Penulis: Sutiani, A. Md !| Aktivis Muslimah
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengungkapkan Indonesia membutuhkan impor beras karena sulit untuk mencapai swasembada. Terlebih jumlah penduduk Indonesia yang terus bertambah dan mereka butuh beras.
“Yang kita harapkan adalah kita ini ingin tidak impor beras lagi, tapi itu dalam prakteknya sangat sulit karena produksinya gak mencapai karena setiap tahun. Kita bertambah yang harus diberikan makan,” kata Jokowi di acara Pembinaan Petani Jawa Tengah, Di Banyumas.
Menurut Jokowi setidaknya ada 4 juta – 4,5 juta bayi yang baru lahir setiap tahun. Sehingga kebutuhan akan pangan seperti beras akan bertambah setiap tahunnya.
“Semua butuh makan, penduduk kita sudah hampir 280 juta jiwa butuh makan, semua butuh beras, butuh beras semua,” tegas Jokowi. (CNBC.Indonesia, 02/01/2024)
Bertambahnya jumlah penduduk Indonesia sehingga mendesak impor beras karena sulit untuk mencapai swasembada. Jikalau kita melihat ada beberapa lahan pertanian kini disulap menjadi bangunan-bangunan rumah KPR. Harga pupuk dan pestisida yang mahal juga menjadi faktor petani sulit mengelola tanaman padinya sehingga panen yang dihasilkan pun menurun.
Persoalan ini menunjukkan tidak mampunya negara dalam mengelola bahan pangan,seperti harga beras. Itu semua merupakan salah satu kebutuhan pokok yang seharusnya dapat dipenuhi oleh rakyat dengan baik. Tidak dipungkiri problem tersebut merupakan salah satu bukti tidak berdayanya pemerintah dalam menyediakan bahan pangan.
Hal ini disebabkan negara dalam pengelolaan bahan pokok belum dikatakan baik sepenuhnya. Adapun impor bahan pangan yang dilakukan bukanlah menjadi solusi, namun dampaknya justru membuat harga menjadi tinggi sehingga semakin menyulitkan rakyat.
Akan tetapi, aparat pemerintah memilih kebijakan tersebut karena adanya keuntungan dibalik itu. Jadi jelaslah, bahwa semua kebijakan yang diambil atas keuntungan pribadi semata. Negara tidak bisa berbuat apa-apa karena negara saat ini menerapkan sistem kapitalis yang mengusung kebebasan salah satunya kebebasan berekonomi.
Dari sini terlihat jelas bahwa negara tidak bijaksana dalam menyelesaikan problem rakyat dan opsi impor menjadi solusi akhir tentu ini menambah beban hidup rakyat yang kian mahal. Jadi, setiap kebijakan yang dibuat pemerintah bersifat pragmatis tidak sampai pada solusi yang menuntaskan.
Pada hakikatnya, akar masalah di negeri ini adalah karena masih tertancapnya sistem ekonomi kapitalisme yang mengatur dan menggerakkan penguasa sesuai kehendaknya demi tercapainya cuan yang sebesar-besarnya termasuk salah satunya bagian impor pangan berarti negara tidak bertanggung jawab atas pemenuhan rakyat secara universal. Jauh berbeda dengan sistem Islam, khalifah akan bertanggung jawab perihal masalah pemenuhan pangan sesuai prinsip ekonomi Islam.
Lantas rakyat pun dengan mudah memperoleh bahan pangan dengan murah dan tentunya terjangkau. Adapun kebijakan yang akan diterapkan Khilafah adalah untuk lahan pertanian termasuk kepemilikan umum maka Khalifah tidak memberikan izin kepada pengusaha asing dan aseng untuk mengelolanya.
Kemudian negara akan menjaga pasokan bahan pangan dalam negeri misalnya, memberikan para petani beras pelatihan, edukasi, modal, bahkan sarana barang jasa untuk mempermudah jalannya produksi, serta penunjang infrastruktur. Jika pasokan dalam negeri belum tercukupi maka khalifah tidak akan memberikan izin ekspor keluar.
Kendati pun dalam negeri kekurangan bahan pokok maka akan mengambil pilihan impor dari luar namun Khilafah akan tetap berusaha mengolah tanaman padi supaya tidak melakukan impor sehingga harga beras tidak menyesengsarakan warga negaranya.
Terakhir Khalifah akan terus memantau penentuan harga pasar supaya tidak ada yang merasa dizalimi. Kepemimpinan dalam Islam harus berlandaskan akidah yang kokoh tentunya. Setiap kebijakan yang diputuskan atas dasar aturan Allah SWT yang tujuannya hanya untuk menggapai ridha-Nya.
“Imam (Khalifah) yang menjadi pemimpin manusia, adalah (laksana) penggembala, dan hanya dialah yang bertanggung jawab terhadap (urusan) rakyatnya.” (HR Bukhari).
Pengaturan perdagangan ekonomi islam wajib mengikuti syariat Islam, berpegang teguh pada Al-Qur’an dan As-Sunnah dan mengambil kemaslahatan rakyat. Negara sebagai penentu keputusan setiap kebijakan berlandaskan apakah bernilai strategis, nilai guna, dan bermanfaatkah untuk rakyat.
Alhasil, jika negara menjalankan peraturan tersebut, niscaya akan dapat meminimalisir harga bahan pokok di pasaran sehingga dapat dijangkau oleh rakyat. Semua itu bisa terwujud ketika Islam bisa diterapkan secara kaffah kembali di dalam institusi sebuah negara. Wallahualam bissawab.[]
Comment