RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — Agustus, dikenal sebagai bulan kemerdekaan bangsa Indonesia. Kini, 75 tahun sudah Indonesia merdeka sejak diproklamirkannya kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945. Hal ini tertuang dalam Pembukaan Pembukaan UUD 1945, yang berbunyi:
“Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan diatas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.”
“Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentosa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.”
Namun, di tengah carut-marutnya persoalan yang tengah menimpa bangsa ini, tentu kita bertanya-tanya apa sebenarnya arti kemerdekaan hakiki itu? Benarkah kita sudah merdeka? Benarkah bangsa ini sudah terbebas dari segala bentuk penjajahan?
Kemerdekaan Semu
Merdeka dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai bebas (dari penghambaan, penjajahan, dan sebagainya), tidak terkena atau lepas dari tuntutan, tidak terikat dan tidak tergantung kepada orang atau pihak tertentu.
Sedangkan kemerdekaan diartikan keadaan (hal) berdiri sendiri (bebas, lepas, tidak terjajah lagi, dan sebagainya); diartikan juga sebagai kebebasan yang merupakan hak segala bangsa.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa bangsa ini belum benar-benar terbebas dari penjajahan. Bangsa ini belum mandiri sepenuhnya dalam mengatur segala aspek kehidupan rakyatnya. Baik secara ekonomi, pendidikan, politik dll.
Karena fakta empiris, dalam segi ekonomi, negeri kita masih menganut sistem ekonomi kapitalis liberal, yang tidak lain merupakan produk barat. Maka, kebijakan ekonomi negeri ini pun tunduk di bawah tekanan lembaga keuangan internasional semacam IMF. Investor bebas keluar masuk.
Akibatnya, SDA sebagian besar bahkan hampir seluruhnya dikuasai oleh para investor ini.
Begitupun dalam hal budaya, pemikiran liberal sekuler dan budaya barat telah berhasil meracuni generasi. Remaja disuguhi segala macam bentuk hiburan dan kebebasan. Ancaman seks bebas dan hidup hedonis membidik remaja.
Kehancuran generasi muslim nyata di depan mata. Ketahanan akidah terkikis oleh pemikiran kapitalis sekuler barat.
Pendidikan yang seharusnya dinikmati oleh seluruh rakyat, hanya dirasakan oleh orang-orang borjuis dan berduit. Sementara orang miskin lebih memilih menghabiskan waktu mencari nafkah demi sesuap nasi. Jangankan pendidikan, untuk makan saja sudah sangat sulit.
Ini menunjukkan bahwa negeri ini belum merdeka sepenuhnya. Idealnya, negara merdeka itu tidak hanya bebas dari penjajahan fisik saja tetapi juga, terbebas dari tekanan negara-negara penjajah dalam bentuk investasi dengan tujuan untuk menguras kekayaan alam. Bebas dari jeratan utang luar negeri yang mencekik leher. Bebas mengelola sumber daya alam untuk kepentingan dalam negeri sendiri. Terbebas dari jeratan hawa nafsu untuk membuat aturan dalam segala aspek kehidupan.
Dengan demikian, jika bangsa ini masih bepegang erat pada sistem demokrasi sekuler yang merupakan pintu masuknya penjajahan gaya baru, maka kemerdekaan yang ada ini tak lebih hanya sekadar kemerdekaan semu.
Islam Mewujudkan Kemerdekaan Hakiki
Kemerdekaan yang harus diperjuangkan saat ini tidak lain adalah kemerekaan dalam arti yang sesungguhnya, merdeka dari segala bentuk peribadatan kepada selain Allah SWT. Apalah arti sebuah kemerdekaan jika seseorang masih berada dalam kondisi penuh tekanan atau masih dicekam ketakutan pada manusia atau makhluk lainnya.
Demikian pula halnya dalam kemerdekaan berakidah, ini berkaitan dengan kemerdekaan menjalankan syariah.
Masih adanya kendala dan ancaman terhadap pandangan, sikap, pemikiran dan kegiatan untuk menjalankan syariat secara kaffah berarti kemerdekaan dalam arti luas dan hakiki belum diperoleh.
Sementara misi utama Islam adalah mewujudkan penghambaan hanya kepada Allah SWT. Itu pula arti kemerdekaan hakiki. Dalam pandangan Islam, kemerdekaan hakiki terwujud saat manusia terbebas dari segala bentuk penghambaan dan perbudakan oleh sesama manusia.
Dengan kata lain Islam menghendaki agar manusia benar-benar merdeka dari segala bentuk penjajahan, eksploitasi, penindasan, kezaliman, perbudakan dan penghambaan oleh manusia atau bangsa lainnya.
Allah SWT berfirman: “Mereka (Bani Israil) menjadikan para pendeta dan para rahib mereka sebagai tuhan-tuhan selain Allah…” (TQS. at-Taubah: 31).
Makna ayat tersebut dijelaskan dalam riwayat Adi bin Hatim ra. Ia menuturkan bahwa saat Rasulullah saw. membaca ayat tersebut, ia (Adi bin Hatim) menyatakan bahwa Bani Israil (Yahudi dan Nasrani) tidak menyembah para pendeta dan para rahib mereka. Saat itulah Rasul saw. bersabda, “Akan tetapi, jika para rahib dan pendeta mereka menghalalkan sesuatu untuk mereka maka mereka pun menghalalkannya, dan jika para rahib dan pendeta mereka mengharamkan sesuatu atas mereka maka mereka pun mengharamkannya (Itulah wujud penyembahan mereka kepada para rahib dan pendeta mereka, red.) (HR at-Tirmidzi).
Islam datang untuk membebaskan manusia dari segala bentuk penghambaan kepada sesama manusia sekaligus mewujudkan penghambaan hanya kepada Allah SWT.
Islam datang untuk membebaskan manusia dari kesempitan dunia akibat penerapan aturan buatan manusia menuju dunia dengan konsep rahmatan lil alamin.
Islam juga datang untuk membebaskan manusia dari kezaliman agama-agama dan sistem-sistem selain Islam menuju keadilan Islam.
Karena itu, hanya dengan penerapan Islam secara kaffah sebuah kemerdekaan hakiki itu akan diraih dan dirasakan oleh semua umat manusia tanpa membedakan latar belakang suku, ras dan agama sehingga segala bentuk penjajahan di muka bumi ini tak akan terjadi lagi.Wallahu a’lam[]
Comment