Heni Andriani*: Ramadhan Tananamkan Empati Terhadap Sesama di Tengah Wabah Corona

Opini547 Views

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA – Ramadhan sedang dijalani oleh seluruh kaum muslimin di dunia sekalipun di tengah Pandemi. Kemuliaan, keberkahan serta keagungannya tidak pernah sirna walaupun kondisi kehidupan serba sulit justru hal ini semakin menambah kekhusyuan bagi orang yang beriman.

Ramadhan tahun ini menjadi momentum bagi kita untuk lebih berintrospeksi diri bahwa kita lemah dan terbatas di hadapan-Nya. Kemuliaan Ramadhan seharusnya bagi kita untuk senantiasa tersungkur dalam sujud-sujud panjang dalam meraih pintu ampunan Sang Maha Pengampun.

Rasulullah saw bersabda :
“Siapa saja yang berpuasa Ramadhan dengan dilandasi iman dan bersungguh-sungguh mencari ridha Allah, maka akan diampuni dosa-dosanya yang terdahulu.” (HR.al-Bukhari, an-Nisa, Ahmad Ibnu Majah dan Ibnu Hibban).

Sungguh luar biasa keistimewaan bulan Ramadhan ini jika kita mau merenunginya. Ada hal yang harus kita teliti dan sikapi di masa Ramadhan kali ini. Bagaimana agar Ramadhan bisa menumbuhkan jiwa empati terhadap sesama kita.

Sebagaimana kita ketahui bahwa di berbagai media sering kita dengar bahwa pandemi ini banyak menelan korban jiwa. Bahkan dampak lebih luas terhadap ancaman kelaparan.

Laman kompas.com 23 April 2020 melansir pemberitaan sebuah video tentang kakak beradik di Muara Enim, Sumatera Selatan menjadi viral. Sepasang anak kakak beradik menderita kelaparan, karena sudah tidak makan selama 2 hari.

Melihat fakta di atas tentu kita merasa miris dan sedih. Betapa kelaparan sudah melanda dimana-mana. Bagi mereka, menahan lapar menjadi sesuatu hal yang biasa sebelum melaksanakan shaum Ramadhan.

Hal inilah yang seharusnya menjadi bahan renungan bahwa saat ini penguasa sudah tidak sanggup memikirkan dan memberi solusi terhadap kondisi sulit yang dihadapi rakyatnya.

Oleh karena itu kita yang memiliki kelebihan harta saatnya untuk berbagi terhadap sesama besar ataupun kecil tentu akan bermakna bagi mereka. Rasulullah saw bersabda :

“Tidaklah beriman seorang di antara kamu hingga ia mencintai saudaranya, seperti ia mencintai dirinya sendiri.” (HR Muttafaqun ‘Alaihi).

Para sahabat adalah contoh generasi awal Islam yang hidup dengan selalu mendahulukan kepentingan orang lain. Hal ini mereka lakukan meski tantangannya adalah nyawa mereka sendiri, sebagaimana yang termaktub dalam sebuah riwayat yang menceritakan bahwa Huzaifah al-`Adawiy berangkat menuju pertempuran Yarmuk. Dalam pertempuran itu ia ingin mencari saudara sepupunya (anak pamannya). Ia pergi dengan membawa air minum.

Ia menemukan sepupunya dalam keadaan terluka, lalu ia pun berkata, “Aku akan memberimu minum.” Sepupunya pun memberikan isyarat, “Ya.” Namun, sebelum Huzaifah memberinya minum ia mendengar suara laki-laki yang merintih kesakitan. Saudara sepupunya itu pun memberikan isyarat agar Huzaifah membawakan air minumnya kepada lelaki itu.

Lalu, dengan bergegas Huzaifah pun pergi menuju ke tempat suara rintihan itu. Ternyata di sana ia mendapatkan Hisyam bin ‘Ashi. Ketika ia ingin memberikannya minum, ia mendengar suara laki-laki lain yang juga merintih kesakitan. Hisyam pun memberikan isyarat agar Huzaifah berangkat mencari suara rintihan itu.

Huzaifah pun berangkat mencari suara itu, tetapi ternyata ia mendapatkan lelaki itu telah wafat. Lalu, Huzaifah pun kembali kepada Hisyam, ternyata ia juga telah wafat. Dengan cepat ia pun bergegas pergi kepada sepupunya, lagi-lagi ia mendapatkannya saudara sepupunya itu juga telah wafat. Demikianlah kisah para sahabat Nabi yang selalu mengutamakan kepentingan sahabatnya yang lain meskipun itu harus ditebus dengan nyawa mereka sendiri.

Subhanallah betapa Islam menuntut bagi kita semua untuk lebih berempati, melembutkan jiwa agar mau membantu terhadap sesama. Hal ini berbanding terbalik dengan sistem Kapitalisme yang diterapkan saat ini justru banyak melahirkan manusia-manusia yang acuh terhadap sesama. Bahkan apatis hingga tega tertawa di atas penderitaan sesama.

Sistem Kapitalisme yang lahir dari keterbatasan manusia pada akhirnya hanya melahirkan kesengsaraan terhadap seluruh umat manusia.
Oleh karena itu saatnya bagi kita dengan Ramadhan membiasakan untuk berempati terhadap sesama dengan berbagi dengan apa yang kita punya. Memberikan perhatian kepada tetangga dengan menanyakan kabar keluarga. Pada akhirnya Ramadhan sekalipun di tengah Pandemi Corona menjadi sesuatu yang bermakna.

Jangan lupa pula bagi kita untuk menguatkan iman dan takwa serta dakwah dengan menjelaskan berbagai kerusakan akibat menghambakan otak manusia. Besar harapan semoga sistem Islam segera tegak di dunia. Wallahu a’lam bishowwab.[]

*Pemerhati umat dan anggota AMK

Comment