Hawilawati, S.Pd: Karhutla Bukti Hilangnya Pengayoman Penguasa Terhadap Kepemilikan Harta Rakyat

Opini538 Views

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA – Hampir setiap hari berjatuhan korban karhutla. Bayi-bayi mungil tak berdaya terkena ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut) bahkan hingga meninggal akibat polusi asap pembakaran hutan. Aktivitas masyarakatpun terhambat berjalan tidak normal.

Dilansir Suara.com – Sebanyak 2.188 balita di Sumatera Selatan terkena infeksi saluran pernapasan akut atau ISPA. Itu diakibatkan kabut asap yang merupakan dampak dari kebakaran hutan dan lahan (karhutla) sejak beberapa bulan terakhir (14/09/19).

Karhutla sudah sering sekali terjadi, namun sungguh ironis kejahatan lingkungan di negeri ini tak pernah beres, yang ada semakin melunjak menjadi-jadi. Begitu banyak korporasi yang terlibat dalam kejahatan ini.

Jakarta, CNN Indonesia — Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar mengaku telah menyegel 52 perusahaan pemegang izin konsensi dengan total luas area sekitar 8.931 hektare terkait kasus kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Rinciannya adalah dua perusahaan di Jambi, delapan perusahaan di Riau, satu perusahaan di Sumatera Selatan, 30 perusahaan di Kalimantan Barat, sembilan perusahaan di Kalimantan Tengah, dan dua perusahaan di Kalimantan Timur (23/09/19).

Dimana mata dan telinga penguasa jika kejahatan yang begitu mengerikan ini tak kunjung mendapat solusi

Ada Beberapa hal yang perlu dikritisi :

Tepatkah Pengalihfungsian Hutan Gambut Menjadi Perkebunan Sawit

Gambut tropika terbentuk melalui proses paludifikasi dari bahan biomassa tumbuhan yang mati. Dominasi yang kuat dari bahan organik sebagai penyusunnya mengakibatkan karakteristik tanah gambut berbeda dengan tanah mineral sehingga pengelolaannya untuk pertanian bersifat spesifik dan perlu kehati-hatian. Pembentukan tanah gambut memerlukan waktu ribuan tahun melalui proses yang sangat beragam antara satu tempat dengan tempat lainnya. Pembentukan gambut di Indonesia diperkirakan terjadi sejak 6.800-4.200 tahun silam. (pantaugambut.id)

Salah satu karakteristik gambut tropika adalah tingginya kemampuan menyimpan air, hal ini menjadikan hutan gambut berperan besar dalam menyerap air sebagai cadangan air di musim kemarau bagi makhluk di dalamnya dan kehidupan manusia.

Namun karhutla terjadi untuk mengalihfungsikan hutan menjadi perkebunan sawit. Pembukaan lahan dengan cara pembakaran memang terbilang cepat dan ekonomis ketimbang dengan cara di babat, apalagi sawit kini sedang menjadi primadona komoditi dunia. Besarnya permintaan negara industri terhadap sawit tentu ini menjadi keuntungan yang sangat menggiurkan. Namun akibat karhutla telah membuat gambut tropica menjadi rusak, tentu hal ini telah menyalahi fitrah alam.

Akibat Membuka Lahan Dengan Pembakaran

Membuka lahan dengan cara pembakaran, akibat yang dirasakan diantaranya :
– Munculnya polusi udara dari asap pembakaran yang tidak sedikit memakan korban, bahkan polusi itu sampai tersebar luas ke wilayah negara tetangga, sungguh memalukan.
– Genosida secara nyata terhadap makhluk yang ada di dalam hutan.
– Hilangnya fungsi hutan gambut, dan mengembalikan karakteristik hutan tersebut membutuhkan waktu ratusan bahkan ribuan tahun.
– Hilangnya ekosistem, habitat hewan dan kekayaan hutan bagi kehidupan manusia.

Penegak Hukum Lemah, Kejahatan Karhutla Berulang Lagi

Sebagaimana dilansir
Jakarta, CNN Indonesia — Koalisi Indonesia Bergerak menyebut bencana kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang terjadi selama ini dilakukan secara terorganisasi. Aksi terorganisasi karhutla itu pun dituding telah diketahui pemerintah pada dasarnya.

Dari luasnya lahan yang terbakar, ditemukan ada lahan-lahan yang tak terbakar dan sudah tumbuh bibit – bibit sawit, Itu temuan di lapangan. Pembakaran itu diorganisir, pemerintah tahu,” kata Koordinator Institut Hijau, Chalid Muhammad dalam jumpa pers koalisi di kantor Seknas Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), Jakarta Selatan, Selasa (24/9/19).

Chalid lalu menjelaskan pembakaran yang terorganisasi seperti itu bukan dilakukan masyarakat petani atau peladang. Mantan Direktur Eksekutif Walhi itu menuding pelaku pembakaran hutan adalah mereka yang memiliki kekuatan politik atau memiliki kedekatan dengan aparatur penegak hukum.

Ironis pembakaran hutan untuk membuka lahan sudah dilarang oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan Kementerian Pertanian. Namun, di beberapa daerah, masih ada yang mengizinkan pembakaran hutan hingga luasan tertentu.

Kepala Kampanye Hutan Global Greenpeace Indonesia Kiki Taufik mengatakan pembiaran itu menunjukkan ketidakseriusan pemerintah melakukan penegakan hukum terhadap karhutla.
Ia mengatakan bahkan pemerintah tidak mencabut satu pun izin dari perusahaan kebun sawit yang terkait Karhutla. Guna memberikan efek jera, Kiki pun meminta pemerintah transparan membuka seluruh proses penegakan hukum kasus Karhutla.

Syariat Islam Mengatur Kepemilikan dan Pemanfaatan Lahan Hutan

Islam agama Syamil, membawa Rahmat bagi seluruh alam, aspek kehidupannya membawa maslahat baik bagi manusia secara umum, maupun hewan, tumbuhan dan juga alam semesta. Islam mengatur segala bentuk aktivitas manusia tak terkecuali dalam urusan pengelolaan lahan dan pengembangan ekonomi.

Syariat Islam telah menentapkan bahwa lahan hutan milik umum (rakyat) bukan korporasi. Konsep dasar kepemilikan dalam  Islam adalah firman Allah swt ;

لِلَّهِ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ    البقرة / 284

Milik Allah-lah  segala sesuatu yang ada di langit dan bumi. (QS 2: 284)

Kekayaan alam adalah hak dan milik Allah, sehingga Allah yang akan berwenang memberikan kekayaan kepada manusia yang tepat,

Islam memiliki suatu pandangan yang khas mengenai masalah kepemilikan yang berbeda dengan pandangan kapitalisme dan sosialisme. Islam tidak mengenal adanya kebebasan kepemilikan karena pada dasarnya setiap perilaku manusia harus dalam kerangka syariah termasuk masalah ekonomi. Islam mengatur cara perolehan dan pemanfaatan kepemilikan.

Menurut Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani ada tiga macam kepemilikan yaitu :

1. Kepemilikan Individu (Milkiyah Fardhiah)
2. Kepemilikan Umum (Milkiyah ‘Ammah)
3. Kepemilikan Negara (Milkiyah Daulah)

Kepemilikan Umum (Milkiyah ‘Ammah) adalah izin syariat kepada masyarakat secara bersama-sama memanfaatkan suatu kekayaan yang melimpah ruah, haram dimiliki individu atau korporasi swasta atau asing, karena harta itu adalah milik rakyat, setiap manusia boleh memanfaatkannya sesuai kebutuhan hidupnya.

Sebagaimana hadits Rosulullah bahwa :

“manusia berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air dan api”(HR. Abu Dawud dan Ahmad)

Dari Padang rumput itu artinya setiap manusia berhak menikmati kekayaan yang terdapat dalam hutan.

Dalam air yang mengalir di lembah, sungai, danau atau lautan. Pemanfaatan air sama halnya dengan pemanfaatan udara dan matahari, siapapun boleh menikmatinya baik muslim maupun non muslim.

Dari api manusia berhak memanfaatkan minyak bumi, gas alam, gas bumi atau batu bara.

Agar semua bisa mengakses dan merasakan manfaat dari ketiganya, negara mewakili masyarakat mengelolah dan mengatur pemanfaatannya, sehingga semua masyarakat bisa mengakses dan mendapatkan manfaat secara adil dari harta-harta milik umum itu.

Jika harta milik umum sampai dikuasai oleh pihak yang bukan haknya maka akan menghambat pendistribusian sumber daya alam (SDA) Sebagaimana yang terjadi pada hari ini, kurva kemiskinan terus menanjak tersebab kaum kapital meguasai harta milik rakyat.Dalam hal ini kepala negara yang beriman dan mencintai rakyatnya akan sangat hati-hati memanfaatkan SDA ini dan tidak akan memberikan izin harta rakyat dimonopoli korporasi, apalagi sampai merusak ekosistem dan habitat alam. Semua itu tentu akan dimintai pertanggungjawaban Oleh Allah di akhirat kelak.

Fungsi Lahan Dikembalikan Fitrahnya

Dalam Islam penggunaan lahanpun sangat diatur, ada lahan yang diperuntukan untuk pemukiman, pertanian, perkebunan bahkan ada lahan yang dibiarkan terjaga untuk resapan air, penyangga bumi dan habitat hewan layaknya hutan.

Dalam Islam wakil umat yang terdiri dari khubaro (para ahli) dalam majlis syuro akan memberikan analisa tajam dan mendalam terkait potensi, karakteristik dan peruntukan berbagai jenis lahan yang terhampar dimuka bumi, dan penguasa akan mendengar pandangan para ahli agar tidak salah mengambil kebijakan demi kemaslahatan rakyatnya.

Sanksi Tegas Bagi Pelaku Kerusakan Alam

Dalam Undang-undang positif sebenarnya sudah ada sanksi bagi pelaku kejahatan lingkungan, namun lagi-lagi lemahnya (tidak tegas) penegak hukum membuat pelaku pembakaran hutan terus berulang. islampun tidak akan membiarkan pelaku kejahatan tersebut bebas berkeliaran tidak bertanggungjawab, tentu akan diberikan ta’zir tegas oleh qodhi agar jera.

Dan qodhi akan mengambil kembali harta milik rakyat yang telah dikuasainya atau dimonopoli kaum kapital kepada rakyat karena secara syar’i itu adalah milik umum bukan individu.

Kepala Negara Berfungsi Sebagai Ro’in (Pelayan) Rakyat

Segala kebijakan berjalan karena wewenang penguasa, jika kebijkan itu dibuat sesuai syariat Allah dan diamalkan penuh amanah maka tidak akan terjadi kerusakan alam, karena kepala negara yang faham syariat tidak akan membiarkan pelaku berbuat sekehedak hati dan kepala negarapun menjalankan amanah kepemimpinannya dengan tegas bukan hanya sebagai regulator kaum kapital yang memiliki kepentingan ingin menguasai berbagai jenis kekayaan alam.

Kholifah akan menjalankan amanah penuh tanggungjawab tanpa intervensi pihak manapun. Karenanya jika pada hari ini banyak terjadi pelanggaran dalam pengelolahan lahan sebagai bentuk pengembangan sektor ekonomi, siapakah yang seharusnya bertanggung jawab ??

Tentu bagi penguasa yang faham syariat ia akan bertanggungjawab tak akan membiarkan kejahatan ini terjadi, fungsi pemimpin adalah sebagi Junnah (pelindung) dan Ro’in (pelayan) rakyat hingga aktivitas kehidupan diliputi keberkahan.

Sudah saatnya negeri ini harus hijrah ke dalam sistem Islam yang memiliki seperangkat aturan kehidupan sesuai fitrah manusia yang mampu membawa kemaslahatan dan membawa keberkahan hidup, dan dipimpin oleh penguasa yang faham akan kedudukannya sebagai Ro’in atau pelayan umat yang mencintai rakyatnya. Sehingga dalam pengembangan ekonomipun berjalan sesuai koridor syariat islam bukan sesuai kepentingan kaum kapital penuh hawa nafsu. Wallahu’alam Bishowwab.

Comment