Hari Anak, Antara Euforia dan Kecemasan

Opini326 Views

 

Penulis: Riska Fadliah Angraini | Part of Yuk Move On Selayar

 

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Belum lama ini tepatnya pada tanggal 23 juli 2024 menjadi puncak hari anak nasional 2024 yang dilaksanakan di Jayapura, Papua. Pada pelaksanaan penyambutan presiden di puncak acara hari anak nasional pemerintah setempat melibatkan 7000 anak sebagai tanda penghormatan dan penjemputan presiden Jokowi dalam acara tersebut.

Tema yang diangkat dalam puncak acara hari anak nasional tahun ini adalah “Anak Terlindungi Indonesia Maju”, alasan Papua sebagai tempat puncak hari anak nasional sendiri dijelaskan sesuai dengan arahan presiden dan ibu Iriana agar kemeriahannya dapat dirasakan oleh anak-anak di daerah terpencil dan terluar seperti di Papua.

Tidak bisa dipungkiri kemeriahan hari anak nasional yang dilaksanakan di Jayapura, Papua tidak lepas dari kemeriahan dan antusiasme banyak masyarakat Papua. Namun kemeriahan ini pada akhirnya hanya bersifat sementara, dan kenyataannya tidak dapat dirasakan oleh snak – anak di Papua khususnya dan Indonesia  umumnya.

Bahkan sampai hari pelaksanaan Hari Anak Nasional, fakta di lapangan menunjukkan masih tingginya angka kelaparan dan rendahnya taraf pendidikan bagi anak-anak Papua atau pun wilayah Indonesia lainnya. Masih banyak anak-anak di wilayah Papua yang masih mengalami kelaparan dan tidak dapat melanjutkan ataupun mendapatkan pendidikan yang layak.

Kenyataan ini menunjukkan bahwa perayaan Hari Anak Nasional masih sekedar euforia belaka dan belum  terimplementasi dengan baik dalam kehidupan bernegara. Peringatan Hari Anak Nasional telah dilakukan berulang kali namun nyatanya tidak menghasilkan dampak yang bermakna bagi anak-anak di Indonesia.

Seperti diketahui bahwa hari ini bahkan tingkat kriminalitas banyak melibatkan para anak-anak dan pemuda mulai dari kasus pinjol, judi online, tawuran, perzinahan, dan berbagai kasus lainnya.

Sebagai masukan dan koreksi, tentu hakikat dan dampak positif Hari Anak Nasional patut dipertanyakan. Selaras dengan hal tersebut, peran keluarga dalam mendidik anak-anak bangsa makin lemah di tengah tuntutan kehidupan sistem kapitalime sekuler yang makin mencekik masyarakat. Hal ini melemahkan peran keluarga dan tanpa disadari mengikis akhlak anak bangsa. Pada akhirnya anak-anak bangsa lahir menjadi generasi yang penuh kecemasan dan kerusakan moral.

Dalam sistem Islam sebuah generasi sangat dijaga dan dididik dengan penuh perhatian sesuai syariat. Oleh karena itu Islam sangat memperhatikan peran negara memenuhi kebutuhan anak-anak bangsa. Di samping itu negara menjamin peran keluarga menciptakan generasi kuat dan dan berkualitas.

Bukan hanya euforia belaka, sebuah generasi dalam sistem Islam dikelola dengan benar tanpa kecemasan, sehingga melahirkan karakter anak dan grnerasi bangsa yang meniliki karakter sebagaimana generasi di era kejayaan Islam dahulu.[]

Comment