Hakikat Pemberdayaan Perempuan dalam Islam 

Opini154 Views

 

 

Penulis: Annisa Putri, S.Pd | Pendidik

 

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Pada akhir bulan lalu, Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Kaltim telah melaksanakan Rapat Koordinasi Daerah (Rakorda) PPPA seluruh Kabupaten/Kota se-Kaltim dengan topik pemberdayaan perempuan dalam kewirausahaan di wilayah Kalimantan Timur (Kaltim).

Kepala DKP3A Noryani Sorayalita sebagaimana ditulis Beritakaltim.co (26/02/2024) mengatakan, sebagai bentuk pelaksanaan strategi Pengarusutamaan Gender (PUG), Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) berkomitmen dalam peningkatan pemberdayaan perempuan berbasis masyarakat, terkhusus kepada para perempuan kepala keluarga (Pekka) melalui program Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan.

Sebab dengan memberikan akses yang setara terhadap peluang bisnis dan sumber daya dikatakan dapat memajukan ekonomi dan kesejahteraan keluarga.

jika melihat narasi tentang perempuan berdaya dalam ekonomi, maka secara sederhana bisa dikatakan berdaya di sini yakni saat perempuan dapat menghasilkan value (materi).

Hal ini sejalan dengan sistem kapitalisme yang menaungi, menjadikan manfaat dan keuntungan materi sebagai landasan! sehingga membawa arus di tengah masyarakat agar melihat segala aspek dari sudut pandang materi, termasuk perempuan.

Dengan segala potensi dan kemampuan yang dimiliki perempuan berjibaku untuk menghasilkan materi sebesar-besarnya.

Akankah Kehidupan Terjamin?

Begitu manis tawaran pada perempuan untuk dapat berdaya dan setara dengan kaum pria dalam hal pemberdayaan ekonomi. Padahal pemberdayaan ekonomi perempuan sebatas menghasilkan materi tersebut bisa mematikan fitrah perempuan.

Perempuan dalam konteks ini bak “mesin pencetak uang” dengan tujuan mengentaskan kemiskinan. Kapitalisme memandang bahwa perempuan ideal dan berharga itu adalah mereka yang berdaya dan produktif dari sisi penghasilan, karier dan jabatan tinggi, dsb.

Selanjutnya perempuan terfokuskan kepada aktivitas publik untuk menghasilkan materi –  tidak lagi menganggap penting fungsi utamanya sebagai seorang isteri dan ibu. Bahkan tidak sedikit mereka yang beranggapan bahwa hal demikian hanya sebagai penyia-nyiaan waktu dan tenaga sebab pekerjaan itu tidak menghasilkan uang. Na’udzu billah.

Pemberdayaan ekonomi perempuan dianggap menjadi solusi untuk meningkatkan ekonomi dan jalan keluar dari kebuntuan masalah ekonomi. Apakah betul jika perempuan berdaya, taraf ekonomi rakyat akan naik dan rakyat akan sejahtera?

Akankah ini berhasil atau justru akan memunculkan masalah baru bagi perempuan? Misal saja sudah terjadi banyaknya kejahatan yang mengintai perempuan di lingkup kerja, hingga dampak yang lebih besar, –  mulai goyahnya keutuhan sebuah keluarga.

Ketika perempuan berperan ganda sebagai istri dan ibu namun harus  keluar tumah untuk mencari nafkah, tentu berpotensi memecah fokus pengurusan keluarga dan pengasuhan yang tidak optimal pada sang anak. Imbasnya lahirlah generasi lemah seperti hari ini, kurang perhatian dari orang tua disebabkan sama-sama bekerja, pendidikan agama dan moral yang minim, terjebak dengan pergaulan bebas yang rusak. Begitu besar dampak ketika perempuan meninggalkan peran utamanya sebagai pendidik dan penjaga generasi.

Hal ini menunjukkan pada kita bahwa perempuan berdaya dengan standarisasi materialistik nyatanya tidak murni membuat wanita sejahtera. Justru sebaliknya dapat menambah masalah dan sengsara. Di sinilah pentingnya kaum hawa khususnya muslimah – mencari tahu hakikat pemberdayaan yang membawa kebaikan bagi perempuan.

Perempuan Mulia Dalam Islam

Islam adalah agama yang komprehensif dalam mengatur seluruh sendi kehidupan manusia, tak terkecuali terkait perempuan. Pemberdayaan perempuan dalam Islam bukanlah dengan menjadikan mereka sebagai pencari uang melainkan sebagai ibu pendidik generasi yang dinafkahi suami dan walinya. Jika suami dan wali tidak mampu, tanggung jawab itu beralih pada negara.

Adapun mengenai peran dan tanggung jawab Islam sudah mengatur sedemikian adilnya sesuai dengan fitrahnya. Peran utama perempuan dalam Islam sebagai istri dan al umm wa robbatul bayt atau pengatur rumah. Tugas ibu bukan sebatas perkara biologis saja seperti mengandung hingga menyusui, melainkan membesarkan dan mendidik juga memastikan anak tumbuh dengan ideal berlandaskan Islam. Dari rahimnya lahir generasi yang tangguh nan hebat, berkepribadian Islam, siap memberi maslahat di tengah umat.

Oleh karena itu, perkara pengurusan generasi dan keluarga yang dilakukan oleh perempuan sungguh bukan hal yang mudah dan remeh, melainkan perbuatan yang menjadikannya sangat mulia dan berharga.

Maka dari itu dalam Islam, kehormatan perempuan sangat dijaga oleh negara. Islam memenuhi seluruh kebutuhan warga negara dari sandang, pangan, dan papan sehingga para lelaki terjamin pekerjannya dan kaum wanita fokus mengurus rumah, mendidik generasi tanpa khawatir memikirkan ekonomi.

Selanjutnya, Islam juga tidak mengekang wanita berdiam diri di rumah saja. Perempuan punya hak yang sama untuk menuntut ilmu, mengamalkan ilmu bahkan menyebarkan dakwah. Pun Islam membolehkan perempuan bekerja untuk menyalurkan keilmuan yang dia punya misal menjadi guru, dokter, dan sebagainya dengan syarat tidak adanya hukum Allah yang dilanggar juga tak melalaikan peran utamanya sebagai seorang pengatur rumah.

Dengan begitu, dari sini bisa membuka mata kita bahwa kontribusi perempuan dalam kehidupan suatu bangsa bukan dilihat dari penghasilan materi, melainkan diberdayakan sesuai dengan aturan Islam, yakni memaksimalkan peran strategisnya sebagai seorang ibu yang mendidik generasi untuk mengisi peradaban dunia dengan kebaikan-kebaikan Islam. Wallahu’alam bisshawab.[]

Comment