Gelombang PHK di Awal 2025, Buah Pahit Kebijakan dan Tatanan Sistem Ekonomi Kapitalisme

Opini122 Views

 

Penulis: Sania Nabila Afifah
Komunitas Muslimah Rindu Jannah

RADARINDONESIANEWS.COM,  JAKARTA– Dikutip dari kompas.com – Gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) melanda industri manufaktur Indonesia pada awal 2025. Lebih dari 10.000 pekerja terdampak akibat penutupan pabrik, relokasi produksi, hingga turunnya permintaan pasar. Sejumlah perusahaan besar seperti PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) Group, PT Sanken Indonesia, dan Yamaha Indonesia telah mengurangi tenaga kerja mereka. Selain itu, beberapa perusahaan lain juga dilaporkan akan melakukan PHK dalam waktu dekat.

PT Sritex Group melakukan PHK terhadap 10.669 karyawan setelah perusahaan tekstil ini dinyatakan pailit pada Oktober 2024. Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi Jawa Tengah mencatat PHK dilakukan bertahap sejak Januari 2025.

PT Sritek adalah perusahan tekstil terbesar se Asia Tenggara yang dianggap paling kuat dari PHK namun nyatanya harus melakukan PHK masal.

Perusahaan Pailit Akibat Kebijakan Internasional dan Turunannya

Diawali dengan kebijakan Internasional perjanjian perdangangan bebas ASEAN-Tiongkok. Perjanjian kerangkan kerja yang sudah ditandatangani oleh pemerintah sejak tahun 2002.

Perjanjian ini selalu diupgrade ACFTA dengan tujuan memastikan bahwa ACFTA terus berkontribusi pada pendalaman dan perluasan hubungan ekonomi antara ASEAN dengan Tiongkok terhadap perkembangan Regional dan Global baik yang berkaitan dengan bisnis dan teknologi untuk memperkuat kerjasama dalam bidang ekonomi.

PHK masal di awal tahun 2025 ini dianggap sebagai dampak dari kebijakan pemerintah, yang membuat kemudahan produk asing masuk ke Indonesia melalui ACFTA maupun UU Cipta Kerja. Jadi ada tekanan dari Internasional lewat perjanjian perdagangan bebas.

Dengan demikian, barang-barang dari luar masuk secara bebas dengan harga yang jauh lebih terjangkau dari pada harga barang- barang yang ada di dalam negeri.

Ditambah lagi dengan Permendag No 8 tahun 2024 yang menghapus persyaratan persetujuan teknis untuk impor barang jadi termasuk tekstil. Akibatnya impor makin meningkat drastis. Banjirnya barang tekstil impor dengan harga yang rendah mematikan usaha mikro, dan faktanya juga berdampak pada pabrik besar.

Dengan jumlah populasi manusia yang banyak, Indonesia menjadi sasaran empuk perdangangan. Akibatnya barang-barang yang di dalam negeri menjadi kalah saing.

Kondisi ini berdampak pada penurunan produksi dan ditambah lagi dengan situasi ekonomi yang lesu. Pabrik-pabrik pun satu per satu mulai tumbang.

Juga akibat kenaikan biaya modal, ganguan rantai pasokan, pergeseran permintaan pasar, kesulitan mendapatkan bahan baku, ketidakpastian ekonomi, upah yang harus dibayarkan, dan juga dampak dari pandemi. Sehingga banyak perusahan pailit yang otomatis melakukan PHK karna tidak mampu menanggung beban tersebut.

Lagi-lagi rakyat jadi korban. Inilah akibat penerapan sistem kapitalisme dengan prinsip kebebasan ekonomi. Negara hanya menjalankan peran sebagai regulator untuk memenuhi kaum kapitalis oligarki.

Dampak PHK pada Kehidupan Sosial dan Ekonomi.

Di tengan situasi ekonomi yang lesu ditambah terdampak PHK masyarakat kian sengsara. Dampak langsung dari PHK besar-besaran yakni peningkatan tingkat pengangguran di Indonesia. Daya beli menurun berpengaruh pada ekonomi, seperti pada masa pandemi covid 19 akibat tingginya angka pengangguran.

Peningkatan angka kemiskinan, ketidak stabilan sosial, gangguan pada kehidupan keluarga, stres dan gangguan pada sekolah, isolasi sosial, konflik dan meningkatnya kriminalitas.

Dikutip dari Liputan6.com,  daya beli masyarakat disebut-sebut sedang melemah pada beberapa bulan awal 2025 ini. Ada sejumlah faktor yang mempengaruhi daya beli masyarakat tersebut.

“Jadi faktor yang paling kuat ya saya pikir ini ya. Pertama penyempitan lapangan kerja, jadi angkatan kerja baru itu sulit di lapangan pekerjaan,” kata Ronny kepada Liputan6.com, Rabu (19/3/2025).

Janji Gelap Kampaye Buka Lapangan Pekerjaan

Dikutip dari Liputan6.com, Pengamat Ketenagakerjaan dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Tadjudin Nur Effendi, menyoroti janji dari pasangan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, soal penciptaan 19 juta lapangan kerja baru.
Tadjudin menagih janji itu, lantaran maraknya seruan di sosial media untuk berpindah kerja di luar negeri. Tagar #KaburAjaDulu menggema sebagai bentuk skeptisme warganet terhadap situasi sosial dan ekonomi di Tanah Air.

“Ya janji peluang kerja, katanya 19 juta pada waktu kampanye, mana ceritanya. Ini menurut hemat saya, respon anak-anak muda kita terhadap situasi yang tidak jelas. Artinya situasi yang tidak punya kepastian masa depan kita ini,” ungkapnya seperti dikutip Liputan6.com, Senin (10/2/2025).

Janji tinggal janji. Faktanya pemerintah tidak mampu berbuat sesuatu dengan derasnya gelombang PHK ini.

Sebagai tanggung jawab, pemerintah harusnya membuka lapangan pekerjaan, dan mempertahankan kelangsungan pekerja itu tetap terjaga. Jangan cuma bisa janji manis.

Kapan akan tercapai pertumbuhan ekonomi 8%, jika semakin banyak pabrik pailit dan harus tutup tidak beroperasi?

Padahal orang yang mencari pekerjaan 6x lipat dari jumlahnya. Sebab penduduk makin banyak, lulusan sarjana juga makin banyak, otomatis butuh pekerjaan. Liberalisme menyebabkan lapangan pekerjaan dikontrol oleh industri.

Butuh Penguasa dan Sistem Berlandaskan Islam

Sistem Islam menjamin suasana kondusif bagi para pengusaha dan perusahaan dengan menerapkan sistem Islam. Sistem Islam adalah sistem terbaik. Pengelolaan industri padat karya atau manufaktur dibangun tujuannya untuk membuka lapangan pekerjaan dan menumbuhkan ekonomi.

Saat ini asas kapitalisme sekuler adalah kebebasan. Di mana produksi dianggap masalah. Akhirnya diberilah kebebasan kepemilikan dan industri yang memunculkan persaingan.

Islam dengan penguasa yang adil akan menumbuhkan lapangan pekerjaan dengan cara; membuka empat sumber lapangan pekerjaan yakni pertanian, jasa, industri, dan perdagangan yang terus tumbuh dengan kokoh dan tidak mudah tumbang.

Negara menjamin terbukanya lapangan pekerjaan yang luas dan memadai dengan berbagai mekanisme yang dijelaskan dalam Islam.

Begitulah membangun industri dalam Islam. Bukan hanya sekadar menciptakan aktifitas ekonomi semata, tetapi dengan aktifitas politik ekonomi. Apa yang dimaksud dengan aktifitas ekonomi adalah jaminan terpenuhinya kebutuhan mendasar masyarakat dengan memastikan pendistribusiannya.

Politik ekonomi juga sebagai arah negara dalam membangun ekonomi yang harus diwujudkan. Dengan membangum strategi dan inovasi. Memastikan jaminan dengan cara mengontrol jalannya pekerjaan, pendidikan dan jasa.

Politik industri dalam Islam tujuannya agar orang per orang mendapatkan kebutuhannya. Ada dua kriteria pilar yang menjadi pijakannya. Pertama punya kemauan, tidak dalam dominasi asing. Kedua kebutuhan jihad; yakni industri dibuat untuk menguatkan militer, mengembangkan teknologi, industri berat dan tidak bergantung pada asing.

Dunia butuh aturan dan sistem pemerintahan terbaik. Aturan dan sistem yang bersumber dati Dzat yang Maha Sempurna, Allah Dzat Maha Pengatur alam semesta dan seisinya. Dia telah menurunkan hukum dan sistem pemerintahan terbaik bagi manusia melalui Nabi Muhammad Saw.

Jika manusia menginginkan kehidupan yang adil dan mensejahterakan, harus kembali kepada aturan terbaik yakni syariah Islam. Wallaahu a’lam bishshowab.[]

Comment