RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA Peluit kaum pelangi sepertinya terus memekkin telinga negeri mayoritas muslim terbesar tak peduli di tengah pandemi. Seolah tak ingin negeri ini dalam genggaman ketaatan.
Kaum pelangi di bawah naungan HAM semakin masif hingga berbagai perusahaan besar di dunia semacam Unilever pun ikut memberikan kontribusi dengan memberikan logo warna pelangi.
Sontak hal ini telah memberikan gejolak yang luar biasa karena suka atau tidak di masyarakat sebagian sudah menyadari bahaya kaum pelangi ini.
Tak terkecuali dari MUI yaitu Ketua Komisi Ekonomi Azrul Tanjung menyatakan akan mengajak masyarakat Indonesia memboikot produk-produk Unilever jika perusahaan Unilever tersebut tidak berhenti mendukung LGBT. (republika.co.id, 26/06/2020)
Hal senada juga disampaikan oleh pemerhati sosial masyarakat Frans Saragih bahwa Unilever siap menerima kekecewaan apabila produknya tidak digunakan lagi oleh banyak pihak di Indonesia. Mengingat Indonesia penduduknya majemuk yang taat pada norma-norma dan agama yaitu menolak perilaku kaum sosok tersebut. (AyoBandung.30/06/2020)
Ketika kita menelisik berbagai fakta di lapangan tentu kita akan menyimpulkan bahwa apakah dengan memboikot produk – produk Unilever mampu merobohkan kekuatan LGBT ? Tentu tidak, karena pemboikotan tersebut tidak banyak berpengaruh terhadap ide kebebasan yang lahir dari paham sekulerisme – liberalisme. Apalagi Unilever merupakan perusahaan korporasi yang mendunia. Setidaknya tidak berpengaruh banyak.
Di bawah naungan Hak Asasi Manusia mereka mengekspresikan berbagai sikap dan perilaku menyimpangnya tanpa ada keraguan sedikit pun. Mengkampanyekan secara global hingga menyisir ke setiap pribadi-pribadi muslim di seluruh dunia. Berdasarkan paradigma berpikir yang keliru melakukan kemaksiatan dan kemungkaran dianggap sesuatu hal yang boleh saja selama tidak mengganggu. Rasa suka sama suka menjadi landasan mereka berbuat dan bersikap.
Hal ini bisa kita lihat diberbagai aplikasi yang mendukung LGBT seperti halnya Instagram, Whatsapp dengan munculnya stiker – stiker di aplikasi tersebut.
Bahkan ada 20 perusahaan besar berskala internasional yang pro terhadap LGBT, yaitu Apple, Google, Facebook, Youtobe, dan sebagainya.
Pemboikotan terhadap Unilever bukanlah solusi atas permasalahan ini. Karena mereka bergerak atas dukungan ideologi Kapitalisme. Maka solusi tepatnya memboikot ideologi Kapitalis sebagai akar masalahnya. Mencampakkan ideologi tersebut yang sudah memberikan kesengsaraan bagi manusia dan penghancur akhlak dan generasi manusia.
Solusi Jitu adalah Ideologi Islam
Tak ada sistem di dunia ini yang mengatur dan memelihara manusia secara tuntas selain Islam. Memanusiakan manusia secara fitrahnya bukan melawan fitrah.
LGBT adalah bentuk pelampiasan naluri yang menyimpang dan melawan fitrah manusia. Pada saat penyimpangan naluri ini berlangsung secara kontinyu dalam kurun waktu yang lama dan meluas maka akan terjadi kerusakan moral terhadap pelaku yang berimbas pada generasi manusia itu sendiri.
Islam sedari awal kemunculannya di jazirah Arab telah memberi solusi terhadap penyakit sosial ini dengan langkah edukasi baik secara preventif maupun kolektif.
Upaya edukasi preventif dilakukan dengan langkah penguatan akidah dan mencegah berbagai hal yang menjurus kepada aktivitas penyimpangan seksual.
Edukasi kolektif adalah upaya yang dilakukan secara komunal dan menghidupkan peran masyarakat dengan langkah mengawasi dan melaporkan jika dalam suatu wilayah didapati gejala dan perilaku menyimpang seperti ini sebagai upaya amar ma’ruf nahi munkar demi kebaikan seluruh masyarakat.
Dalam konteks Peran negara dalam hal ini adalah memblokir setiap sarana dan prasarana yang menghantarkan kepada perilaku LGBT.
Memberi sanksi tegas kepada siapapun yang melakukan perilaku menyimpang serta merehabilitasi korban untuk menghilangkan trauma.
Sanksi tegas yang diterapkan oleh Islam kepada perilaku LGBT di antaranya diterjunkan dari gedung tinggi hingga mati ataupun dibakar hidup-hidup.
Al-Qur’an begitu gamblang menjelaskan tentang sanksi kepada kaum Nabi Luth as. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
فَلَمَّا جَآءَ اَمْرُنَا جَعَلْنَا عَا لِيَهَا سَا فِلَهَا وَاَ مْطَرْنَا عَلَيْهَا حِجَا رَةً مِّنْ سِجِّيْلٍ ۙ مَّنْضُوْدٍ ۙ
“Maka ketika keputusan Kami datang, Kami menjungkir-balikkan negeri kaum Luth, dan Kami hujani mereka bertubi-tubi dengan batu dari tanah yang terbakar,” (QS. Hud 11: Ayat 82)
Sepintas mungkin kejam tetapi justru sanksi di dalam Islam memberikan efek jera sehingga mereka yang mau melakukan perilaku menyimpang serta siapapun yang mendukungnya akan berfikir ulang.
Adapun terkait pemboikotan produk Unilever saat ini sikap kita adalah sebagai bentuk keimanan dan menunjukkan bukti ketidaksukaan tersebut dengan tidak membeli produknya.
Mungkin sepintas hal ini sepele tetapi ketika diniatkan karena tidak ingin mendukung perusahaan atau korporasi pendukung kaum pelangi itu, maka insyaa Allah akan memberi efek buat mereka.
Jangan dilupakan pula untuk memboikot sistem sekuler kapitalis beserta turunannya secara totalitas. Sudah saatnya menggencarkan dakwah kepada masyarakat akan bahaya ideologi tersebut dan menjelaskan keagungan Islam ketika aturannya diterapkan secara kafah. Wallahu a’lam bishshawab.[]
Comment