RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA – Narasi radikalisme kian gencar dialamatkan pada Islam dan kaum muslim di belhan dunia termasuk Indonesia. Padahal, menurut penulis, ini jelas sangat bertentangan terhadap Islam yang memiliki konsep dasar inheren dengan fitrah manusia dan menjadi rahmatan lil’alamin. Kekerasan dan terminologi radikalisme itu tidak ditemukan dalam literatur islam.
Dari segi bahasa, kata Islam juga bermakna selamat, damai, sejahtera dan aman. Tidak pernah ditemukan dalam Islam, sebuah pengajaran yang bersifat kekerasan dan atau menurut istilah yang sedang in sekarang ini, radikalisme – sebuah narasi yang sesungguhnya berasal dari Barat.
Penolakan narasi radikalisme bukan dari Islam ini disampaikan oleh Syarikat Islam Indonesia(SII). Laman detik.com (29/10/2019) mengutip pernyataan Presiden Dewan Pusat SII, Muhit Al Adam sat memberikan kata sambutan memperingati milad ke-114 sekaligus melakukan Rapat Kerja Nasional.
Dalam peringatan milad itu, SII menyinggung bahwa narasi radikalisme bukan bersumber dari ajaran Islam melainkan dari barat yang dilabelkan kepada Islam dan umatnya. Celakanya, narasi ini diterima dan diserap begitu saja oleh umat Islam.
Tak hanya itu aksi teror dengan isu teroris juga dialamatkan kepada Islam padahal istilah teroris tidak pernah dikenal dalam kamus dan buku-buku pengajaran Islam karena pada hakikatya, Islam membenci kekerasan. Islam mengjarkankan kelembutan, kasih sayang, saling menghargai bukan saja kepada umat islam secara internal tetapi juga kepada manusia di luar Islam. Dengan begitu, terorisme merupakan terminologi liar dalam sejarah peradaban Islam. Islam tidak mengenal ujaran dan makna terorisme.
Bukti historis selama 8 abad kekuasaan Islam di Eropa, Spanyol, peradaban islam justeru berkonsentrasi dalam pengembangan dan kemajuan dunia ilmu pengetahuan, teknologi, arsitek dan filsafat. Kita kenal tokoh besar dunia yang lahir dari peradaban Islam seperti Ibnu Sina dan Ibnu Rusyd yang oleh Barat disebut Avicenna dan Averos. Konsentrasi di dunia ilmu pengetahuan ini membuat kaum muslim lupa dan hampir tidak mengerti dengan istilah terrorism
Muhammad Abduh Tuasikal, MSc mengatakan, orang yang komitmen dengan agama disebut keras dan radikal. Orang-orang seperti itulah yang juga dicap teroris atau bagian dari ISIS (Islamic State in Iraq and Syam). Padahal Islam sendiri tidak setuju akan tindakan teror atau menakut-nakuti orang lain. Islam juga tidak setuju dengan tindakan radikalisme.
Islam pun melarang tindakan teror. Dalil yang menyatakan bahwa Islam tidak setuju dengan tindakan teror (al irhab) adalah firman Allah Ta’ala,
مَنْ قَتَلَ نَفْسًا بِغَيْرِ نَفْسٍ أَوْ فَسَادٍ فِي الْأَرْضِ فَكَأَنَّمَا قَتَلَ النَّاسَ جَمِيعًا
“Barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya” (QS. Al Maidah: 32).
Meneror atau menakut-nakuti orang lain itu termasuk perbuatan dosa. Pernah di antara sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berjalan bersama beliau, lalu ada seseorang di antara mereka yang tertidur dan sebagian mereka menuju tali yang dimiliki orang tersebut dan mengambilnya. Lalu orang yang punya tali tersebut khawatir (takut). Lantas Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ يَحِلُّ لِمُسْلِمٍ أَنْ يُرَوِّعَ مُسْلِمًا
“Tidak halal bagi seorang muslim menakut-nakuti muslim yang lain.” (HR. Abu Daud no. 5004 dan Ahmad 5: 362. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa hadits ini hasan).
Tak hanya itu, menurut analisa penulis ” terminologi” radikalisme yang di alamatkan pada Islam, jelas merupakan fitnah, terhadap ajaran Islam yang menjadikan islamphobia.
Islam adalah agama yang penuh kasih sayang, bahkan terhadap hewan Islam begitu penuh belas kasih. Dari Ibnu’ Umar radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
عُذِّبَتِ امْرَأَةٌ فِى هِرَّةٍ سَجَنَتْهَا حَتَّى مَاتَتْ ، فَدَخَلَتْ فِيهَا النَّارَ ، لاَ هِىَ أَطْعَمَتْهَا وَلاَ سَقَتْهَا إِذْ حَبَسَتْهَا ، وَلاَ هِىَ تَرَكَتْهَا تَأْكُلُ مِنْ خَشَاشِ الأَرْضِ
“Ada seorang perempuan disiksa karena seekor kucing yang dikurungnya hingga mati karena tindakannya tersebut ia masuk neraka. Wanita itu tidak memberi kucing tersebut makan, tidak pula minum ketika ia mengurungnya. Juga kucing tersebut tidak dibolehkan untuk memakan serangga-serangga di tanah” (HR. Bukhari no. 3482 dan Muslim no. 2242).
Dalil di atas menunjukkan haramnya menyiksa manusia, apalagi sampai membunuh atau membakar. Sehingga Islam tidak mengajarkan radikalisme. Siapakah sesungguhnya yang terpapar radikalisme sesungguhnya?
Islam adalah ajaran yang paripurna mengatur segala aspek kehidupan. Dan Islam adalah ajaran yang penuh kasih sayang tanpa pandang ras maupun agama.
Dari Abu Hurairah menceritakan,
قَبَّلَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – الْحَسَنَ بْنَ عَلِىٍّ وَعِنْدَهُ الأَقْرَعُ بْنُ حَابِسٍ التَّمِيمِىُّ جَالِسًا . فَقَالَ الأَقْرَعُ إِنَّ لِى عَشَرَةً مِنَ الْوَلَدِ مَا قَبَّلْتُ مِنْهُمْ أَحَدًا . فَنَظَرَ إِلَيْهِ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – ثُمَّ قَالَ « مَنْ لاَ يَرْحَمُ لاَ يُرْحَمُ »
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mencium Al Hasan bin ‘Ali (cucu beliau). Ketika itu ada Al Aqra’ bin Habis At Tamimi sedang duduk. Al Aqra’ berkata bahwa ia memiliki sepuluh anak, namun ia tidak pernah mencium salah seorang di antara mereka sedikit pun. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas mengatakan padanya, “Siapa yang tidak menyayangi, maka ia tidak disayangi.” (HR. Bukhari no. 5997 dan Muslim no. 2318).
Narasi palsu radikalisme yang dialamatkan pada Islam wajib kita tolak, karena Islam adalah agama yang membawa kemaslahatan baik di dunia maupun akhirat.[]
*Penulis Buku Anak Muda Keren Akhir Zaman,Dosen, Peneliti dan Anggota Adpiks, Pemerhati Pendidikan, Konsultan Parenting, Founder Sekolah Ibu Pembelajar .
Comment