Penulis: Hildayanti Yunus,S.E | Staf Dinas Perpustakaan dan Kearsipan
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Baru-baru ini, perhatian terhadap kesehatan mental remaja di Indonesia semakin meningkat seiring dengan sejumlah temuan dan inisiatif penting pada tahun 2024 dan 2025.
Data Kesehatan Mental Remaja
Berdasarkan survei Indonesia-National Adolescent Mental Health Survey (I-NAMHS) tahun 2024, sekitar 15,5 juta remaja Indonesia, atau 34,9% dari populasi usia 10-17 tahun, mengalami masalah kesehatan mental. Dari jumlah tersebut, sekitar 4,9 juta remaja (5,5%) terdiagnosis dengan gangguan mental sesuai dengan kriteria DSM-5.
Selain itu, Menteri BUMN Erick Thohir pada Oktober 2024 menyuarakan keprihatinannya terhadap meningkatnya masalah kesehatan mental di kalangan remaja.
Beliau menyoroti bahwa 60% pelajar SMP dan SMA menunjukkan gejala gangguan mental emosional, dan kasus bullying meningkat signifikan dari 226 kasus pada 2022 menjadi 3.800 kasus pada 2023. Erick Thohir menekankan perlunya keterbukaan dan penyediaan ruang aman untuk diskusi mengenai kesehatan mental di lingkungan pendidikan.
Meskipun berbagai upaya telah dilakukan, tantangan dalam penanganan kesehatan mental remaja di Indonesia diraa belum signifikan. Tekanan akademik, masalah keluarga, dan pengaruh media sosial menjadi beberapa faktor yang berkontribusi terhadap meningkatnya angka gangguan mental di kalangan remaja.
Oleh karena itu, kolaborasi antara pemerintah, lembaga pendidikan, keluarga, dan masyarakat sangat diperlukan untuk menciptakan lingkungan yang mendukung kesehatan mental remaja.
Sebenarnya, berbagai permasalahan yang saat ini menyelimuti remaja bukanlah akar melainkan hanya cabang masalah saja. Akar masalah dari masalah yang selama ini menyelimuti tidak hanya remaja bahkan semua kalangan adalah penerapan sistem kapitalisme.
Kapitalisme merupakan ideologi yang melandaskan aturannya pada sekulerisme. Jadi, ideologi ini sama sekali tidak melibatkan agama sebagai tolak ukur dalam hidupnya. Ide kebebasan yang diadopsi ideologi ini pun ikut menyumbang pengaruh dalam tingkah laku remaja. Tak cukup sampai disitu, materialisme yaitu menyandarkan segala hal pada kesenangan duniawi ikut berperan memperkuat bertambahnya masalah.
Sekularisme yang memisahkan agama dari urusan negara berkontribusi terhadap meningkatnya masalah kesehatan mental pada remaja dalam beberapa aspek.
Namun, jika sekularisme diterapkan secara ekstrem tanpa mempertimbangkan kebutuhan agama dan moral masyarakat, ini bisa berdampak negatif, terutama bagi remaja yang sedang mencari makna hidup dan identitas diri.
Sebagai contoh, ide kebebasan membawa remaja terjerumus pada perzinahan, pergaulan bebas, narkoba, hingga tawuran. Materialisme membuat mereka tidak ada rasa puas sama sekali. Mereka terus berupa mewujudkan apa yang mereka inginkan bisa terwujud seperti healing ke tempat mahal, baju dan tas bermerek.
Gaya hidup yang cenderung hedonis disebabkan pemikiran materialisme. Jika tidak mampu memenuhi, mereka akan melakukan segala macam cara. Bagi yang kondisi ekonomi keluarga tipis bukannya menerima justru yang mereka lakukan adalah menekan orang tua untuk memenuhi semua permintaannya. Bahkan ada yang sampai terjerumus pada jurang prostitusi.
Berdasarkan uraian tersebut telah jelas bahwa yang selama ini ditangani bukanlah akar masalah, melainkan hanya cabangnya saja. Maka penyelesaian mendasar yang harus dilakukan adalah menyelesaikan akar masalahnya. Pemerintah harus berani menghilangkan akar masalah kesehatan mental ini bukan sekadar cabang.
Islam Solusinya
Kepemimpinan Islam memiliki tanggung jawab untuk melahirkan generasi cemerlang yang berkualitas melalui penerapan sistem kehidupan sesuai dengan syariat Islam. Sebagai seorang muslim wajib mengimani Islam bukan sekedar agama ritual semata, melainkan sebuah ideologi yang mampu mengentaskan manusia dari persoalan.
Jika ingin keluar dari persoalan kesehatan mental, emerintah harus mencari ideologi alternatif sebagai pengganti kapitalisme yang telah terbukti tidak mampu menyelesaikan persoalan mendasar.
Implementasi nilai-nilai Islam secara keseluruhan di segala lini mulai dari sistem pemerintahan, pendidikan, ekonomi, sosial hingga sistem sanksi, akan menjaga manusia khususnya remaja dari masalah kesehatan mental. Hal yang bisa dilakukan adalah penerapan sistem pendidikan berasas aqidah Islam yang membuat remaja memiliki pola pikir dan pola sikap Islam.
Bagaimana Sistem Islam Bisa Mengatasi Penyakit Mental pada Remaja?
1. Memberikan Makna Hidup dan Ketenangan Jiwa
* Islam mengajarkan bahwa hidup memiliki tujuan yang jelas, yaitu beribadah kepada Allah dan berbuat baik.
* Konsep tawakal (berserah diri) dan sabar membantu remaja mengelola stres dan kecemasan.
2. Menjaga Keseimbangan Mental dan Spiritual
* Islam tidak hanya berfokus pada aspek material, tetapi juga pada kesehatan spiritual.
* Sholat, dzikir, dan doa terbukti memiliki efek menenangkan bagi psikologis seseorang.
3. Membangun Komunitas Sosial yang Kuat
* Islam menekankan ukhuwah (persaudaraan), yang bisa mencegah kesepian dan isolasi sosial—salah satu penyebab utama gangguan mental.
* Adanya zakat dan sedekah juga membantu menciptakan lingkungan yang lebih peduli terhadap sesama.
4. Menjauhkan dari Gaya Hidup Konsumtif dan Individualisme
* Islam mengajarkan kesederhanaan (zuhud) dan menghindari kehidupan yang terlalu materialistis.
* Ini bisa mengurangi tekanan sosial akibat gaya hidup konsumtif yang sering menyebabkan kecemasan dan depresi.
5. Sistem Hukum yang Menjaga Moralitas
* Islam memiliki aturan yang jelas dalam pergaulan, ekonomi, dan kehidupan sosial, yang bisa mengurangi faktor pemicu gangguan mental seperti eksploitasi, pergaulan bebas, dan penyalahgunaan media sosial
Jadi, Islam bisa menjadi solusi utama dalam menangani kesehatan mental remaja, tetapi tetap harus diterapkan dengan bijak, tidak hanya secara hukum, tetapi juga dalam membangun lingkungan sosial yang mendukung. Islam bukan sekadar sistem aturan, tetapi juga cara hidup yang membawa rahmat, ketenangan, dan keseimbangan bagi setiap individu. Wallahualam bsshawab
Comment