Ika Maulida, S.E |
RADARINDONESIANEWS.CON, JAKARTA – Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Puan Maharani menyatakan kenaikan iuran BPJS Kesehatan akan berlaku mulai 1 September 2019.
Pemerintah berencana menaikkan iuran kepesertaan BPJS Kesehatan hingga dua kali lipat. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengusulkan peserta kelas mandiri I naik dari Rp80 ribu per bulan menjadi Rp160 ribu per bulan. Lalu kelas mandiri II naik dari Rp59 ribu per bulan menjadi Rp110 ribu dan iuran kelas mandiri III meningkat menjadi Rp42 ribu dari Rp25.500 per bulan. Ia menyebut tanpa kenaikan iuran, defisit BPJS Kesehatan tahun ini bisa mencapai Rp32,8 triliun. (cnnindonesia.com).
Tidak cukup sampai disitu, dikutip dari laman tirto.id Pemerintah memutuskan untuk memangkas subsidi energi dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2020 menjadi Rp137,5 triliun. Angka ini turun sekitar 3,58 persen dari alokasi subsidi energi di 2019 yang mencapai Rp142,6 triliun. Dalam asumsi dasar sektor energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) APBN 2020, subsidi yang dipatok pemerintah untuk bahan bakar minyak (BBM) jenis tertentu, LPG 3kg dan listrik masing-masing sebesar Rp18,8 triliun, Rp52 triliun, serta Rp62,2 triliun. Pemangkasan subsidi ini memunculkan kekhawatiran terhadap kenaikan harga di tahun depan. Terlebih, tahun politik sudah lewat dan volume konsumsi energi juga diproyeksikan lebih tinggi ketimbang APBN 2019.
Bagaikan jatuh tertimpa tangga itulah yang dialami rakyat indonesia saat ini, ketika pelayanan kesehatan dinaikkan iuran pembayarannya kemudian ditambah lagi terdapat rencana pemangkasan subsidi untuk energi yang pastinya akan berdampak pada kenaikan harga bahan-bahan pokok. Sungguh menjadi penderitaan rakyat yang tidak ada habisnya. Sejatinya kesehatan merupakan salah satu kebutuhan terpenting masyarakat yang pemenuhannya adalah bagian dari tugas pemerintah negeri ini.
Mahalnya biaya kesehatan itu buah dari kebijakan pemerintah yang mengadopsi ideologi negara barat khususnya AS, yakni kapitalisme. Paradigma berfikir kapitalis telah menempatkan posisi kebutuhan rakyat adalah bagian dari objek yang diperjualbelikan, pola relasi antara penguasa dan rakyat lebih ibarat penjual dan pembeli.
Lebih lanjut pemimpin menempatkan diri sebatas pembuat regulasi sementara kebutuhan rakyat dikembalikan dengan relasi mekanisme pasar.
Islam merupakan agama yang komprehensif dalam pengaturan setiap aspek kehidupan, Islam memiliki aturan terkait tugas dan tanggungjawab seorang pemimpin (imam/Khalifah), sebagaimana hadits Rasulullah Saw:
“Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR al-Bukhari).
Dalam Islam, hubungan Pemerintah dengan rakyat adalah hubungan pengurusan dan tanggung jawab. Negara (Khalifah) bertanggung jawab penuh dalam memelihara urusan rakyatnya. Sebagai bagian dari ri’ayah itu maka urusan kesehatan rakyat harus ditanggung sepenuhnya oleh negara.
Sungguh hal ini pernah dilakukan dan dicontohkan dengan teladan yang amat mulia oleh Baginda Rasulullah Saw. dan dilanjutkan dengan gemilang oleh para khalifah sesudahnya. Sebagai kepala pemerintahan beliau mencurahkan segenap perhatiannya untuk melayani dan mengurus setiap kebutuhan rakyat yang ada di bawah tanggung jawabnya.
Nabi SAW bersabda: “Setiap dari kalian adalah pemimpin dan bertanggung jawab untuk orang-orang yang dipimpin. Jadi, penguasa adalah pemimpin dan bertanggung jawab atas rakyatnya.” [Bukhari & Muslim]
Imam bertanggung jawab untuk mengelola urusan-urusan rakyat. Salah satu kebutuhan dasar adalah bahwa Khilafah harus menyediakan layanan kesehatan. Ketika Rasulullah SAW sebagai kepala negara di Madinah diberikan seorang dokter sebagai hadiah, ia tugaskan dokter tersebut ke umat Islam. Kenyataan bahwa Rasulullah SAW menerima hadiah dan dia tidak menggunakannya, bahkan dia menugaskan dokter itu kepada kaum muslimin, dan hal ini adalah bukti bahwa kesehatan adalah salah satu kepentingan umat Islam.
Karena negara berkewajiban untuk membelanjakan anggaran negara pada penyediaan sistem kesehatan gratis untuk semua orang, maka Baitul-Mal harus menyusun anggaran untuk kesehatan.
Khilafah pada masa itu menyediakan banyak rumah sakit kelas satu dan dokter di beberapa kota: Baghdad, Damaskus, Kairo, Yerusalem, Alexandria, Cordova, Samarkand dan banyak lagi. Kota Baghdad sendiri memiliki enam puluh rumah sakit dengan pasien rawat inap dan pasien rawat jalan dan memiliki lebih dari 1.000 dokter.
Rumah sakit umum seperti Bimaristan al-Mansuri, didirikan di Kairo pada tahun 1283, mampu mengakomodasi 8.000 pasien. Ada dua petugas untuk setiap pasien yang melakukan segala sesuatu untuk diri pasien agar mendapatkan kenyamanan dan kemudahan dan setiap pasien mendapat ruang tidur dan tempat makan sendiri. Para pasien baik rawat inap maupun rawat jalan di beri makanan dan obat-obatan secara gratis.
Dari catatan sejarah di atas, kita melihat bahwa ketika Penguasa benar-benar menerapkan aturan Allah SWT, barulah saat itu masyarakat akan benar-benar merasakan kesejahteraan. Dan selama negeri ini masih mengadopsi sistem politik dan ekonomi kapitalisme, rasanya tidak mungkin semua itu akan terwujud. Kecuali jika kita mau kembali untuk melaksanakan syariah Islam secara totalitas. Hanya dengan penerapan syariah dalam bingkai Khilafah Rasyidah saja,kesehatan gratis dan bermutu bisa dirasakan oleh seluruh rakyat tanpa kecuali baik kaya atau miskin, muslim atau non muslim.Wallahu a’lam.
Comment