RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA – Pancsila merupakan rumusan dan kebijakan para founding fathers yang lahir sebagai sebuah kebijakan demi langkah dan persatuan Indonesia mengarungi kemerdekaan yang telah diraih dengan pengorbanan darah dan nyawa.
Merekatkan persatuan di bawah konsep kebhinnekaan bangsa Indonesia yang multibudaya dan agama sebagai sebuah negara tentu bukan perkara mudah. Harus ada flatform dan landasan yang diterima oleh banyak pihak baik dari kalangan budaya, agama maupun politik.
Atas dasar pertimbangan persatuan kebangsaan itu para founding fathers kemudian merekatkan jati diri dan ikatan kebangsaan mereka di bawah dokumen kemanusiaan yang disebut sebagai Pancasila yang menjadi dasar dan landasan idiel bernegara.
Terlepas pro dan kontra tentang Pancasila, sisi kekuatan dan tujuan dirumuskannya Pancasila oleh para founding fathers saat itu harus mendapat apresiasi oleh generasi berikutnya. Generasi dalam konteks kerakyatan maupun generasi yang brkesempatan duduk dalam pemerintahan.
Kesepahaman dalam traktaat yang dibuat oleh para founding fathers dengan cita-cita menjaga persatuan dan kesatuan Republik Indonesia dalam ikatan satu kebangsaan yang baru saja merdeka, lepas dari penjajahan fisik oleh Belanda dan Jepang itu menjadi dokumen tersendiri yang sarat dengan rasa dan toleransi satu sama lain. Boleh dibilang bahwa Pancasila merupakan hasil pemikiran atas nama keluarga besar Indonesia.
Bagi umat Islam, keberadaan Pancasila sebagai landasan negara tersebut bukan persoalan, karena lima sila yang terangakum di dalamnya memiliki nilai-nilai yang tidak berseberangan dengan Islam itu sendiri. Atas dasar itu kemudian Pancasila dijadikan sebagai konsep dalam kehidupan berpolitik, ekonomi, sosial, budaya dan pertahanan negara.
Lalu bagaimana perilaku bangsa dan generasi terhadap Pancasila yang diagungkan sebagai konsep pemersatu bangsa itu?
Garis Garis Besar Haluan Negara (GBHN) sudah tidak terdengar lagi, pengamalan nilai-nilai Pancasila dalam praktek politik, ekonomi dan budaya sudah tidak lagi nampak. Politik praktis telah merampas usaha dan kebijakan yang telah ditempuh dan dikorbankan para founding fathers. Kepentingan individu dan golongan ikut mewarnai tercabiknya nilai-nilai yang telah disepakati dalam bentuk kebijakan bersama itu.
Begitu sepi praktik dan seremonial terkait Pancasila baik dalam level kebangsaan atau negara apa lagi dalam konteks sosial dan politik yang begitu kuat dengan orientasi materi belaka. Bangsa ini harus mewaspadai upaya upaya mendelegitimate Pancasila.
Pancasila hanya sebagai lips service tanpa praktik nyata dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Bangsa ini telah berani melupakan sejarah, ibarat kacang lupa kulitnya.
Oleh karena itu upaya integral para tokoh, masyarakat publik dan pejabat menyatukan visi besar mengembalikan dasar negara itu sebagai nilai juang demi mempersatukan bangsa ini menjadi hal penting melihat kondisi Indonesia terkini.
Pancasila tak cukup diucapkan tapi harus dipraktikan secara nyata. Harus ada usaha mengembalikan Pancasila sebagai pemersatu di bawah kebhinnekaan. Jangan biarkan Pancasila lenyap dari bumi pertiwi.[]
*Pemred Radar Indonesia News
Comment