Harga Beras Menggila, di Mana Peran Negara?

Opini75 Views

 

 

 

Penulis: Bazlina Adani | Alumni UMN-AW Medan

 

 

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Harga beras terus mencetak rekor demi rekor. Kondisi ini tentu saja memberatkan bagi masyarakat Indonesia di mana 98,5% konsumsi makanan utamanya adalah beras.

Data Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional (PIHPSN) menunjukkan harga beras pada Jumat (13/10/2023) tercatat Rp14.600 per kg. Harga setingggi itu belum pernah tercatat dalam PIHPSN.

Sepanjang tahun ini, harga beras sudah terbang 15,42%. Bila melihat pergerakan bulanan, harga beras juga sudah jauh melonjak bila dibandingkan dua tahun lalu (CNBNIndonesia, 14/10/2023).

Indonesia termasuk negara tropis yang memiliki daerah dengan kondisi tanah yang subur. Suburnya tanah di Indonesia menjadikan sektor pertanian sebagai salah satu sektor strategis bagi perkembangan ekonomi nasional. Dari alasan inilah Indonesia juga disematkan sebagai negara agraris.

Sebagai salah satu sektor strategis, sektor pertanian berperan sebagai penghasil bahan pangan dan sumber tenaga kerja bagi sektor-sektor lainnya. Bahkan jika melihat luas lahan sawah di Indonesia, berdasarkan data BPS (2019), luas lahan kering nasional mencapai 63,4 juta hektar (33,7% luas lahan Indonesia).

Lahan yang sudah digunakan untuk pertanian lahan kering 8,8 juta ha, sedangkan lahan untuk pertanian lahan kering campur semak 26,3 juta hektar dan untuk perkebunan seluas 18 juta ha. Ini artinya Indonesia memiliki luas lahan yang cukup potensial bagi produktivitas sektor pertanian yang menjadi sumber bahan pangan, salah satunya padi.

Namun realita di lapangan, seperti ditulis CNBCIndonesia (17/10/2023), produksi padi justru menurun. Produksi padi di Indonesia sepanjang Januari−September 2023 diperkirakan sebesar 45,33 juta ton GKG atau mengalami penurunan sekitar 105,09 ribu ton GKG (0,23%) dibandingkan Januari−September 2022 yang sebesar 45,43 juta ton GKG.

Indonesia yang baru saja turut memperingati hari pangan sedunia ternyata masih terus dihadapkan pada persoalan pangan yang tiada habis. Di tengah kondisi menurunnya produksi padi di Indonesia, pemerintah berusaha memberikan angin segar kepada rakyat dengan memastikan stok beras nasional aman. Tetapi lagi-lagi fakta ini justru kontradiktif dengan banyaknya keluhan masyarakat atas mahalnya harga beras di pasaran. Stok beras aman, mengapa harga beras naik menggila?

Hasil penelitian lembaga kajian ekonomi Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) menunjukkan seperti ditulis RRI.co.id, (22/09/2023), masyarakat menengah ke bawah paling terdampak kenaikan harga beras. Karena pergerakan harga beras di pasar tradisional ternyata lebih fluktuatif dibandingkan di pasar modern. Dalam penelitiannya, INDEF memadukan harga beras dari tanggal 2 Januari hingga 20 September 2023. Hasilnya, kenaikan harga beras di pasar tradisional mencapai 12,6 persen, sedangkan di pasar modern kenaikannya hanya 8,8 persen.

Jika diamati, penyebab menggilanya harga beras di pasaran bukan hanya karena produksi padi yang menurun akibat fenomena el nino, tetapi dipengaruhi pula oleh pembentukan pola harga di pasaran yang kerap kali ditentukan oleh penguasa pasar ataupun para pemilik modal.

Bagaimana tidak, pengelolaan padi, distribusi hingga pemasaran beras sampai ke konsumen saat ini didominasi oleh pabrik-pabrik besar swasta. Petani-petani kecil justru masuk ke dalam belenggu pasar oligarki yang membuat mereka (swasta) turut andil mengendalikan harga beras dipasaran.

Inilah yang menjadi satu gambaran dari tata pengelolaan pangan di negeri ini yang bersumber dari sistem kapitalis-liberal. Sistem inilah yang membuka gerbang komersialisasi produk pangan yang notabene merupakan kebutuhan dasar masyarakat. Terlebih lagi, penguasaan lahan pertanian kini dikelola oleh siapa saja yang memiliki modal untuk mengelola dan mengendalikan pasar.

Ketimpangan penguasaan lahan juga membawa dampak buruk bagi petani kecil sebab mereka tidak akan mungkin bersaing dengan para kartel.

Sementara itu, penguasa dalam sistem kapitalisme tidak secara utuh hadir sebagai pelayan rakyat, melainkan hanya berperan sebatas regulator dan fasilitator. Hal ini memberi keleluasaan bagi para pemilik modal untuk mengelola lahan dan sumber daya lain di negeri ini.

Walhasil, apabila negeri ini mengalami kelangkaan sumber pangan, maka penguasa lebih memilih impor ketimbang memikirkan bagaimana agar tercipta swasembada pangan. Ini tak ubahnya seperti penguasa saat ini telah berlepas tangan terhadap tugasnya sebagai pengatur urusan rakyat.

Beginilah potret buram pengelolaan pangan dalam sistem kapitalisme. Hal ini tentu berbeda dengan sistem Islam yang memiliki seperangkat aturan menjaga kestabilan harga di pasaran dan menjamin ketercukupan produk pangan dalam negeri.

Pertama, posisi negara berperan sebagai pelayanan rakyat dan bertanggung – jawab penuh atas kebutuhan, kesejahteraan, keadilan, dan keamanan terhadap rakyat. Dengan kata lain, Islam memberikan solusi ideal bagi terpenuhinya hajat hidup rakyat.

Kedua, untuk memastikan hajat hidup rakyat, negara menjamin stabilitas harga pangan di pasaran dengan mekanisme aturan yang berlandaskan syari’at agar seluruh rakyat dapat menjangkau produk pangan. Sebab salah satu keberhasilan negara dalam hal pelayanan terhadap rakyat adalah saat seluruh kebutuhan individu rakyat terpenuhi tanpa terkecuali.

Ketiga, untuk menjamin berlangsungnya stok pangan dalam negeri, negara  melalui penguasa – menjalankan pengaturan sistem pangan dengan pengelolaan terbaik tanpa campur tangan asing ataupun swasta. Negara menyediakan lahan, fasilitas yang memadai, serta segala jenis pupuk agar pengelolaan pertanian berlangsung optimal.

Dengan demikian tidak hanya memastikan stok pangan, negara juga mampu menciptakan kedaulatan pangan – sebab semua dilakukan dengan kebijakan dan mekanisme yang tepat dan manfaatnya bisa didapat secara merata.

Inilah yang seharusnya menjadi perhatian serius seorang penguasa untuk menjamin kebutuhan pokok rakyat. Namun kondisi ideal seperti ini tidak akan dirasakan kecuali dengan implementasi dalam seluruh aspek kehidupan. Wallahua’lam.[]

Comment