RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA–– Institute for Essential Services Reform (IESR), sebuah lembaga think tank terkemuka di bidang energi dan lingkungan, meluncurkan dua kajian mengenai perkembangan energi surya dan penilaian sistem penyimpanan energi di Indonesia, Selasa (15/10/24).
Laporan Indonesia Solar Energy Outlook (ISEO) 2025 menunjukkan bahwa meskipun target energi surya dalam Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) dan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN cukup ambisius, pertumbuhannya masih lambat.
Hingga Agustus 2024, kapasitas terpasang hanya mencapai 718 MW. Namun, peluang besar terbuka dengan rencana pengembangan energi surya oleh pemerintah dan PLN yang mencapai 17 GW.
Selain itu, dalam laporan Powering the Future, IESR menilai Indonesia masih berada pada tahap awal adopsi Energy Storage System (ESS). Direktur Eksekutif IESR, Fabby Tumiwa, menjelaskan bahwa Indonesia perlu menambah kapasitas PLTS hingga 77 GW pada tahun 2030 untuk mencapai target global dalam membatasi kenaikan suhu bumi sebesar 1,5 derajat Celcius sesuai dengan Persetujuan Paris. Tantangan intermitensi energi surya harus diatasi dengan integrasi ESS ke dalam sistem kelistrikan.
Fabby juga menyoroti bahwa penambahan kapasitas energi surya sejak 2022 tergolong lambat. Ia mendorong pemerintah untuk lebih ambisius meningkatkan kapasitas energi surya dan menyinergikannya dengan komitmen penurunan emisi yang lebih ambisius melalui Second Nationally Determined Contribution (SNDC).
Alvin Putra Sisdwinugraha, penulis ISEO 2025, mencatat bahwa investasi energi surya meningkat dua kali lipat sejak 2021, mencapai USD 134 juta pada 2023. Kestabilan regulasi dan kejelasan proyek energi surya menjadi faktor penting dalam menarik investasi.
Laporan Powering the Future menekankan pentingnya penyimpanan energi dalam mencapai net zero emissions pada 2060. Proyeksi kebutuhan penyimpanan energi mencapai 60,2 GW, dengan pengembangan sistem penyimpanan energi diperkirakan meningkat signifikan seiring pengembangan skema ekspor listrik ke Singapura.
IESR menyarankan pemerintah untuk mempercepat adopsi ESS dengan perbaikan kerangka regulasi, pengembangan infrastruktur, dan teknologi penyimpanan energi, serta memastikan praktik penambangan baterai yang bertanggung jawab.[]
Comment