Hutang Semakin Tinggi, Apa Dan Bagaimana Solusinya?

Opini611 Views

 

 

 

Oleh : Rantika Nur Asyifa, Ibu Rumah Tangga

__________

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Ekonom senior Institute for Develompent of Economic and Finance (Indef), Didik J Rachbini memaparkan perjalanan utang Indonesia dari masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ke masa Presiden Joko Widodo.

Menurut Didik, di akhir masa jabatan pada 2014 lalu, SBY mewariskan utang sebesar Rp 2.700 triliun. Di periode Jokowi, utang itu melonjak drastis.

“Pada waktu SBY terkahir memimpin beralih ke Jokowi utangnya itu sekitar Rp 2.700 triliun. Bu Sri Mulyani kemarin melihat datanya sendiri Rp 6.336 triliun. Jadi (naik) 150 persen dalam waktu hanya 5-6 tahun, utang selama puluhan tahun di-by pass lebih dari dua kali lipat,” ujar Didik dalam sebuah diskusi virtual, Rabu (24/3/2021).

Didik menambahkan, utang tersebut belum ditambahkan utang-utang milik BUMN. Berdasarkan data yang diperolehnya, posisi utang BUMN di luar utang tabungan dan deposito berada dikisaran Rp 2.100 triliun.

” Jadi kalau ditambah Rp 6.300 triliun, jadi Presiden Jokowi itu mewariskan sekarang Rp 8.000 triliun utang. Ini suatu prestasi yang besar dan ini perlu dicermati,” kata dia.

Di masa lalu, pelebaran defisit APBN dari 1 persen ke 2 persen perlu melalui perdebatan yang panjang. Saat ini, kata Didik, defisit APBN mencapai 45 persen.

“Sekarang semau-maunya, sampai defisitnya 45 persen. Mau utang berapa saja silahkan. Itu sekarang kita membayar bunganya saja Rp 330 triliun, ditambah pokoknya, sehingga kita membayar utang dalam satu tahun itu sangat besar Rp 700-800 triliun,” jelasnya, (Kompas.com, 24/3/2021).

Sementara itu, Peneliti Center of Industry, Trade, and Investment Institute of Development for Economics and Finance (Indef) Dzulfian Syafrian memperkirakan utang Indonesia sekarang akan berdampak pada generasi mendatang, khususnya generasi milenial.

Menurut Dzulfian, utang jangka panjang Indonesia, baik publik maupun swasta, berpotensi besar memengaruhi kehidupan generasi berikutnya.

Berdasarkan data CEIC yang diolahnya, utang publik dan swasta sama-sama meningkat sejak era kepresidenan Jokowi. Swasta bahkan lebih gemar berutang dengan tenor jangka panjang, sedangkan utang jangka pendek relatif stabil.

Selain itu, swasta cenderung memilih utang dalam mata uang asing, sedangkan publik cenderung memilih domestik. Menurut Dzulfian hal tersebut disebabkan kebijakan pemerintah yang lebih populis.

“Utang dalam negeri lebih diterima masyarakat secara politis, kalau berbau asing agak reluctant. Padahal, utang dalam negeri itu bunganya lebih mahal, akhirnya kebijakan populis, namun merugikan negara,” jelasnya, (Bisnis.com, 24/3/2021).

Semua ini jelas, semakin meningkatnya hutang, maka negara secara gamblang memperlihatkan bahwa tidak bisa mengatasi permasalahan hutang. Bukannya mengurangi hutang, malah hutang semakin tinggi.

Lalu bagaimana solusi untuk mengurangi hutang atau bahkan melunasinya ?

Semua yang terjadi tidak lain adalah karena diterapkannya sistem kapitalis yang kini menjadi acuan dalam permasalahan sistem keuangan dan pemerintahan negara.

Padahal sudah jelas bahwa kapitalis ini ialah sistem buatan manusia yang dimana asas nya hanya berlandaskan manfaat atau materi saja dan tidak bisa menyelesaikan problematika yang terjadi, malah mempersulit masalah yang ada.

Lain halnya dengan Islam sungguh merupakan sebuah aturan yang lengkap. Allah pun telah menjamin umat manusia akan sejahtera jika menjadikan Islam sebagai petunjuk. Sebagaimana ayat berikut, “Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” (QS Al-Anbiya: 107).

Dengan sistem Islam, negara akan berusaha memberikan keadilan. Maksud adil sesuai Islam adalah menempatkan segala aturan atau kebijakan sesuai dengan tuntunan syara’. Konsep keuangan dalam Islam misalnya, tidak memperbolehkan riba apa pun bentuk dan alasannya. Usaha yang dilakukan harus sesuai dengan tuntunan syara’.

Sumber pendapatan pun tidak berbasis hutang. Pengelolaan sumber daya alam dikelola sendiri, tidak diberikan kepada para kapitalis atau asing. Selain itu, pendapatan negara juga dari jizyah, kharaj, ganimah, fai, harta tak bertuan, harta dari tindakan curang, dll.

Dengan demikian, seluruh pendapatan negara dapat dimanfaatkan untuk keperluan administrasi dan pelayanan kepada rakyat. Kas negara akan dipakai untuk memberikan layanan gratis atau murah dalam bentuk layanan umum, pendidikan, kesehatan, dan keamanan; serta menjamin terpenuhinya sandang, pangan, dan papan.Wallahu a’lam bisshawab.[]

Comment