RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA – Kondisi keamanan anak – anak Indonesia hari ini begitu memprihatinkan. Maraknya pelecehan seksual pada anak, baik anak laki – laki maupun anak perempuan yang kian tinggi korbannya.
Mengutip laman detiknews.com ( 24/07/2019), Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Achmadi mengungkap kenaikan juga terjadi pada permohonan perlindungan dan bantuan hukum tindak pidana kekerasan seksual pada anak.
Menurutnya, pada 2016, ada 35 korban, lalu meningkat pada 2017 sejumlah 70 korban, dan sebanyak 149 korban pada 2018.
Sampai dengan bulan Juni 2019 telah mencapai 78 permohonan terhadap kasus kekerasan seksual terhadap anak.
Achmadi juga mengungkap pelaku kekerasan seksual terhadap anak didominasi oleh orang terdekat sebesar 80,23 persen dan 19,77 persen dilakukan oleh orang tidak dikenal.
Dari data tempo.co (3/8/19), Markas Besar Polri mencatat ada 236 kasus pelecehan seksual terhadap anak yang terjadi pada Januari hingga Mei 2019. Namun, Kepala Bagian Penerangan Umum Mabes Polri Komisaris Besar Asep Adi Saputra mengatakan hanya 50 persen dari keseluruhan kasus yang bisa ditangani tuntas oleh institusinya.
Mengutip laman sindonews.com (30/10/19), seorang siswi kelas Sekolah Dasar (SD) di Kabupaten Jeneponto, Sulsel, diperkosa petugas satuan pengamanan alias satpam di sekolahnya. Pelaku berinisial R (35) memperkosa korban SI (11) setelah sebelumnya mengancam akan membunuh korban.
Mengutip tribunjabar.co.id (17/9/2019)di Bekasi, AR mencabuli F, seorang siswi kelas 6 SD, dua kali dalam 6 bulan terakhir di lapangan parkir di Bintara Jaya, Bekasi.
Pelecehan seksual pada anak adalah kondisi darurat yang harus segera diselesaikan pemerintah.
Anak adalah aset dan penerus tonggak estafet perjuangan orang tua, agama bangsa dan negara.
Pelecehan seksual pada anak yang kian marak merusak masa depan anak.
Di antara faktor penyebab tingginya pelecehan seksual pada anak adalah tingginya tayangan dan tontonan pornografi di Indonesia yang mudah diakses baik melalui internet maupun media televisi.
Mengutip data dari kemenkopmk.go.id,
penetrasi pengguna internet di Indonesia terus mengalami peningkatan, di tahun 2017, dari 262 juta penduduk Indonesia sebanyak 143,26 juta jiwa menggunakan internet, dengan komposisi terbesar (49,52 persen) pada usia 19-34 tahun, kedua (29,55 persen ) di usia 35-14 tahun dan ketiga (16,88 persen) di usia 13-18 tahun.
Di satu sisi berbagai kasus kejahatan seksual anak juga disebabkan oleh pengaruh pornografi sebanyak 42.42 persen, pengaruh teman sebaya 30.30 persen, pengaruh miras 16.67 persen, lainnya 7.58 persen dan Napza 3.03 persen.
Ada tiga hal solusi untuk mengatasi problematika pelecehan seksual anak, di antaranya :
Pertama, adalah peran utama orang tua dan keluarga, pondasi agama yang kuat tertanam pada unit keluarga adalah faktor utama mencegah pelecehan seksual pada anak.
Perlindungan dan penjagaan terhadap anak menjadi tugas utama orang tua dan keluarga.Keluarga merupakan wadah utama dan pertama yang mendidik sikap, jatidiri dan pembentukan karakter. Hal ini sangat terkait dengan pola asuh, cara mendidik anak, dan kemampuan keluarga menerjemahkan ajaran agama dalam keseharian.
Tak hanya itu orang tua dan keluarga harus membekali anak dengan pengetahuan dan keberanian, bila ada perilaku “tidak wajar” yang dilakukan orang lain segera melakukan perlawanan dan melaporkannya.
Kedua, peran masyarakat sebagai kontrol, di mana masyarakat menjadi benteng kedua bagi anak, masyarakat memiliki andil turut serta memberikan perlindungan bagi anak untuk untuk bersama-sama melakukan aksi nyata pencegahan sekaligus penindakan terhadap para pelaku pelecehan seksual melalui berbagai bentuk.
Ketiga, ini yang paling penting – peran utama negara.
Negara dalam Islam adalah pengayom dan pelindung rakyat. Telah banyak solusi yang diberikan oleh pemerintah untuk mengatasi masalah kejahatan seksual.
Solusi terbaru adalah hukuman kebiri terhadap pelaku kejahatan seksual. Namun, jika diteliti lebih jauh solusi ini tidak cukup untuk menuntaskan masalah.
Merebaknya kejahatan seksual juga tidak terlepas dari faktor lingkungan.
Pengaruh media yang sarat pornografi dan pornoaksi, narkoba dan minuman keras adalah beberapa contoh yang menjadi pemicu terjadinya keajahatan seksual.
Selain itu, perilaku kebebasan yang merajalela dalam masyarakat menjadi faktor yang juga mempengaruhi maraknya kejahatan seksual.
Penanganan tindak kriminal semestinya dilakukan dua sisi; preventif dan kuratif. Tanpa upaya pencegahan (preventif), apapun langkah kuratif yang dilakukan, semisal menjatuhkan sanksi hukum yang berat tidak akan pernah efektif.
Hal ini pun diperhatikan di dalam Islam. Islam memandang kejahatan seksual adalah sebuah tindak kriminal yang pelakunya layak mendapatkan hukuman yang tegas. Syariat Islam datang sebagai petunjuk bagi manusia, sebagaimana firman Allah Swt dalam surat Al-Fath ayat 28:
هُوَ الَّذِي أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَىٰ وَدِينِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ ۚ وَكَفَىٰ بِاللَّهِ شَهِيدًا
“Dialah Allah yang telah mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang hak, agar Dia menangkan agama itu atas semua agama-agama lainnya. Dan cukuplah Allah sebagai saksi” (QS. Al Fath: 28).
Syariat islam telah memberikan solusi atas permasalahan manusia dalam setiap aspek kehidupan.
Dalam menangani kasus kejahatan seksual, sistem Islam memiliki seperangkat sistem yang mampu mencegah tindakan tersebut dengan menutup seluruh pintu kemaksiatan yang dapat menjadi pemicu tindak kejahatan tersebut.
Sejak awal Islam telah melarang untuk mendekati zina, sebagaimana firman Allah SWT:
وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا ۖ إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا
“Dan janganlah kamu mendekati zina. Sesungguhnya zina itu adalah perbuatan keji, dan seburuk-buruknya jalan” (QS. Al Israa: 32).
Syariat Islam juga mengatur interaksi antara pria dan wanita yang dicukupkan pada wilayah muamalah dan tolong-menolong saja. Islam juga mewajibkan pria dan wanita menutup aurat ketika berada di tempat-tempat umum.
Selain itu, Islam juga melarang keras peredaran minuman keras dan narkoba. Berbagai hal yang merusak akal dan mendorong orang terjatuh dalam perbuatan haram tidak akan diproduksi sekalipun ada kelompok masyarakat yang menginginkannya.
Syariat Islam tidak akan berkompromi dengan berbagai barang haram dan merusak meskipun mendatangkan keuntungan finansial bagi negara ataupun pengusaha.[]
*Dosen,Peneliti,Konsultan Parenting,Founder Sekolah Ibu Pembelajar, Founder Institut Pernikahan Islami, Pemerhati Pendidikan
Comment