Harga Barang Naik, Presiden Hanya Pesan Hati-Hati

Opini586 Views

 

Oleh: Widya Soviana, Dosen dan Pemerhati Masalah Sosial Masyarakat

__________

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — Setiap kali menjelang Ramadhan, masyarakat selalu dihadapkan dengan harga barang yang naik. Alasan klise yang sering dikabarkan dari dampak kenaikan harga barang adalah karena permintaan pasar yang meningkat. Prinsip ekonomi pasar yang bersumber dari hukum permintaan dan penawaran di klaim menjadi sebab terjadinya peningkatan harga barang tersebut. Alhasil, setiap ada kebutuhan masyarakat terhadap barang tertentu meningkat, maka harga barang dengan mudah dijadikan alasan untuk dinaikkan. Berprinsip pada ekonomi kapitalisme, telah menyebabkan para pengusaha memegang peranan dalam menentukan setiap harga barang yang beredar di masyarakat.

Lebih parah dari itu, kenaikan harga barang yang terjadi setiap tahunnya dianggap oleh pemerintah sebagai rutinitas biasa. Bahkan kesusahan rakyat untuk memenuhi kebutuhan barang tersebut menjadi sesuatu yang biasa. Rakyat diminta untuk mempersiapkan diri terhadap dampak kenaikan harga-harga yang selangit.

Berbagai pernyataan dikemukakan oleh para pejabat negara untuk menggurui masyarakat yang langsung terkena dampak kenaikan harga barang.

Salah satu yang sangat popular di masyarakat adalah “makan dua buah pisang untuk menggantikan sepiring nasi”. Pernyataan yang dilontarkan seorang Wakil Presiden Ma’ruf Amin tersebut telah dianggap melukai hati rakyat.

Pasalnya dengan memakan pisang dua buah, maka seseorang tidak perlu lagi makan nasi karena dianggap sudah cukup untuk mengenyangkan perut. Alhasil beragam sindiran dilakukan oleh masyarakat untuk menjawab pernyataan Wapres tersebut. Rakyat menganggap bahwa pemerintah dipaksa kenyang sedangkan pejabat tidak kenyang-kenyang hingga minta 3 periode (suara.com, 31/03,22).

Hal senada pernah pula disampaikan oleh Ketua DPR Puan Maharani, saat menjabat sebagai Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan. Puan Maharani menghimbau masyarakat miskin untuk diet sedikit, tidak banyak-banyak makan serunya. Sehingga pernyatannya tersebut disebut asal bunyi oleh Serikat Tani (merdeka.com, 29/01/16).

Pernyataan-pernyataan pejabat publik yang dinilai tidak peka terhadap penderitaan kehidupan rakyat, juga tidak solutif terhadap permasalahan yang sedang terjadi.

Kenaikan harga-harga barang disambut pula oleh kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Pertamax dan kelangkaan jenis Pertalite. Padahal masyarakat Indonesia sebelumnya baru mengalami kelangkaan minyak goreng dan berakhir dengan harga yang meroket.

Kebijakan yang disebut mengembalikan harga kepada harga pasar menyebabkan minyak goreng mencapai 2 kali lipat dari harga biasanya yakni 25 ribu per 2 liternya menjadi 50 ribu (suara.com, 24/03,22).

Ironisnya di sisi lain, kenaikan gaji pegawai Pertamina justru naik dengan fantastis saat harga BBM dinaikkan (economy.okezone.com, 05/04/22).

Di saat rakyat mengeluh pada harga bahan bakar yang berdampak terhadap seluruh kenaikan harga barang, pemerintah kembali menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 10 % menjadi 11 % pada awal April 2022 ini (finance.detik.cm, 07/04/22).

Kenaikan pajak tersebut turut pula mempengaruhi kenaikan barang-barang yang menjadi kebutuhan utama masyarakat seperti LPG dan lainnya. Namun sayang, Presiden Joko Widodo hanya mampu mengingatkan hati-hati kepada masyarakat akibat adanya kenaikan harga barang-barang tersebut.

Padahal ini adalah imbas dari penerapan ekonomi kapitalisme yang terjadi saat ini. Dalam pandangan kapitalisme, peran negara harus diminimalisir karena dianggap menyingkirkan peran sektor swasta. Sehingga prinsip tersebut, menjadi peluang bagi penguasaan pasar oleh satu produsen (monopoli) atau beberapa produsen (oligopoli).

Maka dengan kekuasaan tersebut, para monopoli dan oligopoli dapat menaikkan harga barang meskipun ketersediaanya melimpah sebagaimana kasus minyak goreng yang terjadi belakangan ini. Dan kesempatan untuk mendapatkan keuntungan berlipat ganda diperoleh ketika masyarakat secara bersama-sama melakukan permintaan yang besar dalam rangka menyambut Ramadhan dan Lebaran.

Sistem ekonomi seperti ini menjadikan masyarakat sulit untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Bahkan sistem ekonomi ini telah mampu meningkatkan jumlah masyarakat miskin di Indonesia, karena tidak memiliki daya beli.

Ketika banyak masyarakat yang mengalami kesulitan dan kesusahan dalam kehidupannya, tidak dipungkiri kestabilan negara pun menjadi terancam. Sistem ekonomi kapitalisme hanya mewujudkan monopoli dan oligopoli yang menciptakan kesejahteraan hanya di kalangan mereka saja. Adapun rakyat semakin menderita.

Maka untuk mengatasi permasalahan harga pangan diperlukan sistem yang benar. Sistem tandingan dari sistem ekonomi kapitalisme tersebut adalah sistem ekonomi islam. Sistem ekonomi islam lahir dari cara pandang akidah islam. Penyelenggaraan ekonomi dilakukan untuk memastikan kebutuhan masyarakat terpenuhi secara baik dan layak. Dalam sistem ekonomi islam, negara tidak boleh mengeluarkan kebijakan mematok harga. Karena kebijakan tersebut bersifat temporer dan tidak berlangsung lama, justru kebijakan tersebut akan menyebabkan lonjakan harga yang luar biasa tinggi ketika inflasi terjadi.

Sistem ekonomi islam sepenuhnya menyerahkan harga pangan kepada harga pasar, karena hak mematok harga adalah milik Allah Subhana wa Ta’ala, sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Abu Daud dan Ibnu Majah bahwa Rasulullah Shalallahu’alaihi wa Salam bersabda:

“Sesungguhnya Allah lah yang mematok harga, yang menyempitkan dan melapangkan rizki, dan saya sungguh berharap untuk bertemu Allah dalam kondisi tidak seorang pun dari kalian yang menuntut kepadaku dengan suatu kezhaliman dalam darah dan harta”.

Sehingga ketentuan harga terjadi karena adanya penawaran dan permintaan secara alami. Adapun ketika persediaan barang terbatas, maka negara berhak melakukan intervensi dengan mendatangkan barang dari tempat lainnya. Sehingga, dapat dipastikan harga tetap stabil tanpa merusak harga pasar karena ketersediaan barang tetap seperti biasa.

Namun, apabila ada kegiatan penimbunan barang yang bertujuan untuk mendapatkan keuntungan, maka negara akan menjatuhkan hukuman kepada pelaku kecurangan tersebut. Kehadiran Qadhi di pasar dalam sistem ekonomi islam akan menjaga segala praktik kecurangan yang mungkin terjadi di tengah-tengah masyarakat.

Beginilah sistem ekonomi islam mengatasi kenaikan harga pangan. Semoga sistem ekonomi islam ini dapat ditegakkan segera dengan begitu keberkahan akan hadir di tengah-tengah masyarakat. Wallahu’alam.[]

Comment