H. Al Mansyur, Lc |
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA – Selama 2018 kita merasakan berbagai bencana dan musibah menimpa bangsa Indonesia tiada hentinya. Mulai dari bencana gempa, tsunami, longsor, banjir bandang hingga kecelakaan pesawat dan lainnya.
Ditambah lagi dengan suasana politik yang penuh dengan suasana gaduh, saling melontarkan kegaduhan, seperti politikus sontoloyo, politikus gendrewo dan lainnya. Begitu juga munculnya berbagai istilah, seperti kecebong dan kampret yang selalu menghiasi media massa dan media sosial kita.
Istilah-istilah ini bisa menghangatkan suasana politik baik sebelum pemilu atau sesudahnya. Istilah-istilah ini adalah bentuk sinisme dan mengindentifikasi kelompok tertentu dengan tujuan mendiskreditkan dan menjatuhkan satu dengan yang lainnya. Dan juga bertujuan untuk membedakan satu kelompok dengan kelompok lainnya.
Fenomena lebelisasi ini menunjukkan belum matangnya kualitas berdemokrasi menghadapi pesta demokrasi dan tahun politik 2019. Di negara-negara maju, tingkat kematangan masyarakat berdemokrasi sudah tinggi, yang ada hanyalah bertarung di level ide, gagasan, kebijakan yang akan diimplementasikan. Sementara kita masih terfokus dengan politik identitas dan lebelisasi buruk yang diproduksi dengan tidak jelas dan tidak mendidik.
Islam sebagai mayoritas rakyat Indonesia sangat mengecam dan melarang kelompok atau golongan tertentu yang saling memperolok-olok dan mengejek serta menyebut dengan sebutan buruk, seperti kecebong, kampret, dll. Hal ini sebagaimana tercantum dalam QS. Al Hujurat: 11.
Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.
Ke depan, di tahun politik 2019 sepatutnya dibuat kebijakan-kebijakan yang mengatur etika berpolitik dan berkampanye agar tidak ada lagi politik labelisasi dan identitas yang menjelek-jelekan suatu kelompok.
Sebagai renungan di awal tahun 2019, kita hidup di negeri yang selalu dirundung dengan bencana dan musibah, jangan lagi kita dirundung dengan masalah sosial yang diakibatkan politik identitas dan labelisasi buruk agar konsolidasi umat dan bangsa ini dapat bersatu padu membangun bangsa.
Melalui tulisan ini, saya mengimbau masyarakat luas, utamanya umat Islam, untuk tetap bersama dan membangun konsolidasi umat, bangsa dan negara. Saya mengajak semua pemimpin umat beragama untuk bergandeng tangan menjaga persatuan dan kesatuan bangsa, dengan semangat Bhinneka Tunggal Ika dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) berdasarkan Pancasila sehingga negeri ini terbebas dari berbagai bencana dan musibah. Aamiin.[]
Comment