Oleh: Puput Hariyani, S.Si, Pendidik Generasi
__________
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — Islam adalah agama yang sempurna. Kehadirannya mensolusi berbagai problem kehidupan manusia. Tiga dimensi dalam cakupan pengaturannya menunjukkan betapa Islam memiliki aturan komprehensif terhadap manusia, baik terkait hubungan manusia dengan Allah (mencakup perkara akidah dan ibadah), manusia dengan dirinya sendiri (mencakup makanan, minuman, pakaian, akhlak) maupun pengaturan manusia dengan sesamanya yang memiliki cakupan lebih luas misalkan dalam konteks interaksi dalam hal pergaulan, ekonomi, pendidikan, politik, dll.
Hijab merupakan salah satu bentuk pengaturan Islam dalam dimensi hubungan manusia dengan dirinya sendiri. Dari dimensi ini ditentukan jenis pakaian seperti apa yang boleh digunakan dan yang tidak boleh digunakan.
Berkaitan pakaian untuk wanita, Al quran telah menjelaskan pakaian yang harusnya dipakai oleh seorang wanita muslimah. An-Nur ayat 31 menjelaskan mengenai aturan wanita untuk menutupkan kain kerudung atau khimar ke kepala mereka sampai menutupi dada. Inilah ayat yang mengatur tentang pakaian bagian atas wanita yang saat ini lebih dikenal dengan istilah kerudung.
Sementara jenis pakaian bawah wanita muslimah kita dapati dalam Surat Al Ahzab ayat 59. Dalam surat ini, ada perintah kepada istri-istri Nabi, anak perempuan Nabi dan istri-istri laki-laki mukmin untuk mengulurkan jilbab mereka. Jilbab inilah yang dimaksudkan sebagai pakaian wanita yang longgar dan tak menampakan lekuk tubuh wanita. Istilah lain adalah baru kurung, gamis atau jilbab.
Dari dua ayat ini jelas menunjukkan bahwa kerudung dan jilbab atau gamis adalah pakaian wajib bagi seorang muslimah.
Pakaian ini menjadi identitas muslimah yang membedakan mereka dari kalangan wanita kafir. Bahkan kewajiban perintah menutup aurat dengan hijab ini disambut segera oleh para sohabiyah di masa nabi. Mereka menarik kain-kain apa saja untuk menutup aurat mereka tanpa berpikir panjang. Ketundukan, kepatuhan dan ketaatan pada perintah Allah SWT tersebut disambut dengan bersegera dan totalitas.
Namun hari ini beberapa pihak berpandangan bahwa hijab tidak lagi sebagai kewajiban, terlebih bukti ketaatan. Pihak-pihak yang kemudian mengarahkan untuk berhijab justru dipandang sebagai pemaksaan.
Mirisnya muslimah yang didakwahi terkait pakaian takwa bagi seorang perempuan ini dikabarkan mengalami depresi. Seakan syariat berhijab adalah bentuk kemudharatan. Padahal syariat Islam pasti memberikan kebaikan.
Di balik syariat pasti mengandung maslahat yang besar meskipun kita menunaikannya bukan semata karena maslahat yang akan didapat tetapi wujud ketaatan terhadap syariat.
Sebagaimana kasus yang terjadi Siswi SMAN 1 Banguntapan yang mengadu ke ORI karena merasa dipaksa mengenakan hijab.
Dalam pewartaan detikjateng.com untuk menelusuri kasus ini, ORI berencana akan melakukan pemanggilan terhadap dua guru BK, wali kelas dan guru agama.
“Sementara itu dan tadi kan ini kan baru awalnya dan kami berencana akan mengundang juga nanti BK. Kemudian wali kelas. Kemudian guru agama. Mungkin minggu depan kita akan undang untuk kita dengarkan penjelasannya,” ujar kepala ORI DIY Budhi Masturi.
Jika nantinya terbukti ada pelanggaran atau pemaksaan agar mengenakan hijab maka akan diterapkan pasal tentang perundungan.
“Ya kalau pasal itu perundungan. Nanti hukum bullying-nya, nanti kita lihat seperti apa,” lanjutnya.
Fenomena ini adalah bukti riil adanya resiko atau ancaman akibat pemberlakuan sistem sekuler. Generasi muslim merasa dipaksa dan terancam haknya saat sekolah melatih menutup aurat dengan mengenakan hijab. Sistem sekuler yang memisahkan urusan agama dan kehidupan telah memporak porandakan bangunan akidah seorang muslim yang semestinya berimplikasi pada pelaksanaan seluruh syariat.
Padahal bukankah fungsi sekolah sebagai lembaga pendidikan adalah melatih siswa siswa untuk melakukan kebaikan. Memakai hijab adalah bentuk pelatihan melakukan kebaikan untuk senantiasa terikat dengan salah satu syariat menutup aurat bagi siswi muslimah.
Oleh karenanya berharap pada sistem sekuler untuk mewujudkan generasi rabbani yang bertakwa akan semakin sulit diwujudkan. Di sinilah urgensi hadirnya sistem Islam untuk melahirkan generasi cemerlang yang tunduk kepada Allah SWT dengan seperangkat aturan yang lahir dari Zat yang Mahasempurna. Wallahu ‘alam bi ash-showab.[]
Comment