Arief Poyuono.[Dok/radarindonesianews.com] |
Sejalan dengan itu, ungkap Wakil Ketua Umum Gerindra, Arief Poyuono, PP 78 Tahun 2015 adalah produk peraturan dan perundangan terkait penetapan Upah Buruh hasil Rezim Joko Widodo – JK yang selama ini ditolak mentah mentah oleh kaum buruh.
“Sebab kenaikan upah minimum didasarkan formula inflasi dan pertumbuhan ekonomi secara nasional dalam PP 78 Tahun 2015 , menyebabkan kenaikan upah minimum tidak lebih dari 10% tiap tahunnya,” paparnya.
Kebutuhan buruh, lanjutnya, selalu dinamis. Selain itu angka inflasi yang disajikan terkadang fiktif oleh BPS, tidak sesuai kenyataan di pasar,” timpalnya.
Maka itulah, sambungnya, wajar saja semenjak penggunaan PP 78 Tahun 2015 hingga sekarang pemerintah Joko Widodo bahkan tidak bisa menaikan daya beli masyarakat.”Terutama kaum buruh/pekerja yang besaran upahnya tidak bisa meningkatkan daya beli kaum buruh,” tukasnya mencermati.
“Karena itu kaum buruh kecewa berat dan merasa ditipu oleh Anies – Sandi yang menetapkan UMP DKI Jakarta mengunakan PP 78 Tahun 2015,” ujarnya.
“Karena itu Partai Gerindra akan menanyakan pada Anies- Sandi kenapa sampai mengabaikan Kontrak Politik yang sudah disepakatinya. Tolong Anies – Sandi komit dengan janji nya pada kaum Buruh. Jika tidak komit, jangan harap akan tidur nyenyak dengan perlawanan kaum buruh,” pungkas Arief.[NICHOLAS]
Comment