HET Beras Naik, Rakyat Buntung Petani Untung?

Opini165 Views

 

Penulis: Eka Purwaningsih, S.Pd | Aktivis Muslimah, Pegiat Literasi

 

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Walapun sumber karbohidrat bisa diganti dengan kentang, umbi-umbian, pisang atau jagung namun beras masih menjadi bahan makanan pokok bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Bayang-bayang kenaikan bahan- bahan kebutuhan pokok ternasuk beras, menjadi momok mengerikan di depan mata.

Pasalnya, pemerintah akan menetapkan secara permanen relaksasi harga eceran tertinggi atau HET beras premium dan medium mulai Juni 2024. Analis Senior Indonesia Strategic and Economic Action Institution, Ronny P. Sasmita, menyampaikan, kenaikan HET beras sebetulnya hanya formalitas sebab kenyataannya harga beras sudah lama bergerak di level Rp13.000 per kilogram hingga Rp15.500 per kilogram, baik untuk jenis premium maupun medium. (Bisnis.com, 24//5/2024)

Narasi yang mengatakan jika harga beras naik maka akan menguntungkan petani juga nyatanya tidak demikian. Kenaikan HET beras tidak diimbangi pula dengan relaksasi penetapan harga pembelian pemerintah (HPP). Sejak harga beras melonjak, HPP tidak mengalami kenaikan, sehingga petani sama sekali tidak ikut menikmati kenaikan harga beras yang sangat tajam sejak akhir tahun lalu.

Hak itu, kian diperburuk dengan mahal dan langkanya harga pupuk, yang membuat biaya produksi petani semakin mahal dan embuat petani semakin tak menikmati kenaikan harga beras selama ini.

Hal ini wajar terjadi di dalam sistem kapitalisme sekuler. Ingat prinsip ekonomi bahwa harga tergantung dari supply dan demand. Jika produksi banyak sementara permintaan sedikit maka harga akan menjadi murah, sementara jika produksi sedikit tapi permintaan banyak maka harga akan naik atau mahal.

Saat harga kebutuhan pokok mahal, daya beli masyarakat menurun. Berputar terus seperti lingkaran setan yang tak ada habisnya menyengsarakan semua baik pternak, petani kecil, pedagang maupun konsumen terkecuali para pemilik modal besar yang memang diberi celah untuk memonopoli pasar.

Padahal kunci untuk stabilisasi ekonomi yang selalu digembar-gemborkan ada pada stabilitas harga-harga. Inilah salah satu bukti gagalnya sistem ekonomi kapitalisme menstabilkan harga pasar dan menyejahterakan semua.

Bukannya tak berbuat apa-apa, penguasa berupaya melakukan beberapa cara untuk mengatasi hal ini, namun faktanya dirasa belum optimal selama akar masalah dalam hal ini stabilisasi harga kebutuhan pokok belum terpecahkan, maka meroketnya harga kebutuhan pokok akan terus berulang.

Kapitalisme juga membuat peran dan ri’ayah negara sangatlah minim. hubungan antara penguasa dan rakyat seperti tuan dan pelayan. Masyarakiat dituntut mandiri, ibarat dilepas di hutan belantara dan dibiarkan hukum rimba yang berlaku.

Tentu ini bukan perkara qona’ah, sabar dan syukur. Karena kalau kita mau melirik bagaimana Islam mengatur semua ini dengan politik ekonomi Islam, Maka In syaavAllah semua permasalahan ada solusi tuntasnya termasuk persoalan stabilisasi harga kebutuhan pokok.

Dalam Islam, negara mengatur kebijakan di sektor hulu yaitu kebijakan untuk meningkatkan produksi yang lebih baik seperti bibit unggul, pakan, dan obat-obatan, pupuk yang diperlukan dalam rangka meningkatkan produktivitas. Akan diterapkan kebijakan pemberian subsidi untuk keperluan sarana produksi.

Selain itu, negara menerapkan kebijakan yang dapat mendukung terciptanya perluasan lahan untuk pertanian, peternakan dan lain-lain, menjamin kepemilikan lahan yang diperoleh dengan jalan menghidupkan lahan mati (ihya’ul mawat). Selain itu negara juga akan memberikan tanah (iqtha’) yang dimiliki negara kepada siapa saja yang mampu mengolahnya.

Negara menerapkan kebijakan bahwa hanya daerah yang kurang subur yang diperbolehkan menjadi area perumahan dan perindustrian untuk mencegah alih fungsi lahan. Tidak akan membiarkan lahan-lahan tidur, yaitu lahan-lahan produktif yang tidak ditanami oleh pemiliknya. Jika lahan tersebut dibiarkan selama tiga tahun maka lahan tersebut akan diambil oleh negara untuk diberikan kepada mereka yang mampu mengolahnya.

Rasulullah saw. bersabda:
“Siapa yang mempunyai sebidang tanah, hendaknya dia menanaminya, atau hendaknya diberikan kepada saudaranya. Apabila dia mengabaikannya, maka hendaknya tanahnya diambil” (HR. Bukhari).

Kebijakan di sektor perdagangan hasil peternakan, pertanian, dan perkebunan juga perlu diterapkan yaitu menjamin perdagangan produk tersebut berjalan sesuai syariah untuk memenuhi kebutuhan pangan setiap individu masyarakat.

Negara melarang impor selama produksi dalam negeri masih memadai. Impor menjadi pilihan terakhir setelah segala daya upaya dikerahkan, sebab impor akan menyebabkan posisi negara akan lemah di mata negara lain secara ekonomi. Walaupun menguntungkan secara finansial.

Di samping itu negara tidak bergabung dengan berbagai organisasi perdagangan dunia yang menjadi alat imperialisme ekonomi seperti WTO, APEC, dan AFTA.

Kebijakan-kebijakan praktis yang mendorong para peternak dan petani untuk menggarap sektor peternakan dan pertaniannya melalui kebijakan integral pemerintah berupa lahan yang memadai, bibit padi, ayam petelur, pupuk dan pakan yang murah karena subsidi, pengarahan pemilihan bibit indukan dan perawatan dengan penyuluhan kepada peternak dan petani, transportasi yang mudah dan murah karena infrastruktur jalan dan kendaraan yang layak, juga BBM murah dan paling penting adalah adanya pasar yang adil karena tidak ada monopoli, tidak ada penimbunan dan tidak ada pematokan harga.

Demikian pula bertumpunya ekonomi pada sektor peternakan, pertanian, produksi, perdagangan dan industri akan menstabilkan harga dan meniadakan laju inflasi.

Itulah kebijakan yang akan dilakukan oleh penguasa dalam sistem Islam saat kondisi normal, adapun jika terjadi kondisi tidak normal yang menyebabkan harga-harga melambung tinggi baik karena bencana alam atau gagal panen dan lain-lain,

Seikh Taqiyuddin An Nabhani dalam bukunya Sistem Ekonomi Islam menguraikan langkah-langkah yang harus dilakukan oleh Negara

Di antaranya, menghukum para penimbunan (ihtikar) dengan hukuman yang tegas. Dalam sistem islam menimbun adalah perbuatan kejahatan ekonomi yang hukumnya disesuaikan dengan kebijakan khalifah dengan mempertimbangkan dampak dari kejahatan yang dilakukannya.

Para penimbun adalah orang-orang yang membeli barang dalam rangka menyimpannya sehingga barang tersebut tidak ada di pasar dan dia bisa memaksakan harga yang tinggi atas barang tersebut karena kelangkaannya.

Negara juga akan melakukan operasi pasar baik dengan mengadakan barang dari daerah lain dalam wilayah negara  ataupun mengimpor dari luar negeri.

Impor biasa dilakukan oleh negara atau masyarakat dan tidak akan dihadapkan pada administrasi berbelit bila barang tersebut memang bermanfaat bagi masyarakat dan juga bila pengusaha kita bisa membelinya dari asing tanpa syarat yang menjerat.

Jangan dibayangkan bahwa kebijakan ini akan membuat pasar dalam negeri kebanjiran produk asing dan akan membunuh hasil produksi peternak lokal. Karena prinsip kebebasan kepemilikan tidak akan menjadi mentalitas pengusaha-pengusaha Islam.

Dari paparan di atas, jelas bahwa syariah Islam merupakan kunci terpenting untuk menyelesaikan berbagai krisis dan problem ekonomi, termasuk menjaga stabilitas harga bahan pangan.

Mudah-mudahan sistem tersebut bisa diadopsi supaya keberkahan di langit dan di bumi senantiasa tercurah karena Allah ridho dengannya..

Sebagaimana firman-Nya:
وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَىٰ آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِم بَرَكَاتٍ مِّنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ

“Sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi..” (QS. Al-A’raf: 96).Wallahu a’lam.[]

Comment