Fitriani S.Pd: Mencintai Indonesia Dengan Sebenar-benar Cinta

Berita433 Views
Fitriani, S.Pd
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA – Tentu semua penduduk di negeri ini akan menganggukkan kepala tanda setuju jika
muncul pertanyaan “Cintakah engkau pada Indonesia?”. Hal ini dianggap
wajar sebab manusia secara fitrahnya memiliki keterikatan emosional dengan
tempat ia tinggal, apalagi disitulah ia dilahirkan, dibesarkan dan hidup hingga
sekarang. 

Orang yang cinta pada tanah airnya akan merasakan bahagia dan nyaman
saat tinggal di daerah tersebut. Sementara saat ia berada di tempat yang jauh,
ia akan merasa rindu dan ingin pulang ke daerah yang menjadi tanah airnya. Ia
selalu berharap tanah airnya menjadi lebih baik pada masa-masa yang akan
datang.


Itulah pula yang dialami oleh Rasulullah saw. Beliau dilahirkan dan dibesarkan
di Makkah dan tinggal di kota itu selama kurang lebih 53 tahun, sebelum pada
akhirnya diperintahkan Allah SWT bersama para sahabat berhijrah ke Madinah.
Tentang cintanya pada Makkah, Rasulullah Saw berkata : “Demi Allah,
sesungguhnya engkau adalah bumi yang paling baik dan paling dicintai di sisi
Allah SWT. Seandainya aku tidak diusir darimu (Makkah) pasti aku tidak
meninggalkanmu. (Diriwayatkan dari Ibnu Umar bin Adi Bin Abil Humra, dikutip
dari ‘Atiq bin Zaid Al biladi).


Seandainya tidak ada hijrah, niscaya aku tetap tinggal di Makkah. Sesungguhnya
aku belum pernah melihat langit begitu dekat dengan bumi selain di Makkah.
Hatiku belum pernah merasakan ketenteraman selain di Makkah. Aku pun belum
pernah melihat bulan di suatu tempat yang lebih indah dari yang aku lihat di
Makkah. ( Diriwayatkan dari Ibnu Najih, dikutip dari Al Azraqi, Akhbar Makkah).

Bahkan,
walau telah sekian lama tinggal di Madinah, kecintaan Rasulullah kepada Makkah
tak jua redup. Diriwayatkan bahwa seorang lelaki bernama Ashil Al-Ghifari
datang dari Makkah, lalu Rasulullah bertanya kepada dia ” Ashil,
bagaimanakah keadaan Makkah sekarang?” Ashil menjawab “Aku melihat
Makkah sekarang telah subur wilayahnya, telah putih sungainya, telah banyak
idzkhirnya (sejenis pohon), telah lebat rambutannya dan telah ranum
salamnya.” Rasulullah pun bersabda, “Cukuplah, Ashil, jangan kau buat
kami bersedih” (Dikutip dari al-Azraqy, Akhbar Makkah). Dari sini kita
bisa melihat bahwa cinta tanah air atau kelahiran adalah sesuatu yang wajar
asal tidak berlebihan dan tidak melahirkan sekat-sekat nasionalisme hingga
menjadi fanatik buta.

Sayangnya,
banyak yang salah dalam mengekspresikan cintanya. Ada yang merasa paling
Indonesia namun di saat yang sama ia bungkam ketika Asing Aseng menjarah
kekayaan negeri. Ada yang merasa paling cinta Indonesia namun membiarkan
gerakan separatisme seperti OPM ( Organisasi Papua Merdeka) atau RMS ( Republik
Maluku Selatan) yang telah nyata-nyata mau memisahkan diri dari Indonesia. Ada
yang katanya cinta dengan Indonesia namun di saat yang sama malah bersanding
mesra dengan penjajah imperialis yang menguras potensi sumber daya alam negeri.
Bahkan ada yang menjadikan kecintaannya terhadap tanah air salah kaprah,
fanatik berbalut nasionalisme dan na’asnya dengan dalih tersebut menjadikan ia
menolak aturan Allah SWT yang tertuang dalam syariat Islam diterapkan dalam
seluruh sendi-sendi kehidupan.

Persoalannya
kemudian adalah, bagaimana ekspresi kecintaan itu harus kita tunjukan? Pertama, ini yang paling mendasar. Kita
mestinya tak boleh membiarkan pihak asing melakukan penguasaan, dominasi,
apalagi sampai melakukan penjajahan terhadap negeri kita ini. Inilah pula yang
ditunjukkan oleh tokoh-tokoh seperti Pangeran Diponegoro, Cut Nyak Dien, Imam
Bonjol, dan sebagainya ketika mereka terus melakukan perlawanan terhadap
penjajah Belanda. Begitu juga apa yang dilakukan oleh KH Hasyim Asy’ari
didukung para ulama dalam barisan Sabilillah dan para santri Hizbullah ketika
menyerukan jihad untuk menolak kedatangan pasukan Belanda yang hendak merampas
kemerdekaan Indonesia yang belum lama diproklamasikan pada tahun 1945.
Mengaku
cinta Indonesia juga harusnya dengan tegas menolak segala bentuk penjajahan
serta ancamannya seperti neoimperialisme atau penjajahan gaya baru. Umat harus
tahu meski negeri ini telah merdeka, bukan berarti penjajahan telah usai.
Sebab, hasrat eksploitasi dan hegemoni negara- negara imperialis tak pernah
padam. Bila penjajahan fisik tak bisa lagi dilakukan, mereka (imperialis)
meneruskan dengan penjajahan ekonomi, politik, juga penjajahan sosial budaya.
Dari sinilah, meski sebuah negara termasuk Indonesia sudah merdeka secara
fisik. Namun secara politik dan ekonomi bahkan juga sosial dan budaya tetap
saja dalam cengkeraman negara-negara imperialis.
Selanjutnya,
cinta tanah air juga harus ditunjukkan dengan kewaspadaan terhadap kemungkinan
terjadinya disintegrasi. 

Pasalnya salah satu strategi negara imperialis dalam
melemahkan negeri-negeri muslim adalah dengan melancarkan politik pecah belah
dan adu domba (evide at impera). Oleh karena itu harus ditolak dengan tegas
gerakan-gerakan separatisme seperti OPM (Organisasi Papua Merdeka) atau RMS
(Republik Maluku Selatan) yang nyata-nyata juga didukung oleh negara-negara
imperialis.
Kedua, mencintai Indonesia harus
ditunjukkan dengan penolakan terhadap sekularisme atau pemisahan peran agama
dari kehidupan. Sebab, sekularisme adalah paham yang dikembangkan oleh penjajah
untuk melemahkan negara terjajah, khususnya negeri-negeri muslim, termasuk
Indonesia. Hal ini dikarenakan mereka tahu, Islam yang dipeluk oleh mayoritas
penduduk terbesar di dunia ini akan menjadi kekuatan maha dahsyat bagi
perlawanan terhadap segala bentuk penjajahan. Karena itu, Islam harus
dilemahkan dan dijauhkan dari kaum muslimin. 

Namun, mereka tahu bahwa
menghilangkan Islam dari penduduk negeri ini tidaklah mungkin. Christian Snouck
Hurgronje, orientalis Belanda selalu memberikan advis kepada pemerintah Belanda
tentang bagaimana memperlakukan Islam dan umat Islam, yang mana pada intinya
ialah biarkan Islam di ranah ibadah spiritual seperti shalat, puasa, zakat,
haji, akhlak dan ibadah spiritual lainya. Namun mereka harus dijauhkan dari
ibadah sosial-kemasyarakatan, dalam bidang politik ekonomi dan lainnya.

Selanjutnya, cinta Indonesia harusnya diwujudkan dengan menerapkan hukum Islam
secara keseluruhan. Sebab, Islam adalah agama yang syamillah (menyeluruh) dan
kamilah (sempurna) yang mengatur seluruh aspek kehidupan, dari mulai bangun
tidur hingga tidur kembali. Islam datang untuk membuang paham-paham yang
bertentangan dengan syariat seperti sekularisme, kapitalisme dan nasionalisme, karena paham-paham itulah yang membuat manusia dilanda
permasalahan yang tak berkesudahan. 


Islam harus diwujudkan dalam realitas
kehidupan bermasyarakat dan bernegara guna mengatasi berbagai persoalan yang
tengah membelit negeri ini seperti persoalan kemiskinan, kerusakan moral,
korupsi, penodaan terhadap agama, kriminalitas yang merajalela, eksploitasi
sumber daya alam oleh korporasi asing dan sebagainya. Di saat itulah akan
terwujud kerahmatan Islam sebagaimana telah dijanjikan oleh Allah SWT .
Jadi
jika kita memang cinta dengan tanah air kita mestinya kita berharap dan
bertindak yang terbaik untuk tanah air, menyertakan aturan Allah dalam mengatur
seluruh aspek kehidupan. Sebab, tiada yang lebih baik aturannya di dunia ini
kecuali aturan yang berasal dari Allah SWT. Dia adalah pemilik alam semesta,
manusia dan kehidupan. 

Oleh karena itu perjuangan penegakan Syariah di
Indonesia adalah bukti kecintaan yang sangat mendalam kepada Indonesia dan
dunia. Penerapan hukum syara secara Kaffah dalam bingkai Daulah adalah untuk
kebaikan semua bangsa di dunia termasuk Indonesia negeri yang paling kita
cintai. Justru sungguh aneh bila ada yang mengatakan bahwa penerapan Syariah
Islam secara kaffah dalam seluruh aspek kehidupan akan memecah belah bangsa,
apalagi bila itu dikatakan oleh seorang muslim. Bagaimana bisa mereka
mengatakan seperti itu padahal faktanya justru sistem sekuler kapitalisme
liberal itulah yang telah membuat negara ini selalu dalam himpitan berbagai
persoalan yang tak berkesudahan dalam semua aspek kehidupan.

Itulah
cara terbaik mengekspresikan cinta yang sesungguhnya, bukan kecintaan yang semu
apalagi suvistik seperti yang dilakukan oleh banyak kelompok nasionalis
sekuler. di satu sisi mereka mencintai Indonesia namun disisi lain justru
menggerogoti pilar-pilar penting tegaknya kedaulatan negeri ini. Mereka
membiarkan berbagai kebijakan yang sangat Pro asing, melahirkan aturan-aturan
yang jelas-jelas sangat merugikan negara dan bertentangan dengan hukum Islam
yang berasal dari Allah, pencipta alam semesta, manusia dan kehidupan Wallahu
A’lam Bissawab.[]

 
Penulis adalah komunitas Revowriter

Comment