Penulis: Luthfiatul Azizah | Mahasantriwati Cinta Quran Center
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Indonesia sebagai negara demokrasi baru saja disibukkan oleh agenda politik pemilihan calon presiden ke-8. Dengan berbagai rangkaian acara sampai pada ditentukannya pemimpin baru membutuhkan jangka waktu yang cukup panjang. Keputusan atas kemenangan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka menjadi harapan baru bagi masyarakat umum.
Pasalnya kampanye yang dilakukan oleh Prabowo-Gibran menjanjikan banyak hal yang dianggap mampu menyejahterakan rakyat. Beberapa program dirancang serta visi misi yang dilontarkan menjadi angin segar bagi masyarakat dan memacu optimisme dalam rangka menuju perubahan dan mampu menjawab tantangan besar yang akan dihadapi bangsa mulai dari politik, ekonomi hingga isu lingkungan.
Sebagian masyarakat menganggap bahwa pergantian pemimpin menjadi harapan baru ke arah perubahan yang lebih baik. Anggapannya, keberhasilan berada di dalam individu pemimpin.
Pemimpin Indonesia yang baru-baru ini resmi dilantik sebagai presiden ke delapan dan wakil presiden Republik Indonesia ke-14 di Gedung Nusantara, kompleks parlemen (MPR/DPR/DPD RI) di Senayan, Jakarta pada Minggu 20 Oktober 2024 telah merencanakan sejumlah kebijakan dalam kurun waktu 5 tahun ke depan (Liputan6.com, 20/20/2024)
Terdapat beberapa janji dan kebijakan utama presiden dan wakil presiden beberapa di antaranya mengenai kebijakan pajak, pertumbuhan ekonomi, mengembangkan sektor properti dan lain sebagainya. Semua janji serta kebijakan yang dirancang merupakan upaya yang telah diusahakan dalam rangka menggenjot pertumbuham ekonomi hingga 8%.
Hal ini disampaikan Prabowo saat menjadi pembicara dalam acara BNI Investor Daily Summit 2024 di Jakarta Convention Center, Jakarta Pusat.
Kebijakan serta janji itu memberi rasa optimisme masyarakat yang tinggi. Joko Widodo juga meyakini lima tahun mendatang pemerintahan baru ini akan mampu mendongkrak GDP Indonesia per kapita Indonesia hingga tumbuh di atas 8.000 dolar AS dan akan terus meningkat pada periode selanjutnya.
Selain jokowi dan khalayak umum yang memiliki optimisme terdapat beberapa politisi yang mengharapkan hal serupa. Ahmad Heryawan (Aher), PLH Presiden PKS dalam sambutannya pada agenda pertemuan dengan tokoh masyarakat dan ulama di Margonda Depok, Jawa Barat, Sabtu (12-10-2024) mengatakan bahwa pemerintahan Prabowo sejatinya merupakan harapan baru setelah 10 tahun dipimpin Jokowi dengan segala prestasi dan hal yang perlu dikritisi.
Sikap optimisme yang dimiliki oleh beberapa pihak tentunya sah-sah saja. Namun pemerintah tidak boleh melupakan warisan masalah yang ditinggalkan oleh rezim-rezim sebelumnya dengan aspek pemerintahan dan permasalahan yang krusial, berkelindan antara satu sama lain seperti benang kusut yang sulit untuk diuraikan.
Berbagai permasalahan dalam bidang politik yang memberi dampak signifikan dalam ekonomi telah terpampang secara transparan. Pasalnya negeri yang katanya melimpah ruah akan kekayaan alamnya ini justru terkungkung dalam kekuasaan asing serta aseng dalam pengelolaannya.
Sistem politik dalam negeri yang apatis terhadap hal ini mengakibatkan kepenguasaan asing dan aseng kian menjadi-jadi. Dengan dikuasainya negeri ini oleh pemilik modal memberi dampak buruk terhadap keberlangsungan hidup masyarakat.
Negara banyak kehilangan modal (lost capital) untuk membangun kesejahteran masyarakat. Utang negara kian menumpuk akibat sistem ribawi. Rakyat justru digempur dengan tekanan pajak, PHK dan inflasi yang sulit dikendalikan. Gap sosial semakin melebar akibat penguasaan faktor-faktor ekonomi oleh segelintir orang.
Hal ini juga terjadi pada bidang lain selain bidang ekonomi dan politik. Memperlihatkan kekacauan dalam pengaturan masyarakat yang telah terbukti kegagalannya. Kondisi ini jelas menunjukkan bahwa pemerintah nyaris kehilangan wibawa dan kemandirian.
Dengan kondisi ini, bagaimana bisa muncul optimisme demikian – seakan semua persoalan itu bisa diselesaikan semudah membalik telapak tangan?
Perlu diketahui secara seksama, bahwa dalam pemerintahan baru tidaklah memberi harapan baru bagi masyarakat ke depan. Adapun optimisme yang di lontarkan beberapa pihak hanyalah optimisme semu yang sulit untuk direalisasikan. Pasalnya standar pihak yang memiliki optimisme kepemerintahan baru ini tidak memiliki indikator yang jelas dalam hal memandang kesuksesaan pemerintahan mengurusi rakyat.
Hari ini indikator kesuksesan yang digaungkan hanya diukur dari seberapa maju perekonomian suatu negara dengan angka pertumbuhan ekonomi dan GDP perkapita semata. Itupun dihitung dari nilai rata-rata yang kesimpulannya bias menyesatkan serta tidak diketahuinya pemerataan ekonomi di kalangan rakyat.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pemerintahan baru ini tidaklah memberi harapan baru bagi masyarakat dikarenakan sistem yang diterapkan masih sama, yaitu demokrasi kapitalisme ala Barat yang telah usang dan terbukti gagal.
Sistem yang diterapkan ini telah cacat sejak lahir, sistem rusak dan merusak. Berbagai problem di dunia saat ini, adalah akibat sistem yang sangat buruk ini.
Miris, ketika kita melihat postur dan performa kabinet pemerintahan yang dibentuk rezim sekarang. Koalisi gemuk di parlemen berpeluang besar menjadikan negeri ini terjebak dalam kubangan diktator. Sama sekali tidak ada kekuatan penyeimbang, kecuali masyarakat sipil yang kewarasannya masih terjaga. Semua parpol beramai-ramai mendukung pemerintahan hanya agar kebagian kue kekuasaan.
Tidak heran jika kita melihat susunan kabinet sekarang, wajah pemerintahannya justru makin tidak karuan. Selain superjumbo yang berimplikasi pada membengkaknya anggaran, para menteri, wakil menteri, maupun kepala lembaga yang disiapkan terdiri dari orang-orang yang kredibilitas dan kapabilitasnya masih dipertanyakan.
Selain ada mantan menteri yang justru selama ini bertanggung jawab memunculkan berbagai persoalan, juga ada dari kalangan artis, aktivis ormas, bahkan ustadz moderat dan liberal, hingga eks olahragawan. Tidak heran jika banyak masyarakat yang melihat semua ini dengan pesimis.
Semua realitas ini adalah sebuah keniscayaan dalam sistem kepemimpinan demokrasi liberal dan kapitalistik yang lahir dari sebuah pemikiran sekularisme. Sistem kepemimpinan yang asasnya rusak seperti ini sama sekali tidak bisa diharapkan akan membawa kebaikan.
Prinsip “kedaulatan ada di tangan rakyat” dan “suara rakyat suara Tuhan” justru menjadi sumber kerusakan terbesar. Ini karena dari sanalah berawal mula dibuatnya berbagai aturan hidup yang bersandar pada akal, bukan pada sumber aturan yang bersifat kekal. Bahkan, kepemimpinan pun menjadi sangat terbuka bagi siapa saja, asalkan mereka bisa membelinya dengan jumlah suara terbanyak dan kekuatan uang alias money politic. Lalu saat menjabat adalah saat terbaik untuk mengembalikan modal.
Kebaikan hanya akan terwujud dalam naungan sistem shahih, yaitu sistem Islam yang datang dari Dzat yang Maha Mengetahui, yaitu Allah swt. Penerapan aturan Allah juga akan mendatangkan keberkahan dalam hidup dannkehidupan manusia di bumi ini.
Islam menetapkan kriteria pemimpin sebuah negara dengan keimanan dan ketaqwaan yang kokoh agar mampu mengurus rakyat dengan aturan Islam. Sebab hanya Islamlah yang memiliki aturan komprehensif sehingga mampu memecahkan segala problematika yang dihadapi oleh umat dan rakyat.
Maka benarlah firman Allah “Dan barang siapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta.”
Kesulitan yang dirasakan hari ini tiada lain dikarenakan berpalingnya kita akan peringatan-Nya.
Sudah seharusnya umat manusia tersadarkan untuk kembali kepada jalan yang sesungguhnya untuk mendapatkan kebahagiaan, kesejahteraan serta ketenangan dalam hidup dengan kembali pada aturan yang telah Allah SWT berikan.
Hal ini sekaligus membuktikan kebenaran Firman Allah, “Sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, niscaya Kami akan membukakan untuk mereka berbagai keberkahan dari langit dan bumi. Akan tetapi, mereka mendustakan (para rasul dan ayat-ayat Kami). Maka, Kami menyiksa mereka disebabkan oleh apa yang selalu mereka kerjakan.” Wallahu a’lam bisshowab.[]
Comment