Oleh: Desi Wulan Sari, M.Si, Pengamat Sosial dan Pegiat Literasi
__________
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — Berbagai kebutuhan pokok terus merangkak naik. Seperti gula dan cabai harganya sudah tak lagi ramah di kantong masyarakat. Padahal kebutuhan pokok sehari-hari ini tidak bisa jauh dari kehidupan masyarakat.
Harga minyak goreng berkisar Rp 38.000,- s/d Rp 41.000,- di pasaran. Kementrian Perdagangan (Kemendag) Oke Nurwan, memprediksi harga minyak goreng akan terus naik sampai kuartal I-2022. Kenaikan tersebut disebabkan menguatnya harga crude palm oil (CPO) atau minyak kelapa sawit dunia, sehingga pasokan minyak goreng dalam negeri terganggu (Kompas.com, 12/11/2021).
Begitupun harga cabai merah keriting berada di kisaran Rp 50.000,- s/d Rp 55.000,- di pasaran. Salah satu pedagang cabai di pasar koja mengatakan bahwa harga ini diperkirakan akan terus naik hingga nataru. Ekonom INDEF Eko Listiyanto menilai kenaikan harga cabai merah keriting dan rawit dikarenakan memasuki musim hujan, sehingga produksi mengalami penurunan di tengah permintaan yang meningkat (Liputan6.com, 7/11/2021).
Melihat kondisi harga tersebut membuat masyarakat semakin jauh menjangkau kebutuhan pokok yang ada. Membayangkan jika seseorang memiliki uang 100 ribu rupiah saja, hanya bisa membeli cabai merah 1 kg dan minyak goreng 2 liter. Sehingga, bentuk penghematan seperti apa lagi yang harus dilakukan rakyat kecil, jika harga ini terus menanjak.
Kejadian seperti ini bukan hanya baru terjadi, biasanya setiap tahun pada bulan-bulan di hari raya besar tak pernah absen. Entah mengapa, pengalaman-pengalaman dari problem tersebut, hingga kini pemerintah tidak mampu mengontrol harga bahan pokok menjadi stabil, walau dengan alasan apapun, apakah itu cuaca ataupun gangguan dari harga luar negeri CPO yang terganggu.
Semestinya, itu bukan menjadi alasan harga bahan pokok terus naik jika penguasa negeri memiliki konsep bernegara yang fokus pada pemenuhan kebutuhan rakyatnya. Indonesia yang memiliki tanah subur dan melimpah kekayaan alamnya, dikenal sebagai negara agraris, mestinya mampu memenuhi kebutuhan pokok dalam negerinya.
Faktanya, saat ini rakyat kecil semakin sulit menggapai kebutuhan hidupnya akibat pendapatan yang diterima tidak sepadan dengan pengeluaran dalam keluarganya. Bukan saja tidak mampu membeli minyak goreng dan cabai, bahkan memenuhi kebutuhan keluarganya menjadi hal yang sulit dilakukan.
Tidaklah mengherankan bila masalah ini terus berulang, karena doninasi sistem kapitalis yang mengatur kehidupan negara dan rakyat ini.
Kebobrokan dan kegagalan sistem kapitalisme mengatur kehidupan ekonomi dunia yang gagal ini semakin tampak membuktikan kegagalannya. Kapitalisme tidak memiliki solusi tepat dan tidak mampu mengatasi masalah yang muncul. Solusi tambal sulam melalui kebijakan pesanan penguasa dan pengusaha global hanya semakin memperparah kondisi rakyat sebuah negara.
Lantas, adakah solusi tuntas dari problematika ini? Menghentikan kenaikan harga bahan pokok dalam negeri, agar rakyat dapat hidup dengan sejahtera?
Penerapan sistem kapitalis lebih fokus dan condong mengurus kehidupan negara dan rakya berdasarkan kecukupan materi semata. Kapitalisme telah banyak membuat rakyat sengsara dan kerusakan di mana-mana. Kehidupan hanya diukur berdasarkan nilai materi sehingga membuat penguasa dan pengusaha global dapat mengintervensi peran dan kebijakan sesuai selera dan kepentingannya.
Berbeda halnya dengan sistem Islam. Setiap kebijakan yang dikeluarkan tidak boleh keluar dari bingkai dan hukum syara. Aturan yang dikeluarkan sistem paripurna ini pun selalu merujuk pada kebutuhan dan kepentingan rakyat.
Masalah harga kebutuhan pokok yang kian melambung perlu dikaji secara mendalam. Karena pemenuhan kebutuhan pokok semestinya mudah dijangkau oleh masyarakat.
Agar pemenuhan kebutuhan ini dapat terjangkau oleh masyarakat maka Islam menjamin distribusi dan pengembangan lahan pertanian yang mampu memenuhi kebutuhan seluruh rakyat dengan harga yang wajar. Dalam pematokan harga dari satu pihak tertentu tidaklah dibolehkan. Kebijakan yang dilakukan menekankan pada kecukupan pasokan dalam negeri yaitu menjamin hasil pertanian cabai, dan perkebunan sawit yang dimiliki.
Tak kalah penting, masalah distribusi pun menjadi hal penting agar tidak terjadi kelangkaan yang dapat memicu terjadinya kenaikan harga pangan. Kebijakan terkait patokan harga dapat dilakukan oleh pemerintah, pemimpin sebagai pemegang kekuasaan tertinggi pemerintahan akan memberikan solusi terbaik bagi rakyat tanpa melihat kepentingan pribadi dan golongan tertentu saja.
Stok ketersediaan atau cadangan bahan pokok harus terus diupayakan untuk mengantisipasi terjadinya kelangkaan pasokan sedini mungkin, baik akibat pengaruh cuaca atau permainan yang dilakukan para spekulan.
Islam menetapkan sanksi tegas bagi para pengusaha yang melakukan permainan harga bagi kebutuhan bahan pokok rakyat. Selain itu, edukasi pun terus dilakukan kepada masyarakat terkait pengetahuan hukum atas keharaman dan sanksi atas kejahatan tersebut.
Sejatinya, hanya kebijakan tata kelola pangan sesuai syariat Islam saja yang mampu menuntaskan persoalan harga bahan pokok yang kerap terjadi di negeri ini. Wallahu lam bishawab.[]
Comment