Ina Agustiani, S.Pd*: Derita Keluarga Dan Pendidikan Di Masa Pandemi

Opini650 Views

 

 

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA – Ibu sudah selayaknya menjadi ratu di rumah tangga, mendapat pelayanan terbaik dari suaminya. Pendidikan adalah ujung tombak masa depan keluarga dan negara, jika tak difasilitasi dengan baik, siap-siap saja menunggu kehancuran secara perlahan.

Tak dipungkiri ujian demi ujian terus berdatangan di masa pandemi ini, negara maju sudah hampir menyerah, negara miskin dan berkembang hampir sekarat diambang jurang kematian. Masalah terus berdatangan dan kita lihat bagaimana penanganannya.

Rentetan kasus kembali terjadi di masa pandemi ini, karena tak kuat menahan beban belajar secara daring yang berat, seorang ibu yang tega menganiaya anaknya sampai tewas, hanya karena tak mengerti belajar saat daring dari gurunya, usianya baru 8 tahun.

Kejadian ini terjadi di Banten, menurut penuturan Kasat Reskrim Polres Lebak, AKP David Adhi Kusuma. Parahnya setelah mengetahui anaknya tewas oleh ibunya, sang suami malah membantu menguburkan jenazah anaknya untuk menutupi jejak istrinya agar tak ditangkap polisi, bahkan sampai membuat laporan kehilangan anak untuk mengelabui aparat. Peristiwa ini terbongkar setelah warga setempat menemukan gundukan tanah yang masih basah, namun tidak ada satupun warga yang tahu kuburan siapa itu.

Dan tak kalah mirisnya, seorang Ibu membunuh 3 anaknya yang berusia 2,4 dan 5 tahun 13 Desember lalu di Nias Utara. Usai membunuh, ibu ini mencoba bunuh diri dengan cara menyayat lehernya sendiri dengan menggunakan parang namun gagal, dilarikan kerumah sakit, masih mencoba menebus rasa bersalahnya dengan tak mau makan, sehingga dirawat beberapa hari, sampai akhirnya meninggal seperti yang ia inginkan.

Seorang ibu pada dasarnya adalah tempat paling nyaman untuk anak-anaknya, dan keluarga adalah tempat paling aman, mereka yang menjaga dari marabahaya sekuat tenaga melindungi buah hatinya.

Cacatnya fungsi keluarga dan ekonomi yang kian terhimpit paska pandemi, serta kebijakan sistem pendidikan yang tak merata dan tak terjangkau dengan sistem daring, adalah akumulasi kejadian 2 kasus di atas, dan masih banyak ribuan kasus serupa.

Tiada lain karena sistem kapitalis yang usang masih bertengger ( yang mementingkan pada kapital=modal; uang), yang diutamakan pemilik modal. Rakyat justeru dimarginalkan.

Sedangkan kewajiban penguasa adalah meriayah (tanggung jawab), para orang-orang kapital senantiasa ada diantara penguasa dan rakyat melalui investasi.

Sekitar 30 persen anak saja yang terlayani daring karena tidak ada pemetaan daerah mana yang butuh penguat sinyal untuk dibelikan alat daring. Banyak anak-anak miskin di daerah yang dapat kuota belajar tapi jaringan internet bermasalah hingga tidak bisa melakukan PJJ.

Kondisi di atas disinyalir berdasar survei Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) pada April menunjukkan 79,9% anak stres dengan pembelajaran jarak jauh.

PJJ di tengah pandemi butuh kesiapan. Negara harus menyediakan infrastruktur memadai dan merata seperti jaringan internet, gawai, kuota, program pembelajaran, kesiapan jajaran terkait sampai pada guru yang terjun langsung kepada murid. Semua ini membutuhkan biaya yang sangat besar.

Islam mampu memenuhi ini semua, kas baitul mal yang dipakai dari sumber daya alam melimpah dan dikelola oleh negara secara mandiri tanpa tendensi negara lain, tidak ada istilah jual-menjual ‘harta milik sendiri’ dengan dalih investasi. Dari situ hasilnya untuk kesejahteraan rakyat.

Dalam Islam, seorang khalifah (pemimpin) bertanggung jawab memenuhi sarana dan prasarana yang dibutuhkan rakyatnya, saat pandemipun tak ada masalah semua kebetuhan pendidikan dipenuhi.

Berharap peristiwa tragis ini dapat membuka mata kita semua mengenai buruknya sistem kapitalis yang kali ini memakan korban, yaitu generasi muda harapan bangsa.

Sungguh menyesakkan dada bahwa negara sebesar indonesyini sumber daya alam melimpah ruah, pos pemasukan negara hanya mengandalkan pajak dari rakyat yang rata-rata menengah kebawah.

Kemanakah hasil SDA? Dipakai untuk apa? Gunung Emas Freeport? Minyak bumi? Hasil hutan? Hasil laut?

Tentu habis dibawa tikust berdasi atas nama investasi dan hutang ditambah korupsi stadium akut seakan hal umrah dijajaran para pengemban kebijakan kapitalistik.
Semakin rindu hadirnya sistem Islam yang menjamin kebutuhan rakyatnya dengan aturan yang berasal dari Allah Yang Maha Sempurna.
Wallahu a’lam.[]

Comment