RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — Narasi pemerintah yang menyatakan bahwa resesi ekonomi yang terjadi akibat pandemi layaknya pil pahit yang harus ditelan rakyat. Sudah jatuh tertimpa tangga pula. Sudahlah sakit ditambah ekonomi melilit. Menambah penderitaan berkepanjangan yang seakan tak ada ujungnya.
Tak hanya Indonesia, perekonomian dunia juga berada di ambang ketidakpastian akibat pandemi virus Corona (COVID-19). Perekonomian Indonesia yang diprediksi kuat pada kuartal II-2020 ini mengalami kontraksi. Jelas, ancaman resesi tak bisa tetelakkan lagi. Apalagi negara maju di belahan dunia juga telah mengalaminya, seperti Singapura.
Bahkan, dalam peluncuran laporan Bank Dunia untuk ekonomi Indonesia edisi Juli 2020, tak ada jaminan bagi ekonomi Indonesia terbebas dari resesi. Ekonomi Indonesia bisa mengalami resesi jika infeksi COVID-19 terus bertambah banyak.
Resesi merupakan kondisi ketika produk domestik bruto (PDB) atau pertumbuhan ekonomi suatu negara negatif selama dua kuartal atau lebih dalam satu tahun.
Hal itu juga pernah dijelaskan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Bukti adanya resesi bisa dilihat dari menurunnya pendapatan, bertambahnya angka kemiskinan, anjloknya jual beli kendaraan bermotor, kredit macet dan meningginya utang luar negri.
Orang miskin bertambah 70 juta. Pengangguran melonjak. Bahkan angka perceraian dan KDRT juga meningkat akibat covid. Ekonomi memang menjadi pilar utama penopang kesejahteraan dan kemajuan negara. Tatkala ekonomi terpuruk, maka sektor yang lain juga akan ambruk.
Pemerintah juga sudah mewanti wanti para menteri akan adanya resesi ini. Perlu persiapan untuk menghadapinya. Dana yang cukup, lumbung pangan cukup, bahkan pemerintah juga mendorong gaya hidup hemat kepada rakyat agar punya tabungan kala resesi. Selain itu menjaga kesehatan agar memutus penularan wabah covid.
Karena pandemi adalah alasan dari terjadinya resesi. Jika pandemi berakhir maka resesi akan berakhir. Benarkah demikian??
Agaknya pemerintah kurang jeli melihat siapa rakyat yang bisa berhemat. Bagaimana bisa berhemat dan menabung. Bahkan untuk makan hari ini saja sulit. Rasanya tak sanggup membayangkan masa depan. Putus asa menjadi pilihan. Bunuh diri sekeluarga, mati kelaparan, pencurian, menjadi hal yang tak terelakkan.
Resesi dan krisis merupakan hal yang berulang dalam ekonomi kapitalisme. Bukan semata karena pandemi ini saja. Kemiskinan sudah tinggi, banyak penangguran terjadi bahkan sebelum pandemi. Pasar dikuasai asing membuat pengusaha lokal gulung tikar. Inbestasi asing besar besaran dengan syarat pekerja asing bisa masuk. Bukti negara tak lagi bekerja untuk rakyat tapi untuk cukong pemilik modal. Apalagi yang bisa dilakukan anak negeri jika negerinya telah tergadai.
Sistem ekonomi ribawi juga semakin mencekik. Uang tunai digelontorkan bagi siapa saja yang akan membuka usaha. Tapi dengan bunga yang tinggi dan laba yang tak seberapa, akhirnya rakyat pun kembali nelangsa.
Belum lagi inflasi akibat uang kartal yang memang menjadi pijakan ekonomi kapitalis juga membuat pendapatan negara kembang kempis. Rupiah yang kian melemah. Pajak menjadi andalan pemerintah untuk menutupi kekurangan pemasukan negara. Tak ada satu pun barang yang bebas dari pajak di negara kapitalis. Lagi-lagi rakyat jadi tumbal.
Walhasil, pandemi bukanlah satu satunya penyebab resesi ekonomi tapi salah kelola tatanan ekonomi yang berpijak pada ekonomi ribawi, infestasi, utang dan penggunaan uang kertas yang rawan inflasi menjadi penyebab terjadinya krisis berulang dalam ekonomi kapitalis.
Bahkan saat ini negara kapitalisme berada pada ujung tanduk kehancurannya.
Sistem ekonomi Islam anti resesi
Sistem ekonomi Islam adalah sistem pemenuhan kebutuhan hidup manusia untuk mencapai kesejahteraan dan kemakmuran yang didasari pada ajaran-ajaran Islam dalam Al-Qur’an dan assunnah yang dikembangkan oleh pemikiran manusia.
Sistem Ekonomi Islam adalah satu-satunya sistem yang mampu menjamin kehidupan ekonomi yang bebas dari krisis, meski mereka tidak mengimani Islam. Hal itu karena Sistem Ekonomi Islam yang agung telah dirancang oleh Allah SWT, Zat Maha Pemberi Rezki dan Sang Pencipta.
Sistem Ekonomi Islam itu telah dirancang Allah SWT untuk para makhluk-Nya. Allah Maha Mengetahui apa yang menjadi problem-problem makhluk-Nya, apa yang memberikan kebaikan kepada mereka, dan apa yang dapat mewujudkan kehidupan yang aman dan selamat. Firman-Nya :
“Apakah Allah Yang menciptakan itu tidak mengetahui dan Dia Maha Halus lagi Maha Mengetahui?” (QS. al-Mulk [67]: 14)
Ketika Islam mensyariatkan hukum-hukum perekonomian bagi manusia, Islam telah menjadikan penetapan hukum itu ditujukan untuk individu. Pada saat yang sama, Islam bekerja untuk menjamin hak hidup dan mewujudkan kemakmuran. Dan Islam menetapkan hal itu direalisasikan di dalam masyarakat tertentu yang memiliki cara hidup yang khas. Oleh karena itu,
Anda dapat temukan hukum-hukum syara’ telah menjamin terwujudnya pemuasan seluruh kebutuhan pokok secara menyeluruh bagi setiap individu rakyat negara Islam, baik pangan, sandang dan papan. Hal itu terjadi melalui mekanisme sebagai berikut :
Pertama, Islam mewajibkan laki-laki yang mampu untuk bekerja guna memenuhi kebutuhan-kebutuhan pokok bagi dirinya dan bagi orang yang wajib dia nafkahi.
Kedua, Islam juga mewajibkan menanggung nafkah atas para ayah, dan atas ahli waris jika ayah tidak mampu bekerja.
Ketiga, Islam juga mewajibkan menanggung nafkah atas Baitul Mal jika tidak ada orang yang wajib menanggung nafkah mereka.
Mekanisme itulah yang digunakan negara untuk menjamin kebutuhan ekonomi rakyatnya. Juga adanya tata kelola dan distribusi sesuai syariah islam.
Tak ada kesenjangan berarti antara miskin dan kaya. Semua diatur berdasarkan wahyu. Bukan hawa nafsu. Kehidupan yang sejahtera tersebut hanya akan terwujud dalam bingkai Islam sebagai rahmatan lil alamin. []
*Praktisi pendidikan
Comment