Penulis : Indha Tri Permatasari, S.Keb., Bd | Aktifis Muslimah
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Masyarakat Indonesia terbukti menjadi pecandu game online, seperti yang terungkap dalam laporan State of Mobile 2024. Pengeluaran pengguna untuk mobile game di Indonesia mencapai US$0,41 miliar atau Rp6,3 triliun pada 2023, mengalami pertumbuhan US$0,04 miliar dari tahun sebelumnya.
Selain itu, data dari State of Mobile 2024 menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia juga mengalami kecanduan ponsel. Pada 2023, mereka menjadi pengguna yang paling lama menghabiskan waktu dengan perangkat bergerak, mencapai 6,05 jam/hari.
Indonesia menduduki peringkat pertama di dunia dalam hal ini, diikuti oleh Thailand dan Argentina. Pada tahun 2022, masyarakat Indonesia bahkan bisa menghabiskan 6,14 jam/hari dan menempati urutan ke-5 dalam unduhan aplikasi, mencapai 7,65 miliar kali.
Tinjauan terhadap data di atas menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia telah terjerumus dalam kecanduan alat elektronik, terutama ponsel atau tablet. Masalah ini membutuhkan perhatian khusus, mengingat dampak negatifnya, seperti melupakan aktivitas dan kewajiban yang seharusnya dilakukan.
Contohnya, seseorang yang kecanduan game online dapat mengorbankan uang yang seharusnya untuk kebutuhan keluarga. Hal ini dapat mengakibatkan pengurangan uang jatah bulanan untuk keperluan istri dan anak, bahkan hingga mencari pinjaman dengan risiko terlibat riba.
Masalah kecanduan ini tidak hanya mempengaruhi orang dewasa, tetapi juga merambah anak-anak dan remaja. Dalam beberapa kasus, anak SD bahkan melakukan tindakan mencuri untuk membiayai kecanduannya pada game online.
Semua hal ini memiliki potensi merusak generasi, dengan dampak yang mencakup telantarnya anak-anak, hidup dalam lingkungan yang tidak sehat, dan bahkan dapat berujung pada depresi atau tindakan bunuh diri.
Penting untuk menyadari bahwa sistem pendidikan dan regulasi yang belum memadai juga menjadi bagian dari akar masalah ini. Pendidikan saat ini lebih fokus pada persiapan lulusan untuk dunia kerja, sementara fasilitas game di institusi pendidikan dapat memperburuk kecanduan game.
Regulasi pemerintah terkait game online masih perlu diperketat, dan keberadaan aturan yang jelas perlu ditegakkan. Ketiadaan standar yang jelas dalam sistem saat ini membuat masyarakat, termasuk anak-anak, kesulitan dalam membuat pilihan yang bijak terkait penggunaan teknologi.
Ketiadaan standar yang jelas antara mana yang boleh dan tidak boleh pada sistem sekarang juga telah membuat anak bahkan orang dewasa gagal memilih. Yang mereka pikirkan hanyanya meraih keuntungan sebanyak-banyaknya, tidak peduli halam haramnya.
Inilah akibatnya ketika menjadikan sekularisme, liberalisme, dan kapitalisme sebagai landasan aturan kehidupan. Semua ide yang berasal dari Barat itu jelas bisa merusak kehidupan manusia, khususnya kaum muslim.
Dalam perspektif Islam, hukum aktivitas, termasuk bermain game, diatur oleh syariat. Hukum asal bermain game adalah mubah (boleh), tetapi bisa menjadi haram ketika isi game itu bertentangan dengan Islam, seperti mengandung perjudian, melenakan kewajiban, hingga menghasilkan kemudaratan lainnya.
Islam, melalui sistem pemerintahan Islam (Khilafah), akan memberikan regulasi yang jelas dan mencetak generasi yang berkepribadian Islam. Upaya lainnya melibatkan pembuatan regulasi terkait penyebaran konten yang bertentangan dengan Islam dan memberikan sanksi tegas bagi yang terlibat dalam hal-hal yang diharamkan.
Dengan demikian, kecanduan game online dapat diatasi melalui pendekatan yang komprehensif, melibatkan perubahan dalam sistem pendidikan, penguatan regulasi, dan penerapan prinsip-prinsip Islam dalam kehidupan sehari-hari.[]
Comment