RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA – Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) sudah berjalan hampir tiga bulan sejak pemerintah menetapkan kebijakan Social Distancing dan Physical Distancing yang tercakup dalam Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Hal ini mengharuskan siswa untuk tetap belajar dirumah selama wabah dengan metode online dari rumah (daring) bersama guru.
Namun tidak bisa dipungkiri dalam pelaksanaannya metode daring ini masih banyak masalah baik dari pelaksananya dan fasilitas penunjang dari pemerintah. Banyak orang tua dan siswa merasa terbebani dengan metode belajar online ini mulai dari masalah kuota yang cepat habis sampai masalah beban tugas sekolah menggunung.
Kalau dari sisi guru yang mengajar tidak semua memiliki kemampuan menggunakan teknologi.
Menurut survei KPAI para guru dinilai juga kurang interaktif selama siswa belajar dirumah yang membuat orang tua mengeluh karena kesulitan membantu anaknya saat mengerjakan tugas. (cnnindonesia.com 27/04/20)
Kesulitan pelaksanaan PJJ ini ditambah dengan kurangnya fasilitas dari pemerintah dalam menyediakan sarana dan prasanara penunjang metode daring.
Masih banyak ditemukan daerah pelosok negeri yang tidak mampu menjangkau jaringan internet. Hingga ada yang harus naik bukit dengan berjalan kaki 2-3 jam, pergi ke desa sebelah, menaiki pohon, hingga menaiki menara masjid demi mencari jaringan yang bagus untuk mengikuti pembelajaran online.
Alih-alih memperbaiki kebijakan yang sebelumnya, pemerintah justru membuat kebijakan baru yaitu pelonggaran Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
Salah satu bentuknya yaitu akan membuka kembali sekolah di daerah-daerah yang sudah dinyatakan aman dari wabah corona sekitar pertengahan Juli. Hal ini disampaikan oleh Muhammad Hamid Plt. Direktur Jenderal PAUD, Pendidikan Dasar dan Menengah Kemendikbud melalaui pesan singkatnya ke CNNIndonesia.com, Sabtu (9/5).
Sontak kebijakan ini menuai protes dari banyak kalangan. Salah satunya datang dari Satriwan Wakil Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI). Ia meragukan ketika kebijakan ini diberlakukan akan terjadi ketidaksingkronan koordinasi pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Melihat kebijakan-kebijakan sebelumnya saja sudah menuai banyak masalah.
“Kalau ingin membuka sekolah di tahun ajaran baru, oke itu kabar baik. Tapi [datanya] harus betul-betul [tepat], mana [daerah] yang hijau, kuning, merah,” tuturnya kepada CNNIndonesia.com melalui sambungan telepon. (cnnindonesia.com 09/05/2020)
Tentu kebijakan ini tidak masuk akal karena melihat jumlah kasus positif corona semakin hari semakin bertambah dan belum ada tanda-tanda penurunan kasus.
Pemerintah belum bisa memprediksikan apakah dua bulan ke depan jumlah kasus penderita corona sudah menurun. Terlihat dari pemerintah sampai hari ini tidak memiliki kurva epidemi yang standar untuk membaca laju penyebaran infeksi covid-19. Yang ada hanya kurva jumlah kasus terkonfirmasi harian yang didapat dari data dua pekan lalu jika menggunakan alat Rapit-Test. (theconversation.com 8/05/20)
Pemerintah berdalih bahwa tahun ajaran baru tidak mungkin berjalan tanpa adanya proses penerimaan peserta didik baru (PPDB). Sehingga sekolah harus dibuka kembali untuk melakukan PPDB dan masih menunggu keputusan presiden.
Nampaknya pemerintah tidak belajar dari proses PPDB tahun-tahun lalu sebelumnya. Sebelum adanya wabah saja proses PPDB masih menciptakan antrian dan kerumunan orang tua dan siswa sekalipun sudah memakai sistem online.
Ini tentu dapat menimbulkan bahaya penularan wabah. Terlebih harus dipastikan semua sekolah menyediakan infrastruktur protokol kesehatan seperti tempat cuci tangan, sabun, dan UKS yang dilengkapi APD.
Kalau mau dikaji lebih dalam ide sekolah dibuka kembali adalah bagian dari upaya pemulihan kondisi sosial ekonomi Indonesia. Sayangnya, ini dilakukan tanpa diiringi pemastian bahwa virus tidak lagi menyebar dan mereka yang terinfeksi sudah diisolasi.
Faktanya, untuk memastikan siapa saja yang terinfeksi (melalui tes massal dan PCR) saja belum dilakukan. Alasan kekurangan alat selalu mengemuka.
Langkah-langkah yang diambil pemerintah telah cukup menegaskan kepada kita bahwa beginilah watak pemimpin dalam sistem kapitalis-sekuler.
Kebijakan yang diberlakukan tidak memikirkan konsekuensi jangka panjang dan menjaga keselamatan nyawa rakyat serta lebih berat kepada pertimbangan aspek ekonomi.
Pernyataan-pernyataan yang ngawur dari pemimpin negeri ini dari awalnya muncul virus corona semisal orang indonesia kebal virus karena minum jamu dan nasi kucing, penderita corona belum capai 500 koq, perang melawan corona dan terakhir kita harus berdamai dengan corona. Sesungguhnya ini membuktikan apa yang pernah Nabi SAW kabarkan tentang penguasa ruwaibidhah.
Akan tiba pada manusia tahun-tahun penuh kebohongan. Saat itu, orang bohong dianggap jujur. Orang jujur dianggap bohong. Pengkhianat dianggap amanah. Orang amanah dianggap pengkhianat. Ketika itu, orang Ruwaibidhah berbicara. Ada yang bertanya, siapa Ruwaibidhah itu? Nabi menjawab, orang bodoh yang mengurusi urusan orang umum. (HR. al-Hakim, al-Mustadrak ala as-Shahihain, V/465).
Islam Hadir Sebagai Solusi
Berbeda dengan sistem kapitalis, dalam sistem islam memiliki seperagkat aturan yang lengkap dalam penangan wabah baik prefentif maupun kuratifnya dan dan pemulihan kondisi setelah situasi wabah terkendali.
Tindakan preventif misalnya Islam menganjurkan pola hidup bersih dan sehat dan sanitasi yang sehat termasuk pola perilaku konsumsi makanan yang sehat (halalan thoyyiban) yang menjamin gizi seimbang. Dari Ibnu Abbas ra. berkata, Rasulullah saw melarang dari setiap binatang buas yang bertaring dan burung yang berkuku tajam. (Shahih, Diriwayatkan Muslim 1934).
Tindakan kuratif yang dilakukan oleh negara Islam (Khilafah) yaitu memenuhi permintaan masyarakat akan obat dan alat kesehatan. Obat-obatan dan alat kesehatan sendiri merupakan bagian penting dalam aspek kuratif. Khilafah akan berupaya memaksimalkan penemuan obat melalui serangkaian penelitian. Industri kesehatan juga akan didorong untuk menghasilkan produk dari penelitian mengenai obat-obatan dan alat kesehatan dengan biaya penuh dari negara yang diambil dari pos-pos baitul mal.
Adapun untuk penanggulangan saat wabah menyerang suatu wilayah, Islam memiliki mekanisme khas berupa upaya rehabilitatif seperti yang diungkapkan Rasulullah SAW sebagaimana yang dijelaskan dari Abdurrahman bin Auf ra. bahwa Nabi Muhammad saw bersabda, apabila kalian mendengar wabah tengah mendera suatu wilayah, maka janganlah kalian memasukinya. Dan jika menyerang wilayah kalian, maka janganlah engkau melarikan diri. (HR. Bukhari)
Jadi negara Islam tidak akan mengambil kebijakan yang malah akan membahayakan rakyatnya dan dengan segera mengambil tindakan untuk mengembalikan ke kondisi normal yaitu pemulihan sektor ekonomi dan pelayanan publik lainnya semisal pendidikan.
Sebagimana yang pernah dicontohkan khalifah Umar ra. saat terjadi wabah Thaun di Syam. Khalifah segera mengerahkan seluruh struktur, perangkat negara dan semua potensi yang ada untuk segera membantu masyarakat yang terdampak. Membuat posko-posko bantuan, mendata orang yang terdampak krisis.
Memberikan bantuan yang paling penting berupa tempat tinggal,makanan, pakaian dan obat-obatan. Khalifah juga meminta bantuan ke wilayah atau daerah bagian Kekhilafahan Islam yang kaya dan mampu memberi bantuan.
Sosok pemimpin seperti ini hanya ada dalam sistem Islam yaitu Khilafah karena sejatinya syariah Islam diciptakan oleh Allah untuk kemaslahatan manusia dan rahmat bagi seluruh alam.[]
Comment