Penulis: apt. Qisti Pristiwani, S.Farm | Aktivis Dakwah
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Mendambakan kesejahteraan hakiki dalam sistem ekonomi kapitalisme bagaikan menumbuhkan padi di atas batu. Sangat sulit, bahkan mustahil dilakukan.
Begitulah kondisi masyarakat saat ini, berjuang setengah mati untuk bisa mendapatkan kelayakan dan kesejahteraan hidup. Masyarakat berjuang sendiri memenuhi kebutuhan pokok berupa sandang, pangan, papan, hingga mendapatkan pelayanan pendidikan, kesehatan, keamanan dll.
Semua kebutuhan mendasar itu mengharuskan masyarakat mengeluarkan biaya yang tidak sedikit. Terlebih lagi harga kebutuhan pokok pun juga mahal.
Belum lama ini, Badan pusat statistik (BPS) merilis terkait standar hidup layak 2024 sebesar Rp1,02 juta per bulan (CNN Indonesia 28/11/2024).
Maka bagi masyarakat yang pengeluarannya mencapai angka tersebut sudah dikatakan hidup layak. Tentu ini adalah penilaian yang perlu dikaji ulang di sulitnya ekonomi dan kebutuhan hidup yang serba mahal.
Dalam sebuah keluarga, kepala keluarga mesti membiayai kebutuhan istri dan anak-anaknya yang tidak sedikit. Dengan gaji 3 jutaan per bulan pun, masih banyak hal yang mesti “dihemat” oleh keluarga tersebut. Apalagi dengan pengeluaran 1 jutaan perbulan, dapatkah dianggap sudah layak hidupnya?
Angka standar hidup layak tersebut didapatkan dari perhitungan pendapatan per kapita yang merujuk pada konsep ekonomi kapitalis ala Adam Smith, yakni menghitung pendapatan individu secara kolektif. Sehingga, keberadaan orang-orang miskin tersamarkan.
Maka data penurunan angka kemiskinan yang dirilis juga belum bisa dipercaya sepenuhnya. Karena tak sesuai dengan fakta di lapangan.
Di sisi lain, standar hidup layak tapi tak layak ini menunjukkan kegagalan negara mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Seharusnya, penguasa malu. Namun, tampaknya saat ini pun penguasa masih terus membiarkan masyarakat larut dalam kesengsaraan.
Tampak jelas bahwa para penguasa dan pejabat negara tidak memprioritaskan kesejahteraan masyarakat sebagai hal yang perlu segera diwujudkan. Negara hadir justru layaknya sebagai pebisnis yang menjual jasa/produknya pada rakyat.
Maka tak heran, kebutuhan pokok serba mahal dan segala fasilitas pelayanan seperti kesehatan dan sekolah juga berbayar mahal. Beginilah kehidupan dalam sistem kapitalisme yang hanya memikirkan keuntungan pribadi/kelompok ketimbang kepentingan publik (rakyat).
Berbeda dengan sistem kehidupan yang diatur dengan syariat Islam. Di dalam Islam, negara mempunyai kewajiban mengurusi rakyayat, termasuk di dalamnya menjamin kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat. Sehingga para penguasa dan pejabat negara yang diberi amanah mengurusi urusan masyarakat bersungguh-sungguh untuk mewujudkannya karena ketaatannya pada Allah. Salah satunya adalah dengan menerapkan politik ekonomi Islam.
Dalam sistem ekonomi Islam, kebutuhan pokok masyarakat wajib dipenuhi oleh negara. Sehingga harga kebutuhan pokok terjangkau oleh masyarakat, melalui penyediaan lapangan pekerjaan dan upah layak bagi para pencari nafkah.
Pelayanan kesehatan, pendidikan (sekolah) dan pelayanan keamanan sangat murah bahkan gratis. Hal ini dapat terwujud karena sumber pemasukan negara dalam Islam meliputi banyak hal, di antaranya adalah pengelolaan harta kepemilikan umum oleh negara yang meliputi; barang tambang, minyak bumi, gas, batubara dll.
Kepemilikan umum adalah hak milik seluruh kaum muslimin sehingga setiap individu berhak memanfaatkannya tapi tidak untuk memprivatisasi menjadi hak milik pribadi. Hal ini sesuai dengan sabda Rasul, “Manusia berserikat dalam tiga perkara yaitu : air, padang gembalaan, dan api” (H.R Abu Dawud).
Maka komoditas milik umum tersebut dapat langsung dimanfaatkan setiap orang seperti air, padang rumput, sungai boleh digunakan. Apabila komoditas milik umum tersebut sulit dimanfaatkan secara langsung seperti minyak bumi dan barang tambang lain, maka ini menjadi tugas negara mengelola dan mendistribusikan kembali hasilnya kepada seluruh masyarakat berupa gaji para pegawai, fasilitas umum, sekolah, kesehatan, listrik gratis, dan untuk kepentingan negara lainnya.*
Dengan demikian, negara tidak akan membiarkan masyarakat berjuang sendiri memenuhi kebutuhan pokoknya. Sistem ekonomi Islam telah terbukti memberi kelayakan hidup dan jaminan kesejahteraan kepada masyarakat.
Oleh karena itu sistem inilah yang layak dijadikan sebagai landasan kebijakan ekonomi yang pasti memberi kesejahteraan hidup semua rakyat tanpa kecuali. Sistem lain hanya sebuah ilusi. Wallahu a’lam bish shawab.[]
*Mengenal sistem Islam dari a sampai z, hal : 148.
Comment