Fitriani*: Antara Amalan Minimalis Dan Sebuah Keikhlasan

Opini649 Views

 

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — Ya Allah, jadikanlah amalku salih,dan jadikanlah ia ikhlas semata-mata karena Wajah Mu. (Umar bin al-Khatthab). Allah SWT berfirman :

قَالَ فَبِعِزَّتِكَ لَأُغْوِيَنَّهُمْ أَجْمَعِينَ, إِلَّا عِبَادَكَ مِنْهُمُ ٱلْمُخْلَصِينَ

Iblis berkata : “Demi kekuasaan Engkau aku akan menyesatkan mereka (anak-anak Adam) semuanya, kecuali hamba-hamba-Mu dari kalangan al- mukhlasin di antara mereka.”(QS Shad [38]: 82-83).

Dalam tafsirnya, al Qurthubi menafsirkan kata al-mukhlasin di ujung ayat ini sebagai orang-orang yang ditanamkan (dalam qalbunya) keikhlasan oleh Allah SWTdalam mengabdi kepada Nya (al- Qurthubi, XV/229).

Dengan demikian, al mukhlasin maknanya adalah al- mukhlasin (orang-orang ikhlas).

Betapa tingginya kedudukan al-mukhlasin/ al-mukhlisin ini sehinggaa iblis pun tidak sanggup untuk menyesatkan mereka.

Betapa luhurnya kedudukan ikhlas, dalam doanya Umar bin al Khatthab sering bermunajat, “Ya Allah, jadikanlah amalku salih, dan jadikanlah ia ikhlas semata-mata karena Wajah-M. (Fauzi Sinuqarth, At-Taqarrub ila Allah, hlm 11).

Betapa agungnya keikhlasan dalam amalan seorang hamba. Para ulama menaruh perhatian yang luar biasa dalam masalah ini. Banyak buku diterbitkan hanya untuk membahas seputar  kekhlasan.

Ikhlas-pelakunya disebut dengan sebutan mukhlish- adalah kata yang sering kita ucapkan dan kita dengar, ikhlas sering didefinisikan oleh para ulama dengan arti beramal semata-mata karena Allah.

Ikhlas adalah amalan qalbu, meski tidak diketahui kecuali oleh Allah SWT, ikhlas sesungguhnya dapat dideteksi dari amalan lahiriah pelakunya.

Meski tampak sederhana, ikhlas sesungguhnya bukan sekedar tidak riya’ atau sum’ah. Artinya, seorang yang mukhlish bukanlah sekedar amal yang tidak dilihat orang (riya’) atau didengar orang (sum’ah). Lebih dari itu, ikhlas sebetulnya mengandung konsekuensi yang tidak ringan.

Ketika Anda ikhlas dalam beramal, yakni beramal semata-mata karena Allah, berarti Anda benar-benar menunjukan bahwa amal Anda semata-mata dipersembahkan hanya untuk-Nya, bukan untuk selain-Nya. Pertanyaannya,  apakah sesuatu yang dipersembahkan hanya untuk Allah itu cukup yang biasa-biasa saja, minimalis dan terkesan ‘asal-asalan’? Ataukah sesuatu yang dipersembahkan khusus untuk Allah itu harus yang berkualitas, istimewa dan optimal?

Ketika seseorang mempersembahkan sesuatu hanya khusus bagi orang yang dia cintai, ia tentu akan mempersembahkan yang terbaik dan istimewa bukan yang biasa-biasa saja, apalagi yang berkualitas buruk.

Demikian pula seseorang yang ikhlas mempersembahkan amalannyay hanya untuk Allah, Penciptanya; ia hanya akan mempersembahkan amalan terbaik dan istimewa untuk-Nya.

Dengan ikhlas maka shalatnya shalat yang istimewa. Sedekahnya sedekah yang isitmewa. Shaumnya shaum yang istimewa. Dakwahnya dakwah yang istimewa. Demikian seterusnya.

Walhasil, ikhlas sesungguhnya harus berbuah ihsan, yakni melakukan amalan terbaik sesuai dengan yang Allah kehendaki.

Jika dikaitkan dengan aktivitas dakwah, dakwah yang ikhlas adalah dakwah yang berkualitas, yang terbaik dan optimal. Seorang da’i yang ikhlas yang berdakwah semata-mata karena Allah SWT akan senantiasa melakukan dakwah yang berkualitas, yang terbaik dan optimal untuk dipersembahkan kepada Nya.

Singkatnya, ia akan ihsan dalam dakwahnya. Sebaliknya seorang da’i yang tidak ikhlas, atau kurang ikhlas amalan dakwahnya ‘biasa-biasa saja’, ‘asal-asalan’ dan minimalis; seolah-olah dakwahnya bukan karena Allah SWT. Padahal dakwah adalah aktivitas yang amat mulia ( QS Fushshilat [41]; 33). Lebih dari itu, dakwah adalah fardhu bukan sunnah bagi kaum Muslim.

Bahkan dakwah adalah kewajiban yang harus dilakukan; ia tidak bisa diganti dengan suatu kafarah (tebusan) apapun jika ditinggalkan. Wajar jika para nabi dan para rasul Allah SWT menjadikan dakwah sebagai poros hidup mereka ini, antara lain, tergambar dari ucapan Nabi Nuh as., sebagaimana terekam dalam firman Allah SWT;

قَالَ رَبِّ إِنِّى دَعَوْتُ قَوْمِى لَيْلًا وَنَهَارًا

Nuh berkata: “Ya Tuhanku sesungguhnya aku telah menyeru kaumku siang dan malam.(QS Nuh[71];5).

Disebutkan bahwa Nabi Nuh as., berdakwah tidak kurang dari 950 tahun! Itu ia lakukan siang-malam! Demikian pula yang dilakukan oleh Baginda Nabi saw,. Selama 23 tahun sejak Beliau diangkat sebagai Rasulallah.

Ini sekaligus menunjukkan betapa ikhlasnya para nabi dan Rasulallah dalam menjalankan aktivitas dakwahnya.

Komitmen Tanda Kemenangan

Perjalanan kehidupan mengajarkan kita bahwa dengan bersikap ikhlas kita akan diterima, hanya dengan berlaku baik kita akan dihormati, tidak berlaku jahat maka akan datang kebaikan. Maka ikhlas dengan komitmen itu sepaket karena komitmen sama dengan bentuk keikhlasan yang nyata. Komitmen menyangkut harga diri, rasa, pikiran, harapan dan keinginan yang paling penting untuk menjalankan komitmen dibutuhkan keikhlasan yang cukup tinggi.

Kalau bukan komitmen maka Salahuddin Al –Ayyubi tidak akan pernah tercatat dalam sejarah sebagai seorang jendral yang welas asih dan pemimpin yang dipanuti sekaligus ditakuti. Seandainya tidak karena komitmen pada sikap mulia, Umar bin Abdul Aziz tidak akan pernah digelari sebagai Khalifah Rasyidah ke -5.

Dengan komitmen pula pasukan muslim mampu menerobos benteng Creshipon dan menaklukkan Konstantinopel, kalau bukan karena komitmen masyarakat primitive-nomaden yang buta huruf dan tidak berperadaban pun tidak akan mungkin berbondong-bondong masuk kedalam agama islam.

Dakwah islam juga harus punya komitmen terbaik. Sebab sejarah telah membuktikan bahwa hanya dengan komitmen terbaik lah kemenangan akan digapai dan keberhasilan akan dicapai. Maka komitmen memiliki bebebrapa aspek diantara nya :

1. Komitmen bahwa perjuangan ini semata-mata dilaksanakan demi Allah SWT.

Allahu ghayatuna (Allah tujuan kami). Kemenangan yang hendak dicapai hanya akan terwujud melalui komitmen yang paripurna terhadap proses perjuangan yang hanya ditujukan kepada Allah. Komitmen terhadap hal ini juga berarti komitmen kita terhadap kebenaran.

2. Komitmen terhadap pilihan berjamaah.

Jika bukan karena jamaah, islam tidak akan tersebar keseluruh penjuru dunia, jika bukan karena jamaah, Rasulallah mungkin bisa terbunuh dengan kekejaman seorang raja, jika bukan karena jamaah tidak akan mungkin tercipta sebuah Daulah.

Maka, dakwah jamaah merupakan salah satu syarat untuk mempercepat sebuah kemenangan. Karena Rasulallah pernah memperingatkan “ dan hendaklah kalian senantiasa dalam jamaah dan sesungguhnya tangan Allah di atas jamaah”.

3. Komitmen terhadap pencarian jati diri
Komitmen terhadap pencarian jati diri teramat penting. Sebab sesungguhnya kehidupan kita didunia tidak lain merupakan mencari jawaban tentang siapa kita sebenarnya. Ingat lah kita berawal dari islam maka tunjukkan lah jati diri kita sebagaimana orang islam yang mengikuti aturan Allah dengan hukum-hukum Nya(Al-Quran dan Assunnah).

‘Ala kulli hal, semoga setiap diri kita benar-benar dijadikan oleh Allah SWT sebagai seorang yang mempunyai komitmen besar dalam kebenaran, yang benar-benar mukhlish, dan yang senantiasa mengikhlaskan seluruh amal-amal kita semata-mata karena Allah SWT, dengan mempersembahkan amal yang terbaik untuk –Nya bukan yang minimalis! Wa ma tawfiqi illa billah.[]

Comment