Hikmatul Mutaqina, S. Pd*: RUU HIP, Logika Di Atas Ketuhanan?

Opini675 Views

 

RADARINDONESIANEWS.COM,  JAKARTA — NKRI Harga Mati, Saya Indonesia Saya Pancasila. Kemanakah semboyan itu berada?

Pancasila yang menjadi dasar negara ini sejak diproklamirkan kemerdekaannya oleh para founding fathers sekarang sedang diusulkan untuk diubah dan direduksi makna silanya. Apakah gerangan yang sedang terjadi?

Rancangan Undang Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) tengah menuai polemik sejak usulan perubahan Pancasila diusulkan oleh DPR RI.

Kritikan bahkan aksi penolakan terjadi dari kalangan tokoh nasional, ormas masyarakat juga para ulama bahkan TNI.

Menurut Siti Zuhro, Pengamat Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), ada beberapa persoalan pokok di dalam RUU HIP yang membuat RUU tersebut patut ditolak.

Di antaranya posisi Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara merupakan norma paling tinggi dan dasar falsafah negara. Sehingga perumusan Pancasila pada tingkat norma UU menurunkan nilai Pancasila sebagai dasar falsafah bangsa dan merendahkan posisi Pancasila.(republika.co.id/14/06/2020)

Menurutnya, hanya menjadikan keadilan sosial sebagai pokok Pancasila telah mendistorsi makna Pancasila yang terdiri dari lima pokok (dasar), dan Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai “causa prima” dari sila-sila Pancasila. Jika mau mengambil satu sila, kata dia, seharusnya cukup merujuk Ketuhanan Yang Maha Esa seperti yang ada dalam dalam Pasal 29 ayat (1) UUD 1945. Negara berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Zuhro beranggapan ada kekhawatiran yang sangat beralasan. HIP merupakan agenda menghidupkan kembali ajaran komunisme, terutama dengan sama sekali tidak merujuk pada Ketetapan MPR RI yang masih berlaku.

Selain itu RUU HIP ini juga menuai penolakan dari MUI. MUI menilai keberadaan RUU HIP telah mendistorsi substansi dan makna nilai-nilai Pancasila sebagaimana yang termaktub dalam Pembukaan dan Batang Tubuh UUD 1945.

Melalui sebuah maklumat, MUI berpandangan bahwa RUU HIP memeras pancasila menjadi Trisila lalu menjadi Ekasila yakni gotong royong adalah nyata-nyata merupakan upaya pengaburan dan penyimpangan makna dari Pancasila.

Hal itu secara terselubung ingin melumpuhkan keberadaan sila Pertama yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa yang telah dikukuhkan dengan Pasal 29 Ayat (1) UUD Tahun 1945.(tribun-timur.com/14/06/2020)

Tak dapat dipungkiri, ideologi Komunisme memang masih tumbuh dan berkembang di dalam diri pengembannya. Mengakar dan terus tumbuh untuk kembali berkuasa di kancah dunia. Begitulah sifat asli sebuah ideologi.

Komunisme menjadi paham berpengaruh di Indonesia bahkan sebelum kemerdekaan. Begitupun saat ini ketika ada pengaruh Cina di Indonesia. Sebagai negara penganut ideologi komunis tentunya Cina juga ingin menguasai ekonomi dunia sekaligus berpeluang untuk menghidupkan paham Komunis di Indonesia. Ini menunjukan bahwa ideologi tidak pernah mati.

Ideologi Komunisme memang tak mengenal kata Tuhan. Menurutnya manusia dan alam semesta berasal dari materi yang kemudian terus berevolusi menjadi bermacam macam bentuk kehidupan. Baginya Tuhan hanyalah candu yang merusak kehidupan, tak perlu ada ibadah, menyembah, dan berserah.

Manusia diatur oleh penguasa dengan tangan besinya. Tak butuh suara rakyat, bahkan tak boleh ada kritikan. Semua harus tunduk pada kekuasaan otoritas di tangan penguasa.

Seluruh sistem aturan dibuat oleh manusia. Kebahagiaan materi menjadi tujuan utama. Sama rasa sama rata, begitulah semboyan ideologi ini. Tapi adakah jaminan keadilan, kemanusiaan yang adil dan beradab, kerakyatan yang bijaksana jika tata aturannya bersumber pada logika semata?

Ketuhanan yang Maha Esa.

Sila pertama Pancasila ini menunjukkan bahwa ketuhanan menjadi dasar utama dalam bernegara. Islam juga mengajarkan hal yang sama. Bahkan ideologi islam menjadikan akal manusia tunduk dan patuh pada seruan penciptanya, Allah SWT.

Islam memiliki aqidah yang bersumber dari keyakinan akal dan dalil. Iman kepada Allah mensyaratkan konsekuensi yang pasti, taat pada perintah dan menjauhi larangan Nya.

Ideologi Islam mempunyai sistem kehidupan yang istimewa. Bersumber langsung dari sang Pencipta. Jaminan kebahagian, kesejahteraan dan keadilan bagi umatnya.

Sebuah tatanan kehidupan yang menciptakan peradaban qur’ani, sempurna dan paripurna. Islam mengatur seluruh sendi kehidupan manusia mulai yang terkecil dari tatanan keluarga, masyarakat, pergaulan sosial, sistem ekonomi, pendidikan, hukum dan politik pemerintahan berlandaskan syariah.

Semuanya terintegrasi saling mendukung dan berkontribusi untuk terwujudnya ridha ilahi. Logika tidak menyalahi syariah, tapi logika digunakan untuk mengelola kehidupan agar senantiasa selaras dengan apa yang sudah digariskan dalam Al-qur’an.

Begitulah Islam mengatur kehidupan. Berkuasa 13 abad di dunia membuat sejarah yang tak terkira. Bahkan janji Nya Islam akan kembali berkuasa untuk yang kedua.

“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa dimuka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembahku-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik.” (TQS. An Nur 55).

*Praktisi Pendidikan

Comment