Oleh; Ika Rini Puspita, S.Si, Pengurus FLP Sulawesi Selatan
__________
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA –Beberapa hari ini cuaca panas menyengat, terik matahari seakan membakar kulit. Perubahan cuaca seperti ini membuat aktivitas di luar ruangan menjadi tidak nyaman lagi. Tidak hanya siang hari, efek panas juga berlangsung hingga malam hari membuat kita gerah dan berkeringat. Sampai-sampai mesin pendingin udara menyala terus (Bussang mamiki, napakamma bambang allo-Bahasa Makassar).
Mungkin rasa panas ini seperti hari-hari biasa, dan hanya penulis yang merasa gerah. Tapi, setelah buka sosial media penulis mendapi berbagai berita bahwa suhu panas makassar memang melebihi hari-hari sebelumnya. Bahkan sampai ASIA, jadi bukan hanya di Makassar-Indonesia.
Beberapa mengalami suhu yang lebih panas dari biasanya bahkan hingga 40 derajat Celsius. Menurut studi, gelombang panas yang berbahaya dan memecahkan rekor akan meningkat seiring meningkatnya krisis iklim. Cuaca ekstrem ini juga akan sangat menghancurkan di negara dan wilayah yang paling tidak siap menghadapi gelombang panas. (Cnnindonesiacom, 27/4/2023).
Merasakan panasnya Makassar adalah suatu kewajaran. Kita melihat dan menyaksikan Makassar dalam masa pembangunan. Perumahan memadati perkotaan-perkampungan. Tentu, pohon yang bercokol telah ditebang. Bahkan belum lama ini insiden empat unit mobil terbakar di parkiran sedang ramai di media sosial. Kejadian tersebut terjadi di The Breeze Waterpark Jalan Lingkar Utara Kelurahan Guntung Payung Kecamatan Landasan Ulin Kota Banjarbaru Kalimantan Selatan (Kalsel) pada Minggu, 23 April 2023 sekitar pukul 12.00 Wita (Liputan6.com, 30/4/2023).
Fenomena ini sebenarnya sudah cukup lama diprediksi para ahli, bahkan Persatuan Bangsa-bangsa (PBB) sampai membentuk ”badan dunia untuk kerangka kesepakatan atas perubahan iklim” atau United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) dalam pertemuan puncak di Rio de Janeiro tahun 1992.
Peristiwa ini dilatarbelakangi oleh pertumbuhan penduduk dan peningkatan standar hidup yang berdampak meningkatnya penggunaan energi sehingga meningkat pula kadar gas karbon dioksida (CO2) di atmosfir. Efek rumah kaca juga menjadi salah satu faktor sehingga suhu atmosfir bumi meningkat.
Kita semua paham produksi berlebihan dapat mengancam iklim. Seperti perkataan ibu Sri Mulyani “Musim kering bisa panjang dan bisa kebakaran hutan. Musim hujan jadi ekstrem sampai longsor dan banjir. Itu mengancam manusia dan ekonomi.
Sri menambahkan bahwa bila perekonomian dan kegiatan manusia memproduksi CO2 terlalu banyak dan no body care itu disebut sebagai market failure. Nyata-nyata ini bisa membahayakan dunia, namun tidak ada yang bisa mengoreksi.
Ngeri euyyy! Kita semua paham, tapi tidak bisa berbuat apa-apa untuk menyelamatkan bumi. Karena dunia sedang dikuasai para kapital. Faktanya, selama ini AS adalah “juara” penghasil CO2, yaitu 39% dunia. Negara-negara G-8 (AS, Jepang, Jerman, Canada, Inggris, Perancis, Italia dan Rusia) total membuang CO2 68% dunia. Artinya, jumlah CO2 dari seluruh negara lainnya, termasuk Indonesia dan China kurang dari 32%. (Databoks)
Untuk mengantisipasi dampak perubahan iklim ini. Berbagai lembaga sosial/pecinta alam dibentuk. Misal menjaga hutan-hutan dan lain-lain.
Malangnya, kerusakan iklim ini perlu solusi global karena ada faktor-faktor institusional yang bermain tidak bisa diselesaikan oleh individu ataupun kelompok. Nyatanya PBB pun tidak punya kapasitas politik yang cukup. PBB dan ekonomi dunia saat ini sangat ditentukan oleh tuan politik dan aktivitas korporasi Amerika Serikat dan antek-anteknya.
Maka semakin jelas bahwa untuk menyelamatkan planet ini dari kehancuran ekologis, perlu paradigma dan sistem politik dan ekonomi global baru. Sistem politik dan ekonomi kapitalis-sekuler terbukti gagal. Perlu ada sistem alternatif yang bersandar kepada Sang Pencipta Yang Maha Tahu. Seperti Firman Allah yang berbunyi:
Telah tampak kerusakan di darat dan di laut akibat perbuatan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). (QS. 30: 41)
Sistem alternatif bagi dunia yang sekaligus sebagai satu-satunya sistem bagi kaum muslimin itu adalah sistem pemerintahan Islam global. Syariat Islam yang diterapkan secara menyeluruh akan mengatasi masalah CO2 ini sejak dari akarnya.
Semakin materialis gaya hidup seseorang, semakin banyak energi dihabiskan dan semakin banyak pula CO2 akan dibuang. Dengan digantinya paradigma kebahagiaan dengan paradigma Islam, maka sekaligus dua masalah teratasi. Kebutuhan energi dan CO2.
Kemudian penggunaan energi terbarukan seperti energi surya dalam berbagai bentuknya (solar-cell, solar-farm) dkk diberdayakan. Para peneliti diapresiasi dan dibiayai. Dengan begitu, Insya Allah keberkahan akan menyelimuti bumi, karena bersumber dari Pencipta. Wallahu a’lam.[]
Comment