Hasmi Kasim*: Dua Garis Biru Jeratan Kapitalis

Berita646 Views
Hasmi Kasim
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA – Film yang berjudul “Dua Garis Biru” yang mengisahkan tentang Bima dan Dara adalah sepasang kekasih yang masih duduk di bangku SMA. Gambaran film Dua Garis Biru yang sudah rilis di bioskop-bioskop. Tentunya film ini terjerat buah dari budaya barat yang mengedukasi seks pada anak usia remaja. 
Bukan lagi sekedar cinta anak remaja yang berbunga-bunga. Masalah mulai muncul, tak hanya antara Dara dan Bima, tetapi juga keluarga mereka.
Pendidikan seks sejak dini penting diberikan agar anak terhindar dari dampak pergaulan bebas. Psikolog Roslina Verauli mengatakan, film Dua Garis Biru menggambarkan budaya masyarakat Indonesia yang tertutup soal seks. Menurut dia, remaja juga perlu di edukasi mengenai arti tanggung jawab membentuk keluarga.
“Tayangan film ini menggambarkan drama keluarga. Ketika anak dan orangtua tingal serumah, tapi secara emosional terpisah. Di Indonesia, kita gak pernah membahas seks secara terbuka. Budayanya malu. Akibatnya, banyak remaja yang terperosok karena minimnya pengetahuan,” kata Verauli usai nonton bareng film Dua Garis Biru, Kamis (12/7).
Jika pendapat Verauli tersebut dilihat dari sisi sudut pandangan sekuler (pemisahan agama dari kehidupan) maka itu bermakna positif. Dinilai mampu memberikan edukasi. 
Namun, berbeda saat kita menempatkan Film “Dua Garis Biru” tersebut dengan standar Islam, yang notabenenya mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam tentunya film tersebut dinilai merusak generasi muda.
Sebab, dalam film tersebut mengandung  liberalisme (paham kebebasan). Dipandang lumrah seorang wanita dan laki-laki yang bukan mahrom menjalin hubungan haram pacaran, ikhtilat hingga zina.
Padahal sejatinya manusia telah Allah berikan potensi pada dirinya yaitu berupa naluri berkasih sayang (gharizah nau’). Sehingga tanpa harus diberikan tontonan seks edukasi pun, mereka mampu menjalankan tugasnya dengan naluri tersebut melalui jalur halal pernikahan.
Yang ada justru dari tontonan yang demikian, akan membuat para remaja berpikir bagaimana melakukan seks sehat dengan pasangan haramnya (kekasih) agar tidak hamil.
Yang dijadikan masalah dalam film tersebut saat Si Dara nya hamil, sedangkan mereka masih sekolah dan belum mampu membina rumah tangga karena ketidaksiapan menanggung akibat zina yang dilakukan. 
Namun apa daya sistem sekarang ini justru mengindahkanya. 
Betapa miris..? Budaya Barat di pertontonkan di Negara Indonesia yang mayoritas Ummat Muslim. Tujuannya jelas mensukseskan budaya barat buah kapitalis demokrasi dalam pundi-pundi rupiah dari bisnis perdagangan dan eksploitasi perempuan. Para pemerintah pun melegalkan Filem porno ” Dua Garis Biru” Kenapa semua ini bisa terjadi, inilah bukti bahwa negara sangat rakus dengan kekuasaan sehingga mereka lupa Generasi Muda dan menggadaikan akidah dengan ladang bisnis dalam bentuk Filem. Sehingga perdagangan manusia  dengan budaya barat terus terjadi di negeri ini. Hukum yang ada tidak bisa memberikan efek jera dengan demikian para pelaku bisnis haram pun terus merajalela. 
Ide liberalisme paham kebebasan interaksi antara lelaki dan wanita melakukan di luar batas sehingga di gencarkan secara global budaya barat sedemikian rupa dengan dalih ini lah budaya Demokrasi Kapitalis. 
Syaikh Taqiyuddin mengatakan bahwa sekularisme adalah memisahkan Islam dari urusan kehidupan. Islam hanya digunakan dalam urusan ibadah & urusan pribadi. Dalam urusan bernegara Islam tidak boleh dipakai apalagi dipraktekan itulah sekulerisme yang ada sekarang.
Untuk itu, dengan rasa peduli terhadap negeri ini maka sudah saatnya kita memberikan edukasi keislaman kepada para generasi muda agar tidak mudah terpengaruh oleh paham kebebasan (liberalism) ala barat yang merusak.
secara  praktis yang bisa diterapkan pada anak sejak dini yang saya kutip dari tulisan Zulia Ilmawati, Psikolog Pemerhati Masalah Anak dan Remaja dalam tulisannya Pendidikan Seks Untuk Anak-anak:
1. Menanamkan rasa malu pada anak
Rasa malu harus ditanamkan kepada anak sejak dini. Jangan biasakan anak-anak, walau masih kecil, bertelanjang di depan orang lain; misalnya ketika keluar kamar mandi, berganti pakaian, dan sebagainya. Dan membiasakan anak untuk selalu menutup auratnya.
2. Menanamkan jiwa maskulinitas pada anak laki-laki dan jiwa feminitas pada anak perempuan.
Berikan pakaian yang sesuai dengan jenis kelamin anak, sehingga mereka terbiasa untuk berprilaku sesuai dengan fitrahnya.
Mereka juga harus diperlakukan sesuai dengan jenis kelaminnya. Ibnu Abbas ra. berkata:
Rasulullah saw. melaknat laki-laki yang berlagak wanita dan wanita yang berlagak meniru laki-laki. (HR al-Bukhari).
3. Memisahkan tempat tidur mereka
Usia antara 7-10 tahun merupakan usia saat anak mengalami perkembangan yang pesat. Anak mulai melakukan eksplorasi ke dunia luar. Anak tidak hanya berpikir tentang dirinya, tetapi juga mengenai sesuatu yang ada di luar dirinya.
Pemisahan tempat tidur merupakan upaya untuk menanamkan kesadaran pada anak tentang eksistensi dirinya. Dengan pemisahan tempat tidur dilakukan terhadap anak dengan saudaranya yang berbeda jenis kelamin, secara langsung ia telah ditumbuhkan kesadarannya tentang eksistensi perbedaan jenis kelamin.
4. Mengenalkan waktu berkunjung (meminta izin dalam 3 waktu)
Tiga ketentuan waktu yang tidak diperbolehkan anak-anak untuk memasuki ruangan (kamar) orang dewasa kecuali meminta izin terlebih dulu adalah: sebelum shalat subuh, tengah hari, dan setelah shalat isya. Dengan pendidikan semacam ini ditanamkan pada anak maka ia akan menjadi anak yang memiliki rasa sopan-santun dan etika yang luhur.
5. Mendidik menjaga kebersihan alat kelamin.
Mengajari anak untuk menjaga kebersihan alat kelamin selain agar bersih dan sehat sekaligus juga mengajari anak tentang najis. Anak juga harus dibiasakan untuk buang air pada tempatnya (toilet training).
Dengan cara ini akan terbentuk pada diri anak sikap hati-hati, mandiri, mencintai kebersihan, mampu menguasai diri, disiplin, dan sikap moral yang memperhatikan tentang etika sopan santun dalam melakukan hajat.
6. Mengenalkan mahram-nya
Tidak semua perempuan berhak dinikahi oleh seorang laki-laki. Siapa saja perempuan yang diharamkan dan yang dihalalkan telah ditentukan oleh syariat Islam. Ketentuan ini harus diberikan pada anak agar ditaati.
Dengan memahami kedudukan perempuan yang menjadi mahram, diupayakan agar anak mampu menjaga pergaulan sehari-harinya dengan selain wanita yang bukan mahram-nya. Inilah salah satu bagian terpenting dikenalkannya kedudukan orang-orang yang haram dinikahi dalam pendidikan seks anak.
7. Mendidik anak agar selalu menjaga pandangan mata
Telah menjadi fitrah bagi setiap manusia untuk tertarik dengan lawan jenisnya. Namun, jika fitrah tersebut dibiarkan bebas lepas tanpa kendali, justru hanya akan merusak kehidupan manusia itu sendiri. Karena itu, jauhkan anak-anak dari gambar, film, atau bacaan yang mengandung unsur pornografi dan pornoaksi.
8. Mendidik anak agar tidak melakukan ikhtilât
Ikhtilât adalah bercampur-baurnya laki-laki dan perempuan bukan mahram tanpa adanya keperluan yang diboleh-kan oleh syariat Islam. Perbuatan semacam ini pada masa sekarang sudah dinggap biasa. Karena itu, jangan biasakan anak diajak ke tempat-tempat yang di dalamnya terjadi percampuran laki-laki dan perempuan secara bebas.
9. Mendidik anak agar tidak melakukan khalwat
Dinamakan khalwat jika seorang laki-laki dan wanita bukan mahram-nya berada di suatu tempat, hanya berdua saja. Biasanya mereka memilih tempat yang tersembunyi, yang tidak bisa dilihat oleh orang lain. Anak-anak sejak kecil harus diajari untuk menghindari perbuatan semacam ini. Jika dengan yang berlainan jenis, harus diingatkan untuk tidak ber-khalwat.
10. Mendidik etika berhias
Berhias berarti usaha untuk memperindah atau mempercantik diri agar bisa berpenampilan menawan yang dilakukan secara berlebihan, sehingga menimbulkan godaan bagi lawan jenisnya. Tujuan pendidikan seks dalam kaitannya dengan etika berhias adalah agar berhias tidak untuk perbuatan maksiat.
11. Ihtilâm dan haid
Ihtilâm adalah tanda anak laki-laki sudah mulai memasuki usia balig. Adapun haid dialami oleh anak perempuan. Mengenalkan anak tentang ihtilâm dan haid tidak hanya sekadar untuk bisa memahami anak dari pendekatan fisiologis dan psikologi
Oleh: Hasmi Kasim
Film yang berjudul “Dua Garis Biru” yang mengisahkan tentang Bima dan Dara adalah sepasang kekasih yang masih duduk di bangku SMA. Gambaran film Dua Garis Biru yang sudah rilis di bioskop-bioskop. Tentunya film ini terjerat buah dari budaya barat yang mengedukasi seks pada anak usia remaja. 
Bukan lagi sekedar cinta anak remaja yang berbunga-bunga.Masalah mulai muncul, tak hanya antara Dara dan Bima, tetapi juga keluarga mereka.
Pendidikan seks sejak dini penting diberikan agar anak terhindar dari dampak pergaulan bebas. Psikolog Roslina Verauli mengatakan, film Dua Garis Biru menggambarkan budaya masyarakat Indonesia yang tertutup soal seks. Menurut dia, remaja juga perlu di edukasi mengenai arti tanggung jawab membentuk keluarga.
“Tayangan film ini menggambarkan drama keluarga. Ketika anak dan orangtua tingal serumah, tapi secara emosional terpisah. Di Indonesia, kita gak pernah membahas seks secara terbuka. Budayanya malu. Akibatnya, banyak remaja yang terperosok karena minimnya pengetahuan,” kata Verauli usai nonton bareng film Dua Garis Biru, Kamis (12/7).
Jika pendapat Verauli tersebut dilihat dari sisi sudut pandangan sekuler (pemisahan agama dari kehidupan) maka itu bermakna positif. Dinilai mampu memberikan edukasi. 
Namun, berbeda saat kita menempatkan Film “Dua Garis Biru” tersebut dengan standar Islam, yang notabenenya mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam tentunya film tersebut dinilai merusak generasi muda.
Sebab, dalam film tersebut mengandung  liberalisme (paham kebebasan). Dipandang lumrah seorang wanita dan laki-laki yang bukan mahrom menjalin hubungan haram pacaran, ikhtilat hingga zina.
Padahal sejatinya manusia telah Allah berikan potensi pada dirinya yaitu berupa naluri berkasih sayang (gharizah nau’). Sehingga tanpa harus diberikan tontonan seks edukasi pun, mereka mampu menjalankan tugasnya dengan naluri tersebut melalui jalur halal pernikahan.
Yang ada justru dari tontonan yang demikian, akan membuat para remaja berpikir bagaimana melakukan seks sehat dengan pasangan haramnya (kekasih) agar tidak hamil.
Yang dijadikan masalah dalam film tersebut saat Si Dara nya hamil, sedangkan mereka masih sekolah dan belum mampu membina rumah tangga karena ketidaksiapan menanggung akibat zina yang dilakukan. 
Namun apa daya sistem sekarang ini justru mengindahkanya. 
Betapa miris..? Budaya Barat di pertontonkan di Negara Indonesia yang mayoritas Ummat Muslim. Tujuannya jelas mensukseskan budaya barat buah kapitalis demokrasi dalam pundi-pundi rupiah dari bisnis perdagangan dan eksploitasi perempuan. Para pemerintah pun melegalkan Filem porno ” Dua Garis Biru” Kenapa semua ini bisa terjadi, inilah bukti bahwa negara sangat rakus dengan kekuasaan sehingga mereka lupa Generasi Muda dan menggadaikan akidah dengan ladang bisnis dalam bentuk Filem. Sehingga perdagangan manusia  dengan budaya barat terus terjadi di negeri ini. Hukum yang ada tidak bisa memberikan efek jera dengan demikian para pelaku bisnis haram pun terus merajalela. 
Ide liberalisme paham kebebasan interaksi antara lelaki dan wanita melakukan di luar batas sehingga di gencarkan secara global budaya barat sedemikian rupa dengan dalih ini lah budaya Demokrasi Kapitalis. 
Syaikh Taqiyuddin mengatakan bahwa sekularisme adalah memisahkan Islam dari urusan kehidupan. Islam hanya digunakan dalam urusan ibadah & urusan pribadi. Dalam urusan bernegara Islam tidak boleh dipakai apalagi dipraktekan itulah sekulerisme yang ada sekarang.
Untuk itu, dengan rasa peduli terhadap negeri ini maka sudah saatnya kita memberikan edukasi keislaman kepada para generasi muda agar tidak mudah terpengaruh oleh paham kebebasan (liberalism) ala barat yang merusak.
secara  praktis yang bisa diterapkan pada anak sejak dini yang saya kutip dari tulisan Zulia Ilmawati, Psikolog Pemerhati Masalah Anak dan Remaja dalam tulisannya Pendidikan Seks Untuk Anak-anak:
1. Menanamkan rasa malu pada anak
Rasa malu harus ditanamkan kepada anak sejak dini. Jangan biasakan anak-anak, walau masih kecil, bertelanjang di depan orang lain; misalnya ketika keluar kamar mandi, berganti pakaian, dan sebagainya. Dan membiasakan anak untuk selalu menutup auratnya.
2. Menanamkan jiwa maskulinitas pada anak laki-laki dan jiwa feminitas pada anak perempuan.
Berikan pakaian yang sesuai dengan jenis kelamin anak, sehingga mereka terbiasa untuk berprilaku sesuai dengan fitrahnya.
Mereka juga harus diperlakukan sesuai dengan jenis kelaminnya. Ibnu Abbas ra. berkata:
Rasulullah saw. melaknat laki-laki yang berlagak wanita dan wanita yang berlagak meniru laki-laki. (HR al-Bukhari).
3. Memisahkan tempat tidur mereka
Usia antara 7-10 tahun merupakan usia saat anak mengalami perkembangan yang pesat. Anak mulai melakukan eksplorasi ke dunia luar. Anak tidak hanya berpikir tentang dirinya, tetapi juga mengenai sesuatu yang ada di luar dirinya.
Pemisahan tempat tidur merupakan upaya untuk menanamkan kesadaran pada anak tentang eksistensi dirinya. Dengan pemisahan tempat tidur dilakukan terhadap anak dengan saudaranya yang berbeda jenis kelamin, secara langsung ia telah ditumbuhkan kesadarannya tentang eksistensi perbedaan jenis kelamin.
4. Mengenalkan waktu berkunjung (meminta izin dalam 3 waktu)
Tiga ketentuan waktu yang tidak diperbolehkan anak-anak untuk memasuki ruangan (kamar) orang dewasa kecuali meminta izin terlebih dulu adalah: sebelum shalat subuh, tengah hari, dan setelah shalat isya. Dengan pendidikan semacam ini ditanamkan pada anak maka ia akan menjadi anak yang memiliki rasa sopan-santun dan etika yang luhur.
5. Mendidik menjaga kebersihan alat kelamin.
Mengajari anak untuk menjaga kebersihan alat kelamin selain agar bersih dan sehat sekaligus juga mengajari anak tentang najis. Anak juga harus dibiasakan untuk buang air pada tempatnya (toilet training).
Dengan cara ini akan terbentuk pada diri anak sikap hati-hati, mandiri, mencintai kebersihan, mampu menguasai diri, disiplin, dan sikap moral yang memperhatikan tentang etika sopan santun dalam melakukan hajat.
6. Mengenalkan mahram-nya
Tidak semua perempuan berhak dinikahi oleh seorang laki-laki. Siapa saja perempuan yang diharamkan dan yang dihalalkan telah ditentukan oleh syariat Islam. Ketentuan ini harus diberikan pada anak agar ditaati.
Dengan memahami kedudukan perempuan yang menjadi mahram, diupayakan agar anak mampu menjaga pergaulan sehari-harinya dengan selain wanita yang bukan mahram-nya. Inilah salah satu bagian terpenting dikenalkannya kedudukan orang-orang yang haram dinikahi dalam pendidikan seks anak.
7. Mendidik anak agar selalu menjaga pandangan mata
Telah menjadi fitrah bagi setiap manusia untuk tertarik dengan lawan jenisnya. Namun, jika fitrah tersebut dibiarkan bebas lepas tanpa kendali, justru hanya akan merusak kehidupan manusia itu sendiri. Karena itu, jauhkan anak-anak dari gambar, film, atau bacaan yang mengandung unsur pornografi dan pornoaksi.
8. Mendidik anak agar tidak melakukan ikhtilât
Ikhtilât adalah bercampur-baurnya laki-laki dan perempuan bukan mahram tanpa adanya keperluan yang diboleh-kan oleh syariat Islam. Perbuatan semacam ini pada masa sekarang sudah dinggap biasa. Karena itu, jangan biasakan anak diajak ke tempat-tempat yang di dalamnya terjadi percampuran laki-laki dan perempuan secara bebas.
9. Mendidik anak agar tidak melakukan khalwat
Dinamakan khalwat jika seorang laki-laki dan wanita bukan mahram-nya berada di suatu tempat, hanya berdua saja. Biasanya mereka memilih tempat yang tersembunyi, yang tidak bisa dilihat oleh orang lain. Anak-anak sejak kecil harus diajari untuk menghindari perbuatan semacam ini. Jika dengan yang berlainan jenis, harus diingatkan untuk tidak ber-khalwat.
10. Mendidik etika berhias
Berhias berarti usaha untuk memperindah atau mempercantik diri agar bisa berpenampilan menawan yang dilakukan secara berlebihan, sehingga menimbulkan godaan bagi lawan jenisnya. Tujuan pendidikan seks dalam kaitannya dengan etika berhias adalah agar berhias tidak untuk perbuatan maksiat.
11. Ihtilâm dan haid
Ihtilâm adalah tanda anak laki-laki sudah mulai memasuki usia balig. Adapun haid dialami oleh anak perempuan. Mengenalkan anak tentang ihtilâm dan haid tidak hanya sekadar untuk bisa memahami anak dari pendekatan fisiologis dan psikologis semata.
Jika terjadi ihtilâm dan haid, Islam telah mengatur beberapa ketentuan yang berkaitan dengan masalah tersebut, antara lain kewajiban untuk melakukan mandi.
Yang paling penting, harus ditekankan bahwa kini mereka telah menjadi Muslim dan Muslimah dewasa yang wajib terikat pada semua ketentuan syariah. Artinya, mereka harus diarahkan menjadi manusia yang bertanggung jawab atas hidupnya sebagai hamba Allah yang taat.
Itulah beberapa poin tentang pendidikan seks pada anak yang bisa dilakukan sebagai pembiasaan sehari-hari tanpa harus memberikan tontonan yang justru dapat menjerumuskan mereka ke dalam pergaulan bebas. 
Pahamkan mereka dalam hal pergaulan  ala Rasulullah yang takut akan azab Allah sehingga menghindari khalwat (berdua-duaan), ikhtilat (campur baur antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahram), lalu menjadikan sifat malu sebagai perisai diri, menutup aurat, ghadzul bashar, dan rasa takut kepada Allah dalam kondisi sendiri atau di tempat umum.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, yang artinya:
قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ۚ ذَٰلِكَ أَزْكَىٰ لَهُمْ ۗ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ
“Katakanlah kepada laki-laki yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat”.
وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا ۖ وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَىٰ جُيُوبِهِنَّ ۖ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ آبَائِهِنَّ أَوْ آبَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَائِهِنَّ أَوْ أَبْنَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي أَخَوَاتِهِنَّ أَوْ نِسَائِهِنَّ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُنَّ أَوِ التَّابِعِينَ غَيْرِ أُولِي الْإِرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ أَوِ الطِّفْلِ الَّذِينَ لَمْ يَظْهَرُوا عَلَىٰ عَوْرَاتِ النِّسَاءِ ۖ وَلَا يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِينَ مِنْ زِينَتِهِنَّ ۚ وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَ الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Dan katakan kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami atau ayah, atau ayah suami atau putra-putra mereka atau putra-putra suami mereka atau saudara laki-laki atau putra-putra saudara laki-laki atau putra-putra saudari perempuan mereka, atau wanita-wanita muslimah atau budak-budak yang mereka miliki atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (kepada wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka menghentakkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung”. [An-Nûr/24:30-31]
Agar terbentuk kepribadian Islam (syakhsiyyah Islam) pada remaja Muslim sehingga mereka akan tumbuh menjadi generasi tangguh, cerdas, bertanggung jawab dan tak lebay.
Dalam hal ini, perlu adanya perhatian dan kesadaran para orang tua,  kontrol masyarakat dan peran negara dalam menerapkan aturan Allah dan mencegah sumber maksiat salah satunya seperti film-film yang merusak, agar tidak tayang di negeri Muslim.Wallahu a’lam bisshawab.[]

*Mahasiswi Unkhair, Ternate

Comment