Harga Tiket Pesawat Naik, Butuh Solusi Sistematis!

Opini149 Views

 

 

Penulis: Puput Hariyani, S.Si | Business Woman

 

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Pesawat merupakan transportasi penerbangan yang dipilih sebagian besar masyarakat karena memudahkan konektivitas baik antar kota maupun antar negara. Selain sangat efektif dalam perputaran perkonomian masyarakat, transportasi udara ini juga memiliki posisi strategis untuk kemajuan ekonomi suatu bangsa.

Hanya saja, harga tiket pesawat domestic yang melambung tinggi banyak dikeluhkan karena tidak dapat dijangkau oleh masyarakat secara luas, hanya kalangan berduit saja yang mampu menikmati layanan ini. Mahalnya tiket pesawat juga disampaikan oleh Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan bahwa harga tiket pesawat di Indonesia paling mahal kedua di dunia.

“Dibandingkan dengan negara-negara ASEAN dan negara berpenduduk tinggi, harga tiket penerbangan Indonesia jadi yang termahal kedua setelah Brasil,” kata Luhut dikutip dari akun Instagram pribadinya @luhut.pandjaitan.

Menanggapi mahalnya harga tiket pesawat, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Salahuddin Uno memastikan bahwa pemerintah telah membentuk satuan tugas (satgas) penurunan harga tiket pesawat. Pembentukan satgas ini sebagai tindak lanjut pemerintah menciptakan harga tiket pesawat yang lebih efisien di Indonesia (Tirto.id).

Mengapa harga tiket terlampau mahal dan benarkah dibentuknya satgas mampu menjadikan harga tiket mudah dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat? Mengingat pentingnya transportasi sebagai sarana vital untuk berbagai aktivitas maka harus mendapat perhatian khusus dan telaah kritis penyebab dan solusi yang dirumuskan.

Ketua Bidang Penerbangan Berjadwal Asosiasi Maskapai Penerbangan Indonesia (INACA) Bayu Sutanto mengungkap dalam komponen detailnya, seperti harga tiket berdasarkan biaya total operasi setiap rute, Pelayanan Jasa Penumpang Pesawat Udara/passenger service charge (PSC) atau retribusi bandara yang nilainya mencapai hingga 25-30 persen dari harga tiket.

Misalnya, desain gedung terminal bandara yang berorientasi mewah dan megah tanpa perhitungkan biaya operasi dan perawatan yang pada akhirnya dibebankan kepada penumpang dalam PJP2U atau PSC. Inefisiensi pengelolaan bandara, biaya-biaya titipan dalam harga avtur seperti throughput fee oleh pengelola bandara, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) 0,25 persen oleh Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi dan PPN 11 persen terhadap avtur untuk penerbangan domestic (Tempo.co).

Jelas bahwa mahalnya tiket pesawat disebabkan layanan transportasi dijadikan ajang bisnis demi meraup keuntungan yang besar juga adanya monopoli dalam penyelenggaraannya. Kekuatan system ekonomi kapitalis menjadi biang kerok setiap persoalan yang muncul berikut turunannya.

Di lain sisi pembentukan satgas dinilai juga tidak akan mampu menyelesaikan persoalan selama standart penyelesaiannya masih dalam kerangka system yang sama. Keberadaan satgas justru semakin menegaskan ketidakmampuan lembaga negara dalam menghadirkan solusi.

Sementara Islam memiliki cara pandang yang jauh berbeda dengan kerangka system kapitalistik hari ini. Dalam Islam transportasi merupakan kebutuhan public yang menjadi tanggung jawab negara. Negara wajib mewujudkan keberadaannya dengan prinsip pelayanan yang mudah, murah, efesien kepada seluruh lapisan masyarakat.

Pengurusan pelayanan kebutuhan rakyat akan diberiakn kepada SDM yang memiliki kapabilitas, amanah, bertanggungjawab sehingga pengelolaannya memberikan kemaslahatan. Seluruh pembiayaan transportasi akan diambil dari kas negara (baitulmal). Negara akan mendapatkan kas dari pengelolaan SDA dan beberapa pemasukan lain, seperti jizyah, fai, kharaj, ganimah, dan lainnya.

Skema ini hanya akan terwujud ketika system Islam diambil sebagai system kehidupan yang diterapkan secara menyeluruh. Dengannya kehidupan akan diliputi kemudahan dan keberkahan. In syaa Allah. Wallahu’alam bi ash-showab.[]

Comment