya sebagai ritual semata.

Peran keluarga yang merupakan madrasah pertama dan utama sebagai awal pembentukan karakter dalam rumah tangga, nyatanya banyak para orang tua yang lalai karena terdesak ekonomi yang mengharuskan mereka lebih banyak di luar rumah hingga pengasuhan anak terbengkalai, hingga anak mencari sosok “panutan” dan terbentuk perilaku “semau gue”.

Begitupun dalam sistem pendidikan hari ini, agama hanya disampaikan sebatas taklim, atau memenuhi kurikulum semata bukan sebagai pembentuk syaksiyah atau kepribadian dari anak didik. Hingga menghasilkan anak didik yang berprestasi tapi minus akhlak.
Begitu juga dengan sistem sanksi yang kurang tegas, menjadi salah satu hal yang mengakibatkan kasus perundungan terus berulang, tidak adanya sanksi yang tegas terhadap pelaku apalagi kebanyakan masih di bawah umur, sehingga tidak ada efek jera bagi para pelaku perundungan.

Sejatinya masalah Bullying membutuhkan solusi menyeluruh, ada tiga aspek yang bisa kita terapkan dalam menuntaskan Bullying secara komprehensif.

Pertama, ketakwaan individu menjadi hal utama, bahwasanya perundungan menyakiti orang lain baik verbal ataupun fisik. Hingga tiap individu merasa terikat dengan aturan islam dan menjadikannya sebagai benteng ketakwaan.

Kedua, adanya kontrol masyarakat. Hal ini tentunya menjadi pendukung dari penguatan ketakwaan individu dan juga karakter yang dibangun oleh keluarga. Sehingga budaya amar ma’ruf nahi munkar menjadi hal positif dan menjadi social control dalam masyarakat.

Ketiga, peran negara. Dalam hadits Rasulullah saw. bersabda,“Sesungguhnya imam itu laksana perisai, tempat orang-orang berperang di belakangnya dan berlindung kepadanya.” (HR Muslim).

Dalam Islam negara wajib mewujudkan kehidupan yang bersinergi, sehingga ketakwaan individu yang dibarengi dengan kontrol masyarakat menjadikan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan – negara wajib memberikan keamanan ekonomi bagi masyarakat hingga para orang tua tidak bersusah payah memenuhi kebutuhan keluarga.

Mereka bisa dengan layak memberikan penghidupan dan juga pengasuhan. Negara wajib menyelenggarakan kurikulum pendidikan islam yang bisa menghasilakan anak didik berprestasi dan juga berkepribadian Islam.

Selain itu negara wajib memberikan atmosphere positif, terjaganya masyarakat dari maksiat hingga hal hal yang dapat menghantarkan kepada kemaksiatan tidak akan mudah diakses, seperti video, tontonan, game, hiburan yang berpotensi memicu kekerasan hingga terjadinya tindak perundungan.

Dalam hal ini, implementasi Islam sebagai aturan kehidupan merupakan solusi komprehensif dalam kasus Bulliying.[]

Comment