Hari Guru, Antara Merdeka Belajar dan Rusaknya Generasi

Opini192 Views

 

Penulis: Puput Hariyani, S.Si | Pendidik Generasi

 

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– “Pahlawan Tanpa Tanda Jasa” adalah julukan untuk para guru yang telah rela berkorban mencerdaskan generasi bangsa tanpa pamrih. Sebagai bentuk penghormatan atas pengorbanannya maka dipersembahkan hari khusus setiap setahun sekali untuk diperingati sebagai hari guru.

Dalam Pedoman Peringatan Hari Guru Nasional 2023, upacara bendera peringatan HGN dilaksanakan pada 25 Nopember 2023. Upacara itu dijalankan di sekolah, kantor kementerian, kantor perwakilan Indonesia di luar negeri, dan lain-lain. Tema yang diusung tahun ini adalah “Bergerak Bersama, Rayakan Merdeka Belajar” (Tirto.id).

Berdasarkan tema yang diusung dalam peringatan hari guru tahun ini seolah pemerintah ingin memberikan pesan khusus kepada khalayak umum tentang keberhasilan kurikulum merdeka belajar.

Sebagaimana jamak dipahami kurikulum yang didesain kemendikbud ini untuk menghasilkan output pendidikan yang siap terjun di dunia kerja dan memenuhi kebutuhan pasar industri.

Hanya saja, peringatan ini masih menyisakan dilemma dan kepedihan mendalam karena pada saat bersamaan harus beririsan dengan degradasi kondisi generasi.

Tak dipungkiri, raport merah tingkah polah generasi muda bisa disaksikan oleh mata telanjang. Mulai kasus percintaan yang kebablasan, pinjol, masalah keluarga, bullying, perkelahian, miras, narkoba hingga berujung bunuh diri.

Berbagai persoalan kerusakan generasi ini sudah semestinya mendapatkan penanganan serius dari pemerintah. Pasalnya dari tahun ke tahun problem generasi kian variatif dan terus bertambah. Jangan sampai seluruh elemen masyarakat terbawa euphoria peringatan hari guru yang kemudian melalaikan akar persoalan generasi yang sesungguhnya.

Jargon “ganti Menteri, ganti kurikulum” nyatanya belum mampu membawa perubahan signifikan terhadap kondisi Pendidikan negeri ini, termasuk penggunaan kurikulum merdeka belajar yang terbilang minim kontribusi. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun sudah berganti belasan kali, kurikulum yang saat ini diterapkan tidak tepat dan masih bermasalah.

Penting untuk melakukan evaluasi secara menyeluruh agar tidak terulang. Hari ini warna kehidupan kita adalah sekuler yang menihilkan peran pencipta dalam kehidupan dunia, sehingga naturalnya menghasilkan kehidupan yang tidak bersih. Dengan demikian, wajar jika hasilnya adalah generasi yang sekuler, generasi yang rusak.

Berbeda dengan Islam yang menghasilkan kehidupan yang naturalnya bersih, karena system pengaturannya berdasarkan wahyu, diturunkan oleh Dzat yang Mahabaik.

Selain menerapkan kurikulum Pendidikan Islam yang berasaskan akidah Islam, ditopang oleh berbagai system kehidupan lain dan disokong oleh peran keluarga, masyarakat, sekolah juga penguasa sebagai pihak yang bertanggungjawab dan menjamin keberhasilan membentuk generasi bekualitas.

Lahir generasi salih, berkepribadian Islam dan pemuda muslim tampil sebagai subjek perubahan di tengah masyarakat. Wallahu a’lam bi ash-showab.[]

Comment