Fitriani, S.H.I: Ilusi Demokrasi Memutus Mata Rantai Korupsi

Berita243 Views

 

 

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA Korupsi memang bukan hal yang baru terjadi dinegeri ini, bahkan kasus ini semakin marak dan terus saja berulang dengan berbagai bentuk dan modusnya termasuk gratifikasi. Fakta terbaru yang terjadi mendekati akhir tahun 2020 ini adalah tertangkapnya Edhy Prabowo dalam OTT kasus suap izin ekpor benih lobster.

“KPK menyimpulkan adanya dugaan tindak pidana korupsi berupa penerimaan hadiah atau janji oleh Penyelenggara Negara terkait dengan perizinan tambak, usaha dan atau pengelolaan perikanan atau komoditas perairan sejenis lainnya tahun 2020,” kata Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango dalam konferensi pers, Rabu malam. (Kompas.com/26 Nopember 2020)

Jika kita melihat sesungguhnya korupsi merupakan penyakit amat berat yang menyerang negeri ini, yang kini tak lagi bersifat kasuistik atau individual, tapi sudah bersifat sistemik dan dilakukan secara kelompok/mafia (“berjamaah”).

Korupsi di negeri ini telah merasuk ke setiap instansi pemerintah (eksekutif), parlemen/wakil rakyat (legislatif), peradilan (yudikatif), dan juga swasta. Berdasarkan fakta yang pernah diungkapkan oleh Mantan ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD, pusat-pusat korupsi di lembaga pemerintah di antaranya terjadi di sektor pajak, pertamina, pertanahan dan bea cukai.

Maka berdasarkan fakta yang ada penyebab korupsi yang makin hari makin marak di negeri ini sebenarnya berpangkal dari ideologi yang ada, yaitu demokrasi-kapitalis. Faktor ideologis inilah, beserta beberapa faktor lainnya, menjadi penyebab dan penyubur korupsi saat ini.

Faktor ideologis tersebut terwujud dalam nilai-nilai yang menjadi anutan masyarakat kini yang berkiblat kepada Barat, seperti nilai kebebasan dan hedonisme.

Demokrasi-kapitalis telah mengajarkan empat kebebasan yang sangat destruktif, yaitu kebebasan beragama, kebebasan kepemilikan, kebebasan berpendapat, dan kebebasan berperilaku.

Empat macam kebebasan inilah yang tumbuh subur dalam sistem demokrasi-kapitalis yang terbukti telah melahirkan berbagai kerusakan. Korupsi merupakan salah satu kerusakan akibat paham kebebasan kepemilikan tersebut. (Abdul Qadim Zallum, Ad Dimuqrathiyah Nizham Kufr, 1990).

Perlu diingat korupsi bukan hanya marak di Indonesia, tapi terjadi di masyarakat manapun
yang menerapkan nilai-nilai yang bersumber dari ideologi Barat tersebut. Ledakan korupsi bukan saja terjadi di negeri ini, tapi juga terjadi di Amerika, Eropa, Cina, India, Afrika, Brasil dan Negara-negara lainnya.

Negara-negara Barat yang dianggap matang dalam menerapkan demokrasi-kapitalis justru menjadi biang perilaku bobrok ini. Para pengusaha dan penguasa saling bekerja sama dalam proses pemilu.

Pengusaha membutuhkan kekuasaan untuk kepentingan bisnis, penguasa membutuhkan dana untuk memenangkan pemilu.

Faktor ideologis ini juga dapat dilihat dari diterapkannya sistem demokrasi melalui pilkada yang nyata-nyata mendorong terjadinya korupsi.

Maraknya korupsi kepala daerah tidak bisa dilepaskan dari sistem demokrasi ini.

Mengapa korupsi menggila di alam demokrasi? Jawabannya selain untuk memperkaya diri, korupsi juga dilakukan untuk mencari modal agar bisa masuk ke jalur politik termasuk berkompetisi di ajang pemilu dan pilkada.

Sebab proses politik demokrasi, khususnya proses pemilu membutuhkan dana besar. Hal ini yang menyebabkan korupsi semakin menjadi jadi dan semakin sulit diberantas.

Banyaknya kepala daerah yang tersangkut berbagai kasus korupsi, bahkan kepala daerah yang dianggap soleh sekalipun ternyata juga terjerat kasus korupsi menunjukkan bahwa sistem kapitalis sebagai faktor utama yang mendorong terjadinya korupsi.

Ditambah dengan lemahnya karakter individu pemimpin dan pejabat saat ini yang tidak tahan godaan uang suap. Kemudian faktor lingkungan/masyarakat, seperti adanya budaya suap atau gratifikasi yang berawal dari inisiatif masyakat.

Penegakan hukum yang lemah, karena adanya sikap tebang pilih terhadap pelaku korupsi, serta sanksi bagi koruptor yang tidak menimbulkan efek jera.

Seperti yang pernah diungkapkan Ust.Ismail Yusanto “Sampai jungkir balik kayak apa, sampai mimpi tiap malam, tidak bakalan akan menghapus Korupsi di negeri ini bahkan sampai kiamat jika tidak adanya kemauan dan keteladanan untuk memberantas korupsi, apalagi sistem kapitalis yang diterapkan di negeri ini telah menumbuh suburkan praktek korupsi.

Maka untuk mengakhiri budaya ini harus dengan system yang mumpuni yang akan berhasil membabat habis kasus korupsi dan itu hanya bisa dilakukan oleh Islam.

Islam yang merupakan sistem kehidupan sesungguhnya memiliki solusi yang sempurna dan menyeluruh untuk memberantas korupsi. Islam menjadikan pengawasan sebagai aspek paling utama demi mencegah terjadinya korupsi.

Pertama, pengawasan secara individu, artinya setiap diri memiliki tanggung jawab terhadap dirinya sendiri. Ia mengontrol tindakannya agar tetap berada dalam kebenaran.

Adapun hal tersebut ditopang dengan adanya ketakwaan individu yang ada di dalam dirinya. Dengan ketakwaan itulah yang akan mampu menuntun setiap orang untuk bertindak benar. Orang yang bertakwa mustahil melakukan korupsi, sebab korupsi adalah bentuk kemaksiatan terhadap Allah.

Kedua, pengawasan masyarakat. Hal ini sangat penting adanya, fungsi amar ma’ruf nahyi munkar di tengah masyarakat harus berjalan. Inilah yang diperintahkan Islam dalam rangka mencegah terjadinya praktik-praktik kejahatan, termasuk korupsi. Jika masyarakat diam, karena terpapar sifat individualisme, pantaslah jika korupsi kian membudaya. Karena tak ada lagi yang bergerak menasihati mereka yang salah.

Ketiga, pengawasan oleh negara. Inilah benteng terakhir dalam pencegahan korupsi. Oleh karena itu dibutuhkan seperangkat hukum yang mapan demi mencegah dan mangatasi praktik korupsi, yakni hukuman yang bersifat jawazir (pemberi efek jera) dan jawabir (penebus dosa).

Tidak hanya itu, Islam juga memiliki mekanisme untuk menutup celah terjadinya kasus suap-menyuap dalam berbagai modusnya.  Islam melarang pejabat negara atau pegawai untuk menerima hadiah.

Bisa kita lihat, pada masa sekarang ini banyak di antara pejabat/pegawai, ketika mereka melaporkan harta kekayaanya, kemudian banyak ditemukan harta yang tidak wajar, mereka menggunakan dalih mendapatkan hibah. Kasus seperti ini tidak akan terjadi dalam Islam. Rasulullah SAW bersabda:

“Siapa saja yang kami (Negara) beri tugas untuk melakukan suatu pekerjaan dan kepadanya telah kami beri rezeki (upah/gaji), maka apa yang diambil olehnya selain (upah/gaji) itu adalah kecurangan.” (HR. Abu Dawud).

Maka hanya dengan Islam saja kasus korupsi dapat dicegah dan diakhiri -sebab, Islam hadir sebagai rahmat bagi semesta alam. Islam adalah solusi atas segala permasalahan yang dihadapi umat saat ini.

Berharap demokrasi menyelesaikan kasus korupsi hanya menjadi ilusi belaka karena justru system inilah yang menjadi sumber masalah.

Saatnya umat meninggalkan system fasad ini dan beralih kepada Islam sebagai rahmatan lil’aalamiin. Wallahu`alam bisshawab.[]

Comment