Hamsina Halik, A. Md*: Takwa, Solusi Keluar Dari Wabah?

Opini584 Views

 

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA – Idul Fitri merupakan tanda kemenangan bagi umat muslim selepas sebulan lamanya berpuasa di bulan Ramadan. Seluruh dunia bergembira menyambutnya. Namun, tahun ini tak seramai dengan tahun-tahun sebelumnya. Pandemi covid-19 telah merebutnya. Dengan kebijakan social distancing dan physical distancing hingga larangan mudik, membuat umat Islam merayakan kemenangan ini dengan tetap berada di rumah.

Salat Idul Fitri yang biasa dilaksanakan baik di masjid maupun di tanah lapang ditiadakan. Dengan demikian, keramaian dan semarak Idul Fitri tidak seperti sebelumnya. Hanya beberapa dan sebagian wilayah yang masih tetap melaksanakannya dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan. Meski demikian, tak menyurutkan kebahagiaan menyambut hari kemenangan ini.

Silaturahmi via virtual, solusi pelepas rindu kepada sanak keluarga. Terutama yang jauh di rantau. Berharap di hari kemenangan ini, keimanan dan ketakwaan semakin kuat meski tengah berada di pandemi covid-19.

Dengannya keberkahan akan diperoleh masyarakat yang beriman, sebagaimana yang dikatakan oleh Wakil Presiden Ma’ruf Amin menjelang Idul Fitri beberapa hari lalu.

Wapres Maruf Amin seperti dikutip laman tempo.co (23/5/2020) mengatakan, kalau penduduk negeri itu beriman dan bertakwa, pasti Allah akan turunkan keberkatan dari langit dan dari bumi, artinya kesuburan, kemakmuran, keamanan, keselamatan, dan dihilangkannya berbagai kesulitan

Senada dengan hal itu, ungkapan serupa juga datang dari Presiden Jokowi. Dilansir dari tempo.co, Jokowi mengatakan, jika Allah benar-benar menghendaki dan jika kita bisa menerimanya dengan ikhlas dan dalam takwa dan tawakal, sesungguhnya hal tersebut akan membuat berkah, membuahkan hikmah, membuahkan rezeki, dan juga hidayah.

Modal Keluar dari Wabah

Ikhlas, takwa dan tawakkal menjadi modal keluar dari wabah covid-19 sebagaimana yang disebutkan oleh presiden dan wakilnya. Namun faktanya, hal ini bertentangan dengan berbagai kebijakan yang telah ditetapkan.

Pelonggaran PSBB, misalnya. Kebijakan ini diambil untuk merespon keluhan masyarakat yang kesulitan dalam mencari nafkah dan berbelanja. Termasuk ada stress yang ditimbulkan ketika PSBB ini diterapkan, yang jika tetap dilakukan akan berujung pada menurunnya sistem kekebalan tubuh. Padahal, penerapan PSBB ini tak seketat dan setegas yang dibayangkan. Masyarakat masih dimudahkan untuk berbelanja. Toko-toko masih buka. Masyarakat masih diluaskan untuk keluar rumah. Jika pun ada yang stress, tidak lain karena harus memeras otak untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari yang sangat sulit di penuhi kala pandemi.

Pemerintah juga mencanangkan wacana New Normal Life. Dengan anggapan bahwa dunia tak mungkin kembali normal seperti sebelumnya, oleh karena itu masyarakat di minta hidup berdamai dengan covid-19.

Dengan kata lain, rakyat menjalani hidup ‘normal’ di tengah wabah pandemi covid-19. Ini sebuah kebijakan yang sangat mengkhawatirkan karena tidak tidak menyelesaikan wabah secara tunai hingga ke akar-akarnya.

Sebab, melawan wabah tak semudah yang dibayangkan, butuh upaya yang maksimal dan waktu yang lama. Sementara, mereka dikejar dengan kepentingan-kepentingan yang sifatnya material dibawah tekanan hegemoni kapitalis global.

Dengan demikian, jika benar takwa yang dijadikan sebagai solusi keluar dari wabah, maka seharusnya segala kebijakan yang diambil tidaklah keluar dari aturan-Nya. Tidak menjadikan akal manusia sebagai penimbang segala kebijakan dalam menyelesaikan persoalan negeri ini.

Makna Takwa

Salah satu pencapaian akhir dari puasa Ramadan selama sebulan penuh adalah meraih takwa. Puasa Ramadan telah memberikan pembinaan yang sangat dalam, yaitu semakin mengokohkan ketakwaan kepada Allah SWT.

Dan inilah yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan, baik di dunia maupun di akhirat. Takwa tak hanya nersifat individu, tapi juga masyarakat hingga tataran yang lebih luas.

Lantas, apa makna hakiki takwa? Menurut Ali bin Abi Thalib ra. takwa adalah, “Takut kepada Allah yang Maha Mulia, mengamalkan apa yang termuat dalam at tanzil (Al-Qur’an), mempersiapkan diri untuk hari meninggalkan dunia dan ridha (puas) dengan hidup seadanya (sedikit).”

Dengan demikian, makna hakiki takwa ada empat, yaitu;

Pertama, takut kepada Allah. Orang yang takut kepada Allah tidak akan melakukan penyimpangan dari segala ketentuan-Nya.

Kedua, beramal sesuai dengan al Qur’an. Al Qur’an diturunkan sebagai pentunjuk. Pemecah segala persoalan hidup. Tak akan bisa dikatakan sebagai amalnya orang bertakwa jika tak didasarkan pada al Quran dan sunnah. Sehingga amal yang harus diwujudkan untuk mengatasi covid-19 ini harus sesuai dengan apa yang telah ditetapkan-Nya.

Ketiga, mempersiapkan diri untuk akhirat. Orang yang bertakwa akan selalu mempersiapkan dirinya untuk kebahagiaan di akhirat.

Sehingga dalam kehidupan dunia, ia akan selalu berusaha mendapatkan keinginannya dengan takut kepada Allah dengan tidak meninggalkan sedikit pun perintah-Nya. Senantiasa menjadikan segala amalnya bervisi akhirat dengan rida Allah sebagai tujuan.

Keempat, rida meskipun sedikit. Orang yang bertakwa akan selalu rida atas apa yang diperolehnya. Sedikit atau pun banyak, ia akan senantiasa bersyukur. Tidak tamak terhadap dunia. Tidak akan haus akan kekuasaan dan kenikmatan dunia yang sesaat. Manakala Allah memberikannya amanah besar berupa jabatan tinggi, misalnya, maka dengan jabatan itu ia akan memprioritaskan segala amal yang sesuai dengan syariah-Nya secara sempurna.

Inilah makna takwa yang sesungguhnya yang bisa membawa negeri ini keluar dari wabah covid-19. Takwa yang ditunjukkan dalam pengambilan segala kebijakan penyelesaian wabah berpijak pada syariah-Nya. Bukan pada hukum buatan akal manusia yang serba terbatas.

Semua ini hanya akan mampu terwujud manakala Islam kembali dijadikan pijakan dalam mengatur segala aspek kehidupan. Wallahu a’lam[]

*Anggota Revowriter Sulbar

Comment