INDEF Gelar Diskusi Publik dengan Tema  “Kontribusi Ekonomi Syariah untuk Pertumbuhan Ekonomi 8%”

Ekonomi39 Views

 

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA – INDEF kembali menggelar diskusi publik dengan Tema Outlook Ekonomi Syariah 2025 dan sub tema, Kontribusi Ekonomi Syariah untuk Pertumbuhan Ekonomi 8%”.

Diskusi di penghujung tahun 2024 tersebut digelar secara zoom, Jumat (27)12/24) dengan pemantik diskusi Prof. Didik J. Rachbini dan pembicara yang kualified di bidangnya seperti Prof. Nur Hidayah (Kepala CSED INDEF), Dr. Handi Risza (Wakil Kepala CSED INDEF),Prof. Murniati Mukhlisin (CSED INDEF), Dr. Hakam Naja (CSED INDEF), Dr. Rahmat Mulyana (CSED INDEF).

Diskusi yang menyorot peran ekonomi syariah terhadap pertumbuhan ekonomi 8% tersebut dimoderatori oleh Muhammad Alfatih Murod.

Prof Didik J Rachbini, dalam diskusi tersebut mengatakan, harus dibangun stimulan agar ekonomi syariah dapat berkembang tidak kalah dengan negara lain (negara muslim).

Rektor Universitas Paramadina ini menambahkan, kiprah selanjutnya dari pusat pengembangan adalah mengumpulkan ilmuan dan praktisi dalam bidang eksyar (ekonomi syariah) supaya lebih maju, karena setiap pengembangan industri baru membutuhkan kontribusi khususnya dari ekonomi syariah

“2045 Indonesia akan masuk 5 besar negara ekonomi terbesar di dunia.” Ucapnya.

Abdul Hakam Naja yang hadir dalam diskusi tersebut memaparkan Potensi Perbankan Syariah 2025.

Menurutnya, perekonomian ke depan akan menghadapi tantangan yang tidak mudah, karena pertumbuhan akan cukup menghadapi tantangan yang berat baik di negara-negara berkembang maupaun negara maju

“Pertumbuhan ekonomi global melambat menjadi 3,5% pada tahun 2022 dan mencapai 3,3% pada tahun 2023, karena bank sentral fokus pada penurunan inflasi.” Ujarnya.

Abdul Hankam Naja menambahkan, tantangan seperti konflik Rusia, Ukraina, perang Israel di Gaza, dan kerentanan sektor keuangan terus berdampak pada outlook ekonomi (Organization of Islamic Cooperation-Statistical, Economic and Social Research and Training Center for Islamic Countries/OIC-SESRIC, 2024).

Tingkat pengangguran global, tambahnya, cenderung mengalami penurunan, meskipun di Indonesia patut menjadi catatan karena mengalami kenaikan pada tahun ini. Tingkat pengangguran di negara-negara OKI dan Global relatif mengalami penurunan khususnya setalah pandemi Covid-19

Selain itu, inflasi global juga menurun menjadi 6,7% pada tahun 2023, turun dari 8,7% pada tahun 2022. Di negara berkembang, laju inflasi turun dari 9,8% menjadi 8,3%, sedangkan di negara maju turun dari 7,3% menjadi 4,6%. Memasuki tahun 2024, proyeksi menunjukkan bahwa inflasi global akan terus melambat hingga mencapai 5,9% karena kebijakan moneter yang lebih ketat.

“Rata-rata pertumbuhan PDB riil dari 57 negara OKI dari tahun 2013-2025 adalah 4,3%” tegasnya.

Perdagangan barang dan jasa, internasional menunjukkan pertumbuhan yang signifikan sebesar 11% pada tahun 2021 dan peningkatan sebesar 5,6% pada tahun 2022, diikuti oleh sedikit peningkatan sebesar 0,8% pada tahuh 2023

Proyeksi terbaru menunjukkan bahwa pertumbuhan volume perdagangan barang dan jasa diperkirakan akan meningkat sebesar 3,1% pada tahun 2024 dab 3,4% pada tahun 2025 (OIC-SESRIC, 2024).

Dalam waktu 10 tahun, Malaysia selalu menjadi ranking 1 indikator SGIER 2023/2024 dan Indonesia menduduki peringkat ke 3 setelah Saudi Arabia. Namun, dari 6 indikator (Islamic finance, halal food, muslim-friendly travel, modest fashion, media and recreation, dan pharmaceuticals and cosmetics) skor Indonesia hampir sepertiga skor Malaysia.

Dalam konteks pemberdayaan UMKM, Indonesia memiliki UMKM yang sangat tinggi nilainya bahkan jumlah UMKM di Indonesia mencapai 99%. Di Indonesia, UMKM menyerap 97% angkatan kerja. Sedangkan untuk pangsa sektor manufaktur tertinggi berada di Uzbekistan (18,7%) dan Indonesia (16,7%).

Rasio total pinjaman bank terhadap PDB sangat bervariasi, dari 10,3% di Tajikistan hingga 113,2% di Malaysia, yang menunjukkan tingkat pendalaman keuangan yang berbeda-beda. Sementara itu, negara-negara seperti Malaysia dan Indonesia mempertahankan rasio NPL yang lebih sehat di angka 1,7% dan 2,4%.

Jumlah penduduk Indonesia mencapai 9 kali lebih tinggi dibandingkan Malaysia pada tahun 2024. Namun untuk aset perbankan syariah Malaysia (Maybank Islamic dan CIMB Islamic) lebih besar dibandingkan perbankan yang sudah besar Indonesia.

Perbandingan total aset perbankan syariah di Malaysia adalah Rp4226,81 triliun dan di Indonesia termasuk BPRS Rp918,935 triliun. Sedangkan untuk pembiayaan UMKM di Malaysia sebesar 15% dan di Indonesia 17,7% dari total pembiayaan syariah.

Prospek perbankan syariah di Indonesia berdasarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 12 Tahun 2023, bank yang memiliki aset Unit Usaha Syariah (UUS) mencapai 50% dari total aset induknya atau dengan aset UUS minimal Rp50 triliun diwajibkan melakukan spin-off menjadi Bank Umum Syariah (BUS) paling lambat tahun 2026.

Contoh yang memenuhi kriteria ini adalah UUS BTN dengan aset sebesar Rp55,54 triliun dan UUS CIMB Niaga dengan aset Rp65,99 triliun. Selain itu, proses merger antar bank syariah atau unit usaha syariah juga didorong untuk meningkatkan efisiensi dan daya saing di industri perbankan syariah.

Beberapa Bank Pembangunan Daerah (BPD) telah melakukan konversi menjadi Bank Umum Syariah, seperti Bank Aceh pada tahun 2016, Bank NTB pada tahun 2018, dan Bank Riau Kepri pada tahun 2022. Langkah ini berkontribusi pada pertumbuhan bank syariah secara anorganik, selain melalui mekanisme merger, akuisisi, dan spin-off.

Prospek digitalisasi ke depan harus terus ditingkatkan dengan berupaya meningkatkan literasi dan inklusi keuangan melalui digitalisasi layanan perbankan syariah, terutama untuk kalangan Milenial dan Gen Z, tetapi masalah keamanan di dunia digital harus lebih diperhatikan.

Selanjutnya ekosistem ekonomi syariah dan industri halal melalui pembangunan ekosistem yang mensinergikan sektor keuangan dan perbankan syariah dengan industri halal sebagai kunci keberhasilan pembangunan nasional berkelanjutan

Potensi besar ekonomi syariah di Indonesia dengan populasi Muslim yang sangat banyak (245 juta) dan selama ini belum dioptimalkan dapat menjadi motor penggerak pertumbuhan ekonomi yang ditargetkan mencapai 8% pada 2028.

Eksyar sebagai pengungkin pertumbuhan ekonomo (8%) ( potensi besar eksyar di Indonesia dengan populasi Muslim yang sangat banyak

Dalam konteks Green economy, implementasi ESG (Enviromental, Social, and Governance) sejalan dengan nilai maqashid syariah dalam ekonomi syariah dan bisa menjadi kekuatan bank syariah berkembang pesat

Terdapat tantangan seperti kenaikan PPN menjadi 12% yang diperkirakan akan menaikkan inflasi dan menurunkan daya beli masyarakat.

Pentingnya pembiayaan UMKM karena jumlahnya yang besar meliputi 99% dari total unit usaha di Indonesia. Kontribusi UMKM pada PDB sebesar 60,51% dan menyerap 97% total tenaga kerja nasional (Kemenko Perekonomian RI, 2024). Jumlah tenaga kerja per Agustus 2024 sebesar 144.642,000, maka tenaga kerja di sektor UMKM sebanyak 140 juta orang.

Pembiayaan Perbankan Syariah untuk UMKM sampai September 2024 hanya 17,7% dari total pembiayaan (OJK, 2024). Maka perlu didorong untuk meningkatkan porsi pembiayaan untuk UMKM sampai 30% pada tahun 2025.

Potensi hilirisasi melalui pengolahan sumber daya alam Indonesia untuk memajukan ekonomi melalui pengembangan industri manufaktur dan sektor keuangan serta perbankan syariah, termasuk didirikannya Bank Emas (Bullion Bank).

Dalam kesempatan yang sama, Murniati Mukhlisin mempresentasikan paparan Outlook Ekonomi Syariah.

Menurutnya, tahun 2025 bukanlah tahun pertumbuhan PDB yang pesat, karena pertumbuhan PDB AS diperkirakan hanya sebesar 2,0%, dengan Zona Euro tertinggal jauh (0,9%) dan pertumbuhan Tiongkok (4,2%) jauh di bawah rata-rata historis saat ini.

Inflasi juga dapat bertahan karena belanja fiskal yang lebih tinggi dan kemungkinan kenaikan tarif pajak

Outlook ekonomi Indonesia 2025:

Pertumbuhan ekonomi 5,0% – 5,3%

Inflasi 3,5% – 4,0%

Kebijakan moneter 5,5% – 6,0%

Bursa kerja dan tingkat pengangguran stabil sekitar 5% dan penciptaan lapangan kerja baru di sektor industri, e-commerce, dan energi terbarukan

Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 2024 untuk pertumbuhan PDB stabil di angka 5 persen, didominasi sektor pertambangan, pertumbuhan negatif di sektor pertanian, ekspor lebih tinggi dibanding impor, dan PDB paling tinggi di Jawa dan paling rendah di Maluku dan Papua

Rekomendasi dari perspektif syariah adalah meningkatkan ekspor sektor pertanian.

Trend sektoral global berfokus pada pertanian berkelanjutan

Indeks kebahagiaan Indonesia kelompok umur paling bahagia adalah 25-40 tahun (Susenas januari 2022) yang paling sedih adalah usia 60 ke atas

Dari status perkawinan, status menikah adalah yang paling bahagia, cerai hidup yang paling tidak bahagia. Kasus paling tinggi perceraian karena masalah ekonomi dan motif cerai disebakan karena judi online dan pinjol

Perbankan syariah mewakili sekitar 6,7% dari total aset perbankan Indonesia pada akhir tahun 2024, dengan pertumbuhan aset pada CAGR sebesar 12%–15% dalam beberapa tahun terakhir.

Indonesia adalah pemimpin global dalam penerbitan sukuk, memanfaatkan instrumen ini untuk infrastruktur dan proyek ramah lingkungan.

Meningkatnya permintaan karena meningkatnya kesadaran kelas menengah akan cakupan risiko yang sesuai dengan syariah.

Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mencanangkan kebijakan untuk memperkuat ekosistem keuangan syariah, antara lain:

Kewajiban pemisahan unit syariah oleh bank konvensional.

Pengembangan peta jalan nasional keuangan syariah.

Insentif pajak untuk penerbitan sukuk dan investasi pada

Berdasarkan hasil SNLIK tahun 2024, indeks literasi keuangan Indonesia adalah sebesar 65,43%, artinya dari 100 orang umur 15-79 tahun, hanya 65 orang yang terliterasi keuangan dengan baik (Well Literate). Lebih lanjut, indeks literasi konvensional Indonesia sebesar 65,08%, sedangkan indeks literasi syariah sebesar 39,11%.

Sedangkan untuk indeks inklusi keuangan Indonesia sebesar 75,02% artinya dari 100 orang umur 15-79 tahun, hanya sebanyak 75 orang yang terinklusi keuangan. Lebih lanjut, indeks inklusi keuangan konvensional Indonesia sebesar 73,55% dan indeks literasi keuangan syariah sebesar 12,88%

Untuk meningkatkan level kebahagiaan masyarakat Indonesia diperlukan peningkatan pendapatan

Solusi pendekatan syariah dapat menurunkan faktor perceraian karena syariah menolak unsur riba (pendapatan dan investasi rente), gharar (akad suami istri yang tidak jelas), maysir (judi, spekulasi), dharar (menyakiti), zhalim (menzolimi), haram (lidzatihi atau lighairihi);

Handi Risza yang juga hadir sebagai pembicara dalam diskusi publik yang digelar INDEF ini memaparkan  Kontribusi Ekonomi Syariah untuk Pertumbuhan Ekonomi 8%.

“Milestone perkembangan ekonomi syariah di Indonesia selalu dibarengi dengan apa yang berkembang di masyarakat.” Ujarnya.

Megatren global 2045 meliputi kondisi geopolitik dan geoekonomi, pertumbuhan kelas menengah, climate change, tata kelola keuangan global, isu tentang luar angkasa, urbanisasi, perkembangan teknologi menjadi satu kesatuan yang tidak terpisahkan.

Tren pertumbuhan ekonomi 10 tahun terakhir stuck di angka 5%, lalu pemerintah membuat trajektori pertumbuhan ekonomi bisa mencapai 8%. Selanjutnya sebagai upaya mencapai pertumbuhan tersebut membutuhkan sumber-sumber pertumbuhan ekonomi baru, salah satunya berasal dari ekonomi dan keuangan syariah

Menciptakan sumber pertumbuhan ekonomi baru dari sisi produksi (supply side) melalui peningkatan produktivias pertanian untuk ketahan pangan, hilirisasi dan industrialisasi sektor prioritas, pengembangan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baru, pariwisata, dan peningkatan kualitas SDM.

Upaya meningkatkan dari sisi permintaan (demand side) dengan menjaga konsumsi masyarakat, investasi yang berkualitas, peningkatan ekspor, kebijakan fiskal adaptif, kebijakan moneter yang pro-growth, dan mendorong peran intermediasi keuangan.

Isu keuangan dan ekonomi syariah sudah masuk dalam RPJPPN 2025-2045. Hal ini dapat dilakukan dengan cara:

Industrialisasi, yaitu dengan penguatan ekosistem ekonomi syariah dan industri halal untuk menjadi pusat industry halal dunia

Stabilitas ekonomi makro, yaitu penguatan sektor keuangan syariah dan integrasinya dalam ekosistem ekonomi syariah

Pembiayaan sektor publik, yaitu pengembangan inovasi skema-skema pembiayaan syariah untuk sektor publik

Pembiayaan sektor non-publik, yaitu inovasi produk pembiayaan syariah yang disusun berdasarkan prinsip sewa-menyewa, jual beli dan bagi hasil

Hal yang perlu diperhatikan untuk penguatan ekonomi dan keuangan syariah dalam mendukung Pembangunan ekonomi nasional, yaitu peningkatan posisi keuangan syariah Indonesia di tingkat global, peningkatan peran keuangan sosial syariah dalam rangka pengentasan kemiskinan, penguatan ekosistem industry halal terutama makanan dan minuman, fesyen muslim, dan penguatan literasi, regulasi, kelembagaan serta infrastruktur pendukung ekosistem ekonomi dan keuangan syariah

Perkembangan produk halal 2024, 5 sektor terbesar dalam pertumbuhan PDB adalah industri pengolahan, pertanian, perdagangan, konstruksi, dan pertambangan, dan perkembangan ekonomi syariah/industri halal sudah menjadi bagian dari sektor-sektor tersebut.

Menjadi catatan jika perkembangan industry halal semakin tinggi, diharapkan ada perhitungan tersendiri untuk kontribusinya.

Aset keuangan syariah terus tumbuh pesat mencapai 2742 triliun dengan didominasi oleh pasar modal syariah sebesar 61%. Tetapi, market share keuangan syariah masih di angka 11,41% pada Juni 2024 atau meningkat 2,4% selama 5 tahun. Begitupula market share perbankan syariah baru mencapai 7,44%.

Persentase SBN menggunakan sukuk terus meningkat, dengan jenis penerbitan terbanyak di tradable – Fixed coupon. Sukuk sudah menjadi instrument keuangan negara penting. Namun yang menjadi perhatian adalah penyaluran pembiayaan Bank Syariah ke UMKM mengalami penurunan dalam 4 tahun terakhir, sementara pembiayaan selain UMKM terus meningkat setiap tahunnya.

Kontribusi usaha syariah dan pembiayaan syariah menopang hampir 46.72% (± Rp9.761 Triliun) terhadap PDB nasional tahun 2024. Mayoritas dikontribusikan oleh sektor tertentu, seperti pertanian dan makanan dan minuman halal, PRM, serta fesyen muslim. Pelaku usaha sektor industri halal sebagian besar sektor UMKM. Hal ini semakin memperkuat pertumbuhan halal value chain Indonesia.

Indonesia mencatatkan ekspor produk halal senilai USD 41,42 miliar s/d Oktober 2024. Tingginya ketergantungan industri halal Indonesia terhadap bahan baku impor. Disisi lain, jumlah Sertifikasi Halal mencapai 5,7 juta, pelaku usaha 1,5 juta hingga Desember 2024. Namun belum mencapai target 10 juta sertifikasi halal.

Sampai tahun 2023/2024 perkembangan industry halal ada yang menggembirakan dan perlu ditingkatkan. Misalkan untuk Halal Food sudah berada diposisi ke 2, tetapi untuk Islamic finance misalnya masih jauh dan tertinggal jauh dari Malaysia.

Tantangan structural ekonomi syariah, yaitu permodalan yang terbatas, minimnya kebijakan dan insentif, potensi dana sosial keagaaman yang terdapat dalam Ziswaf belum banyak diberdayakan secara optimal, minimnya kesiapan entitas bisnis syariah dalam menyambut tren dan perkembangan industry halal global, dan belum adanya regulasi yang mengatur secara komprehensif.

Rekomendasi kebijakan meliputi:

Program unggulan, yaitu ekonomi dan keuangan syariah harus menjadi target dalam RPJMN 2025-2029 dan menjadi kebijakan dan program dalam RKP dan APBN 2026

Intervensi kebijakan, yaitu kebijakan merger atau akuisisi Bank BUMN Syariah untuk

berbagi segmen dengan BSI dan kebijakan insentif pengembangan ekonomi dan keuangan syariah

Lembaga pengelola dengan penguatan lembaga pengelola (KNEKS) menjadi lembaga negara yang disahkan oleh UU dan lembaga pengelola ekosistem ekonomi dan keuangan syariah

Hadir Pula dalam diskusi ini, Dr Rahmat Mulyana yang memaparkan “Kebijakan Fiskal Islami untuk Pertumbuhan Ekonomi Tinggi dan Inklusif”.

Terdapat masalah ketidakefisienan pengelolaan anggaran

Masalah selanjutnya adalah ketimpangan distribusi pendapatan, seperti bansos tetapi tidak mengurangi ketimpangan dan cenderung konsumtif

Keberlanjutan fiskal terancam karena beban hutang tinggi mendekati 40% dan bunga hutangnya sudah Rp500 triliun

Adanya tumpeng tindih dan sistem perpajakan yang kurang berkeadilan (PPN akan menjadi 12% tetapi tax rationya belum 10% artinya pajak pajak yang lain baru menyumbang 7%).

Inklusif secara syariah adalah sebuah keniscayaan (pembangunan harus tinggi dan tidak hanya tinggi pertumbuhannya)

Dengan pertumbuhan yang inklusif maka pertumbuhan ekonomi bisa menjadi tinggi.

Untuk mencapai pertumbuhan yang inklusif, maka yang harus dilakukan secara syariah bisa mengintegrasikan zakat dalam sistem perpajakan, penerapan pajak progresif yang lebih tegas (buktinya adalah penerimaan pajak dari non ppn lebih rendah dan tax ratio lebih rendah), pengembangan sukuk negara, optimalisasi wakaf produktif, diversifikasi sumber pembiayaan syariah, penguatan pembiayaan UMKM (dengan menekankan skema pembiayaan berbasis bagi hasilpemanfaatan dana zakat untuk modal kerja, platform crowdfunding syariah).

Selain itu dilakukan perbaikan distribusi dengan alokasi anggaran berbasis kinerja, prioritas belanja produktif sektor riil, sistem monitoring berbasis teknologi, program pemberdayaan berbasis masjid/pesantren, dan integrasi Ziswaf dalam pengentasan kemiskinan

Strategi pelaksanaan yang dilakukan melalui pengembangan indikator kinerja berbasis maqashid syariah, penerapan audit syariah komprehensif, evaluasi dampak berkala, penguatan koordinasi antar stakeholder, dan optimalisasi peran ormas islam

Dampak yang diharapkan adalah pertumbuhan ekonomi tinggi (target 8%), penurunan ketimpangan, penguatan sektor UMKM, keberlanjutan fiskal, inklusi keuangan syariah, dan kesejahteraan masyarakat meningkat.

Nur Hidayah memaparkan “Outlook Kerangka Regulasi Ekonomi Syariah di Era Presiden Prabowo 2025-2029.”

Perkembangan regulasi ekonomi syariah menurutnya, terus mengalami dinamika sejak 1992 ketika berusaha memberikan landasan bagi bank dengan ketentuan 0% sampai tahun 2023 terdapat UU P2SK

Perbandingan perkembangan ekonomi syariah Indonesia dengan Malaysia masih tertinggal jauh meskipun penduduknya jauh lebih banyak. Sebagai contoh, market share perbankan syariah masih 7,38% tetapi di Malaysia sudah mencapai 42%

“Perbandingan industri halal sangat tipis, meskipun secara jumlah penduduk jauh lebih kecil dibanding Indonesia.” Ucapnya.

Dia menambahkan, dfaktor regulasi yang memengaruhi ketertinggalan Indonesia dibanding Malaysia, yaitu:

1) Pengaturan & pengawasan seluruh sektor ekonomi dan keuangan syariah yang terintegrasi oleh BNM & JAKIM;

2) Kemungkinan terjadinya tumpang tindih kebijakan karena masih beragamnya lembaga otoritas yang mengatur dan mengawasi sektor-sektor ekonomi syariah;

3) Efisiennya penyusunan regulasi karena lembaga penyusun fatwa (SAC) di bawah naungan BNM & berwenang menyusun regulasi;

4) Kurang efisiennya penyusunan regulas karena lembaga penyusun fatwa (DSN) hanyalah organisasi masyarakat yang tidak berwenang menyusun regulasi;

5) DIterapkannya model top-down dalam penerbitan regulasi, dimana pemerintah menerbitkan regulasi sebelum penerapan industri ekonomi syariah dilakukan seperti sektor perbankan syariah;

6) Diterapkannya meodel bottom-up dalam penerbitan regulasi dimana penerbitan regulasi karena adanya permintaan dari masyarakat seperti penerbitan UU Perbankan Syariah tahun 2008 dilakukan setelah pendirian bank syariah pertama pada tahun 1992;

7) Regulasi seluruh sektor ekonomi syariah terintegrasi dalam Islamic Financial Services Act dan SAC Resolution; dan

8) Regulasi sektor-sektor ekonomi syariah tersebar pada beberapa undang-undang dan peraturan lembaga otoritas sehingga berkemungkinan terjadinya tumpang tindih ketentuan dan Undang-Undang Omnibus Law Ekonomi Syariah masih dalam proses legislasi legislatif dan belum disahkan.

Regulasi perbankan syariah terdapat Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008, kemudian diperbarui dengan Undang-Undang P2SK

Secara kinerja perkembangan industri syariah didominasi oleh sektor pasar modal dan perbankan

Aset perbankan syariah pada tahun 2023 adalah sebesar Rp892,17 triliun, atau tumbuh sebesar 11,21% dibandingkan tahun 2022.

Pertumbuhan rata-rata aset perbankan syariah tetap kuat selama lima tahun terakhir, ditunjukkan dengan pertumbuhan aset perbankan syariah yang terus berada pada angka double digit.

BUS mencatatkan penambahan aset paling banyak sebesar Rp62 triliun atau 11,82% kemudian dilanjutkan oleh UUS dengan penambahan aset sebesar Rp24 triliun atau 9,61% dibandingkan tahun 2022.

“Sebelum UU 21/2008, pangsa pasar perbankan syariah relatif kecil di bawah 2% dan setalah UU 21/2008 mengalami peningkatan.” Imbuhnya.[]

Berita Terkait

Baca Juga

Comment