Hanya Islam Solusi Mengentas Kemiskinan

Opini736 Views

 

Oleh : Yurfiah Imamah, Pemerhati Perempuan, Keluarga, dan generasi

__________

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — Indonesia sangat kaya dengan Sumber Daya Alam dan segala sesuatunya melimpah ruah mulai dari tambang emas, minyak, batu bara, hutan, pulau, dll. Hingga dijuluki negeri yang Gemah Ripah Lohjinawi. Namun sangat di sayangkan, pengelolaan kekayaan yang dimiliki jauh api dari panggang.

Berulang kali berganti pemimpin, tak ada perbaikan bahkan justru semakin memperburuk kondisi negeri. Ya, penduduk di negeri yang kaya ini tak merasakan kesejahteraan apalagi menikmati kekayaan sumber daya alam negeri ini.

Per 1 Juli 2021, Bank Dunia menetapkan Indonesia sebagai negara berpenghasilan menengah bawah atau lower middle income. Artinya, Indonesia turun kelas akibat masih banyaknya penduduk di bawah garis kemiskinan.

Laporan Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan, 27,54 juta penduduk Indonesia berada di bawah garis kemiskinan hingga kuartal I 2021. Jumlah itu membuat tingkat kemiskinan mencapai 10,14 persen dari total populasi nasional.

Jika dibandingkan pada Maret 2020, seperti dikutip laman bps.go.id, jumlah penduduk miskin meningkat 0,36 persen atau naik 1,12 juta orang. Tingkat kemiskinan di kota naik dari 7,38 persen pada Maret 2020 menjadi 7,89 persen pada Maret 2021. Begitu pula dengan jumlah orang miskin di desa naik dari 12,82 persen menjadi 13,1 persen.

Acuan yang menjadi tolok ukur penduduk miskin ialah masyarakat yang hidup dengan batas pendapatan Rp472.525 per kapita per bulan. (liputan6.com, 15/7/2021). Artinya, penduduk dengan pendapatan di atas angka tersebut, Rp500 ribu misalnya, tidak dikategorikan miskin, padahal harga bahan pangan dan nonpangan makin melambung tinggi.

Belum lagi tingkat kemiskinan yang terjadi di daerah-daerah. Di Jember sendiri sebagai contoh, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Jember yang dirilis di awal tahun 2021, secara absolut, jumlah penduduk miskin di kabupaten ini pada tahun 2019 sebanyak 226,57 ribu jiwa dan tahun 2020 mengalami kenaikan menjadi 247,99 ribu jiwa.

Dannis Barlie Halim, juru bicara DPRD Jember dari Nasional Demokrat mengatakan, meningkatnya kemiskinan disebabkan oleh pandemi Covid-19 yang mengakibatkan berkurangnya lapangan kerja di Kabupaten Jember.

Di tengah semua kebijakan penanganan kemiskinan itu, DPRD Jember menilai DTKS (Data Terpadu Kesejahteraan Sosial) masih carut marut dan membutuhkan perbaikan.

Dannis menambahkan, sampai hari ini pemerintah kabupaten tidak memiliki hasil survei, verifikasi, dan validasi data kemiskinan DTKS yang mampu ditunjukkan kepada publik sebagai data yang valid.

Meningkatnya jumlah penduduk miskin juga disebabkan karena semakin bertambahnya para janda di wilayah Jember.

Plt Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Jember, Suprihandoko, mengatakan sepanjang tahun ini ada sekitar 159 janda baru. Angka ini hasil dari pendataan sejak Januari 2021. Para janda ini disebut sebagai perempuan kepala keluarga (pekka), dan membutuhkan intervensi pemerintah. Menurut Suprihandoko, ada ancaman kemiskinan terhadap para janda yang ditinggal pergi suami dan masih memiliki tanggung jawab membesarkan anak-anak mereka setelah perpisahan itu.

Jumlah pengangguran semakin meningkat. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2020 menunjukkan tingkat pengangguran meningkat jadi 5,12 persen atau sebanyak 67.448 jiwa. Kemudian terbagi menjadi empat dampak pandemi pada penduduk usia kerja.

Rinciannya, sebagaiman dikutip beritajatim.com, sebanyak 14.650 orang menjadi pengangguran, sebanyak 8.080 orang menjadi bukan angkatan kerja (BAK), sebanyak 15.260 ribu orang sementara tidak bekerja, dan 132.870 ribu orang mengalami pengurangan jam kerja.

Kemiskinan menjadi momok menakutkan bagi siapa pun, termasuk negara. Jika sudah ada indikator sebagai negara miskin, seharusnya penguasa cepat tanggap dan mengganti semua kebijakan lama dengan kebijakan baru yang pro rakyat, tidak menerima bantuan utang ataupun mencari jalan keluar ekonomi dengan pinjaman utang.

Sayangnya, hal itu tak pernah terjadi di negeri ini. Meski ekonomi nasional melambat bahkan memburuk, petinggi negeri dan para pejabatnya tetap dengan kebijakannya. Mereka menyolusi ekonomi dengan utang riba dan malah mempercepat pembangunan infrastruktur demi memuluskan kepentingan para kapitalis.

Bupati Jember Hendy Siswanto mengatakan, dalam APBD 2021 ini prioritas utama adalah pembangunan infrastruktur namun skema ini merupakan jalan untuk pengentasan kemiskinan yang ada di Kabupaten Jember. Menurutnya dengan perbaikan jalan yang menyentuh titik-titik lokasi komoditas pertanian, nantinya akan membantu proses pengangkutan. Dengan kata lain produktivitas masyarakat juga terbantu.

Melalui laman pikiranrakyat.com Hendy Siswanto mengatakan bahwa yang menjadi prioritas tahun ini yaitu infrastruktur jalan dan jembatan. Ini merupakan skema yang dibuat untuk membantu pengentasan kemiskinan.

Angka Kemiskinan Semakin Sulit Diturunkan

Sistem pemerintahan yang diterapkan, tak mampu selesaikan persoalan kemiskinan. Siapapun pemegang kekuasaan dinegeri ini, jika sistem yang diberlakukan selalu memihak kepada para kapitalis dan tak peduli kepada rakyat jelata, maka sulit pula menuntaskan segala permasalahan kemiakinan yang terjadi.

Tidak ada pemimpin yang amanah dan bertakwa mengurusi rakyat, mengelola kekayaan SDA, dan bersih dari korupsi. Semua itu menjadi satu paket yang menyebabkan negeri terus berada dalam kesulitan dan lingkaran kemiskinan.

Belum lagi kondisi pandemi yang makin memperburuk ekonomi. Korupsi pun menjadi salah satu faktor yang membuat angka kemiskinan sulit turun. Korupsi telah membuat alokasi sumber daya ekonomi tidak efisien dan terkonsentrasi hanya pada satu atau dua kelompok dan mengakibatkan pertumbuhan ekonomi tidak optimal.

Pemerintah sendiri terus berupaya berkolaborasi dengan banyak pihak untuk menurunkan angka kemiskinan, baik dengan mendorong penggunaan dana desa untuk mengembangkan usaha masyarakat ataupun dengan pemberantasan korupsi yang mengandalkan KPK.

Namun, selama sistem yang diterapkan adalah demokrasi liberal kapitalistik,  mustahil mengeluarkan negeri dari lingkaran kemiskinan ini.

Tidak ada cara lain bagi pemerintah untuk keluar dari lingkaran kemiskinan, selain dengan mengambil seluruh aturan Islam dan memilih pemimpin amanah dan bertakwa.

Hanya Islam satu-satunya solusi

Kembali pada aturan Islam, satu-satunya solusi untuk mengakhiri segala penderitaan, termasuk keluar dari lingkaran kemiskinan. Solusi Islam mengatasi kemiskinan bukan hanya sebatas tataran wacana dan konsep, melainkan terealisasikan melalui politik ekonomi Islam yang dijalankan para pemimpinnya.

Pemimpin dalam sistem Islam—Khalifah—mengelola harta untuk memenuhi seluruh kebutuhan rakyat, baik harta bergerak maupun tak bergerak, yang diambil dari Baitulmal. Khalifah juga memenuhi kebutuhan mendesak dan kebutuhan jangka panjang bagi penerima subsidi. Departemen Sosial dalam dalam sistem Khilafah bertugas membantu Khalifah mendata orang per orang secara detail terkait penghasilan rakyatnya, siapa saja yang terkategori miskin dan tidak miskin.

Bagi yang miskin dan memiliki kemampuan bertani, Khalifah memberikan modal, seperti sebidang tanah, traktor, bibit, hingga pupuk. Selain itu, khaliah juga memberikan pengarahan terkait teknologi pertanian yang dihasilkan lembaga riset di bawah Dinas Perindustrian.

Jika rakyat miskin dan memiliki kemampuan yang lain,  didukung dengan sejumlah modal untuk membangun usahanya.

Khalifah juga membuat sistem yang memonitor pergerakan harta, siapa-siapa saja yang memiliki harta, sehingga bisa dijadikan indikator kapan terjadi ketimpangan ekonomi dan kapan mengambil langkah subsidi.

Sumber dana subsidi pada rakyat bisa diambil dari harta zakat, sebab fakir atau miskin (orang tak mampu) berhak mendapat zakat. Lalu dari harta milik negara, baik fai, ganimah, jizyah, ‘usyur, kharaj, khumus rikaz, serta harta ghulul pejabat dan aparat.

Kemudian dari harta milik umum, seperti hutan, kekayaan alam, dan barang tambang. Jika semua itu belum cukup, barulah negara boleh memungut pajak, itu pun hanya kepada laki-laki muslim dewasa yang kaya.

Kita bisa dapati dalam perjalanan gemilang Islam saat diterapkan, ada Khalifah yang memberikan insentif untuk setiap bayi yang lahir demi menjaga dan melindungi anak-anak. Ada Khalifah yang membangun “rumah tepung” bagi musafir yang kehabisan bekal.

Ada pula Khalifah yang memiliki kebijakan membantu para pemuda yang kekurangan uang untuk membiayai pernikahannya.

Tidak hanya sampai di situ, dalam kitab Al-Amwal karangan Abu Ubaid, diceritakan bahwa Khalifah Umar bin Khaththab pernah berkata kepada pegawai yang bertugas membagikan sedekah, “Jika kamu memberi, cukupkanlah.” Selanjutnya beliau berkata lagi, “Berilah mereka sedekah berulang, sekalipun salah seorang di antara mereka memiliki seratus unta.”

Patutlah khilafah yang menerapkan Islam secara kafah menjadi bukti betapa sejahteranya manusia saat hidup dalam naungan Islam.

Sabda Rasul saw., “Sebaik-baik pemimpin ialah orang-orang yang kalian mencintai mereka dan mereka pun mencintai kalian, juga kalian yang mendoakan kebaikan untuk mereka dan mereka pun mendoakan kebaikan untuk kalian. Sedangkan seburuk-buruk pemimpin kalian ialah orang-orang yang kalian membenci mereka dan mereka pun membenci kalian, juga yang kalian melaknat mereka dan mereka pun melaknat kalian.” (HR Muslim).

Maka, sudah sepatutnya mengganti kondisi tersebut dengan menuntut penguasanya menerapkan Islam kafah dalam kehidupan. Wallahu alam.

Comment