Oleh : Emmy Emmalya, Analis Mutiara Umat Institute
__________
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — Di tengah rapat paripurna, Selasa (6/9), Ketua DPR Puan Maharani seperti dilansir cnbcindonesia (7/9/2022), mendapatkan kejutan ulang tahun. Seluruh anggota DPR menyanyikan lagu ‘Selamat Ulang Tahun’ karangan Jamrud dan bertepuk tangan.
Pada saat bersamaan, ribuan buruh dan mahasiswa menggelar demo menolak kenaikan bahan bakar minyak (BBM) di depan Gedung DPR.
Ironis, di tengah rakyat melakukan aksi dan berteriak meminta pemerintah membatalkan kenaikan BBM, anggota dewan jutru bersuka cita bertepuk tangan menyanyikan lagu ulang tahun.
Sungguh hal ini tidak mencerminkan etika seorang wakil rakyat yang semestinya memiliki rasa empati kepada rakyat yang tengah menjerit memohon agar lebih peduli terhadap nasib mereka.
Tak ada satupun dari mereka memperdulikan peserta aksi yang tengah menyampaikan keluh kesahnya. Para anggota dewan itu seakan lupa siapa yang telah menjadikan mereka duduk di kursi DPR saat ini. Benar-benar habis manis sepah dibuang.
Demikianlah jika negara mengambil sandaran sistem yang bukan pada Islam. Para pemimpin yang semestinya fokus mengurusi dan mendahulukan kepentingan rakyat justru mengambil kebijakan yang tak memihak sama sekali kepada rakyat.
Bahkan mereka tega bernyanyi dan merayakan ulang tahun di saat rakyat berteriak memanggil mereka agar membatalkan kenaikan BBM. Belum lagi jeritan rakyat yang kelaparan akibat efek domino dari kebijakan kenaikan BBM ini.
Rakyat yang dulu dinantikan suaranya untuk memenangkan pencalonan dirinya menjadi tak berarti sama sekali setelah mereka menjadi pejabat di negeri ini.
Sikap mereka ini sangat kontras dengan para penguasa negeri Islam dahulu. Sebut saja khalifah Umar bin Khatab, banyak di kisahkan ketika beliau menjadi seorang penguasa selalu turun berkeliling ke rumah-rumah penduduk untuk memastikan kebutuhan rakyatnya.
Dikisahkan ketika beliau mendengar tangisan seorang anak karena lapar dan tak sabar menunggu ibunya menggoreng batu sebagai upaya berpura pura karena tidak memiliki gandum untuk dimasak.
Mendengar peristiwa itu Umar bin Khatab langsung memikul sekarung makanan untuk diberikan pada ibu tersebut, karena beliau menyadari betapa beratnya tanggung jawab seorang penguasa atau pemimpin di hadapan Allah.
Bahkan ketika Madinah dilanda kelaparan yang menyebabkan berbagai penyakit dan kematian, Umar bin Khatab mengharamkan memakan daging dan minyak samin. Hingga Umar merasakan kelaparan dan penderitaan. Beliau pun berkata ;
“Bagaimana aku bisa mementingkan keadaan rakyat, kalau aku sendiri tidak merasakan apa yang mereka derita.”
Umar bin Khatab pun pernah berkata ;
“Jika negara dalam keadaan makmur, maka akulah yang terakhir menikmatinya, tapi jika negara dalam kondisi sulit maka akulah yang pertama kali merasakannya.”
Hingga seorang sahabat pernah berkomentar terhadap kondisi Umar, bila Allah tak segera mengakhiri bencana itu, maka Umar adalah orang pertama yang mati kelaparan.
Begitulah gambaran penguasa pada masa Islam diterapkan. Para penguasa saat itu selalu teringat akan pertanggung-jawaban kepemimpinan nya di hadapan Allah Swt kelak di yaumil akhir.
Sebagaimana Rasulullah Saw pernah bersabda ; “Setiap pemimpin akan dimintai pertanggung-jawaban (di hadapan Allah) tentang kepemimpinannya.”
Maka, alangkah tak terpujinya jika para pemimpin hanya berorientasi melanggengkan kekuasaan dan melupakan penderitaan rakyat apalagi bernyanyi-nyanyi dan bersuka cita di saat rakyat menjerit karena harga BBM melangit.[]
Comment